🍂🍂🍂
Arsen kembali mengangsurkan sesendok makanan pada Alistaire yang tengah duduk di ranjangnya. Butuh waktu cukup lama baginya membujuk putranya itu untuk makan agar bisa meminum semua obatnya. Ia juga merasa bersalah karena sempat meneriaki putranya itu tadi di ruangan Lysander. Ia kalut dan panik dengan keadaan Lysander namun Alistaire seakan tidak bisa mengerti.
Beberapa menit lalu ia baru saja mendapat pesan dari Mikolas yang mengatakan kalau Bharata dan dua pengawalnya baru saja menemui Lysander dan Raena. Suasana hatinya kembali memburuk tak karuan. Ingin segera berlari menemui Raena dan Lysander, namun ia juga tak tega jika harus meninggalkan Alistaire. Perasaan putranya itu tengah sensitif. Akhirnya ia memilih tinggal demi memberi seluruh perhatiannya pada Alistaire.
"Sore ini Keandre bisa pulang. Ayah sudah mendapat izin dokter tadi." Arsen tersenyum usai Alistaire menyelesaikan semua makanannya.
"Really?" tanya Alistaire datar.
Dahi Arsen berkerut. "You look unhappy." katanya.
"Keandre masih kesal sama Ayah." sahut Alistaire.
"You did." Arsen membereskan peralatan makan Alistaire dan mengembalikannya ke nakas.
Alistaire menghela napas panjang usai menghabiskan segelas air mineralnya. Ia tak mengerti dengan perasaannya sendiri sekarang. Wajah Lysander terus berkelebat dalam benaknya. Membuatnya tak nyaman. Padahal ia berusaha keras mengabaikannya. Tapi tak berhasil. Terutama sikap penolakan yang dilakukan Lysander pada sang ayah. Semua itu benar-benar menggangunya.
"Keandre," Arsen menatap serius putranya yang tampak melamun.
Alistaire tersadar dari lamunannya ketika jemari hangat ayahnya menyentuh salah satu tangannya. Ia membalas tatapan pria di hadapannya itu.
"I wanna say thank you," Arsen mengulas kembali senyumnya. "Terima kasih sudah mau menerima Bunda meskipun Keandre tahu Bunda nggak pernah ada di sisi Keandre selama ini. And I'm so sorry for everything." katanya.
Tatapan Alistaire pada Arsen berubah sendu. Ada luka yang seperti kembali menganga setelah mendengar kalimat sang ayah. Padahal tidak semudah itu ia menerima ibunya yang selama ini tak dikenalnya. Tak semudah itu menerima seseorang yang selama ini amat jauh dari jangkauannya. Tak semudah itu menerima sosok yang selama ini selalu ia anggap hanya ada didalam mimpi-mimpi indahnya. Sungguh, tidak semudah itu.
Namun hatinya justru merasakan sebaliknya. Ada kerinduan menggebu yang selama ini tanpa sadar telah ia tumpuk laksana kertas-kertas usang. Semakin tinggi namun semakin tak terjamah. Ia cukup menyadari sesuatu ketika berhasil bersitatap dengan wanita yang selama ini selalu ia pertanyakan eksistensinya. Bahwa ia amat merindukan sosok tersebut jauh di dasar hatinya yang paling dalam. Bahwa ia amat bergembira ketika berhasil menatap sepasang netra indah milik ibunya. Perasaannya menggebu, ingin mengetahui lebih jauh mengenai sosok yang selalu ia harapkan sepanjang hidupnya itu.
"Kean tidak sesegera itu bisa menerima Bunda. Ayah harus mengetahui kenyataan ini. Ada banyak ribuan bahkan mungkin jutaan tanya yang ingin Kean temukan jawabannya. Dan semua itu membuat Kean lelah sendiri." Alistaire menjelaskan perasaannya.
"Kean hampir berhasil hidup tanpa menginginkan sosok ibu. Tapi secara tiba-tiba Ayah memberi Kean kejutan seperti ini. Menghadirkan sosok ibu yang selama ini Kean tunggu kehadirannya. Demi Tuhan, Kean nggak bisa menjelaskan bagaimana rasanya." sambung Alistaire dengan kedua mata berkaca.
"Kean kaget, tentu saja. Seorang anak yang tadinya hanya hidup bersama sosok ayah tiba-tiba di hadirkan sosok ibu idamannya. Semua itu benar-benar membuat Kean bingung, Yah." ungkap Alistaire.
![](https://img.wattpad.com/cover/281156159-288-k541302.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SADAJIWA
FanfictionMereka yang satu namun tak dipersatukan oleh takdir. Mereka yang seharusnya bersama namun tak dibiarkan bersama oleh waktu. Dan mereka yang berbahagia namun tak dibahagiakan oleh semesta dan segala isinya. Tentang ia dan ia yang tergores luka tanpa...