☘️ Dekapénte

1.4K 179 51
                                    

🍂🍂🍂

Arsen masih mampu mempertahankan posisinya di hadapan ayahnya yang sejak tadi entah sudah berapa kali melayangkan tamparan keras di kedua pipinya secara bergantian. Sensasi seperti terbakar berusaha ia abaikan. Dibanding kedua pipinya yang terasa sakit dan ngilu, hatinya jauh lebih terasa sangat sakit dan hampir hancur karena sikap ayahnya itu.

"Papa tidak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam jalan pikiran kamu, Arsenio!" pria dengan rambut setengah memutih itu berkacak pinggang di hadapan Arsen dengan tatapan murka luar biasa. Napasnya memburu seperti siap kembali menerkam mangsa di depannya.

Alih-alih menjawab, Arsen malah sibuk mengusap kedua pipinya yang terasa panas dan kaku akibat tamparan keras beberapa kali dari pria tua di depannya itu. Lantas menarik sudut bibirnya membentuk senyum miring.

"Demi Tuhan, Papa seharusnya tidak pernah mempercayai kamu sepenuhnya dalam mengatasi permasalahan ini!" pria tua itu kembali bersuara.

"Permasalahan apa, Pa?" Arsen akhirnya membuka suara. "Papa sendiri yang membuatnya menjadi sebuah permasalahan. Pukul Arsen lagi kalau Arsen salah dengan pernyataan ini." katanya dengan nada menantang.

Pria tua bernama Sadajiwa itu kembali melayangkan tangannya untuk memberi tamparan sekali lagi pada Arsen. Dan hal itu berhasil membuat Arsen akhirnya limbung dan hampir saja jatuh tersungkur jika saja tak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya.

Arsen menyeka sudut bibirnya yang ternyata telah mengeluarkan darah segar. Kepalanya mendadak pening. Ayahnya itu benar-benar murka bukan main sampai harus memukulinya sampai seperti ini.

"Papa benar-benar muak dengan sikap kamu, Arsen. Manusia seperti kamu benar-benar tidak pantas mendapat kesempatan apapun!" Sadajiwa menatap nyalang Arsen.

"Papa mungkin lupa kalau Papa sendirilah yang membuatnya menjadi memuakkan. Papa sendiri yang membuat semuanya menjadi rumit dan berantakan. Biar Arsen ingatkan kembali tentang hal ini." dingin Arsen.

"Kamu sepertinya lebih senang melihat Keandre mati," Sadajiwa terkekeh singkat. "Kalau begitu silakan lakukan apapun yang kamu mau. Lakukan semua yang telah kamu rencanakan. Tapi jangan pernah menyalahkan siapapun kalau pada akhirnya kamu harus kehilangan putra kebanggaan kamu!" tandasnya.

"Arsen tidak akan pernah kehilangan siapapun lagi disini," sambut Arsen dengan nada tenang. Ia sudah muak dengan segala ancaman seperti yang barusan ayahnya lontarkan.

"Kamu lupa siapa Bharata? Dan kamu lupa kalau pria itu bisa saja membunuh putrinya sendiri bahkan mungkin cucunya sendiri demi mencapai tujuannya?" decih Sadajiwa.

Arsen menelan salivanya susah payah. Mendadak ia menjadi beku ditempatnya. Membayangkan bagaimana bengisnya sosok Bharata. Membayangkan bagaimana hidup orang-orang yang disayanginya bisa saja berakhir di tangan pria itu.

"Bharata bisa saja membunuh Raena dan Leandre demi membuat kalian berhenti bersikap konyol seperti ini, Arsen!" timpal Sadajiwa.

"Tidak akan pernah Arsen biarkan hal itu terjadi," tandas Arsen dengan nada penuh keyakinan.

Sadajiwa tertawa mengejek mendengar pernyataan Arsen. "Apa yang akan kamu korbankan untuk membuat hal itu tak akan terjadi, Arsen?" decihnya.

"Apapun," sahut Arsen cepat.

"Bahkan nyawa kamu sendiri tidak akan pernah cukup untuk menghentikan Bharata," sergah Sadajiwa cepat.

Arsen mengepalkan kedua tangannya. Menatap dingin pria di depannya itu. Ia muak dengan sikap ayahnya itu. Yang seakan-akan semuanya terjadi tanpa campur tangannya. Padahal ayahnya itu memiliki andil besar atas perpisahannya dan Raena. Ayahnya itu memiliki peran penting atas hancurnya ia dan Raena. Tapi lihat, ayahnya bersikap seakan-akan tengah melindungi dirinya dan putranya. Padahal yang ayahnya itu lakukan hanyalah terus ikut berperan dalam menghancurkan hidupnya.

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang