☘️ Dekatría

1.5K 174 66
                                    

🍂🍂🍂

"Alis, untuk terakhir kalinya gue minta sama lo tolong batalin taruhan ini," Felix menahan tangan Alistaire yang hendak memakai helm-nya malam itu.

Arena balap sudah dipadati banyak orang yang ingin menyaksikan pertunjukan malam ini. Apalagi setelah mereka semua tahu kalau yang akan bertanding kali ini adalah Alistaire yang sempat meninggalkan area balap selama beberapa tahun terakhir karena insiden kecelakaan. Antusiasme semakin bertambah. Padahal Alistaire sudah memperingatkan Ersya dan Farrel agar tidak melibatkan siapapun dalam aksi balap liar malam ini. Tapi mereka mengkhianati Alistaire. Bahkan sejak tiba di arena setengah jam lalu, Alistaire sudah menahan emosinya.

"Gila lo?" Alistaire menatap Felix sengit. Lantas memakai helm-nya.

"Ya gue nggak mau lo kenapa-kenapa!" Felix tak kalah sengit.

"Dia bakal baik-baik aja, Felix. Lo tenang aja." seruan itu membuat atensi Alistaire maupun Felix teralihkan.

Lysander dengan jaket kulit hitam dan jeans hitamnya berjalan ke arah Alistaire dan Felix. Sebuah helm terapit disalah satu tangannya. Rambutnya sedikit berantakan.

"Lo ngapain?" Alistaire menatap Lysander dengan dahi berkerut dari balik helm fullface-nya. Kemudian ia melirik Felix yang berdiri di sebelahnya. "Felix lo anjing!" gerutunya.

Felix mampu mendengar ucapan Alistaire. Sahabatnya itu jelas telah menyadari sesuatu. Dan ia akui, Alistaire adalah orang yang cepat tanggap terhadap setiap keadaan. "Sorry, gue nggak mau cuma lo aja yang terlibat. Masalah Ersya dan Farrel nggak cuma sama lo. Tapi juga sama Lysander. So, Lysander juga harus turut andil." ia beralasan dengan nada angkuh.

"Idiot!" gerutu Alistaire.

"Siapa yang lo maksud idiot, Alis?" tanya Lysander.

"Siapa lagi kalau bukan lo, San?" sengit Felix. Ia sungguh muak dengan dua orang di hadapannya itu. Baik Alistaire maupun Lysander, keduanya sulit sekali mendengarkan dan keras kepala.

Lysander menatap sengit Felix yang juga menatapnya tak kalah sengit. Tatapan Felix seperti mengintimidasinya. Seakan semua adalah kesalahannya. Seakan kembalinya Alistaire ke arena adalah karena dirinya.

"San, lo balik aja deh. Mau ngapain lo disini?" tanya Alistaire berusaha merendahkan nada bicaranya. Ia sedang enggan mendebat Lysander.

"Dan membiarkan lo berlagak layaknya pahlawan?" decih Lysander. Ia sudah kesal sejak tadi. Sejak ia tahu kalau malam ini Alistaire akan melakukan aksi balapan dengan Ersya dan Farrel dan ia sebagai taruhannya.

"Apa lo pikir hidup lo sebercanda itu?" sengit Lysander.

"San, tolong jangan lagi terlibat. Gue nggak butuh simpati lo. Ersya sama Farrel itu urusan gue!" Alistaire tak kalah sengit. 

"Urusan gue juga karena mereka berdua udah berani nyerang gue!" Lysander tak mau kalah.

Alistaire berdecih dibalik helm-nya. "Lantas lo mau jadi pahlawan juga disini?" sinisnya.

"Bukan buat lo tapi buat diri gue sendiri." Lysander tersenyum miring lantas memakai helm-nya.

"Lo nggak ada urusannya sama mereka. Jadi gue minta jangan berlebihan melibatkan diri. Stop bertingkah sok keren!" ketus Alistaire.

"Dan stop menjadikan gue sebagai alasan lo melakukan hal-hal konyol begini!" Lysander tak kalah ketus. "Stop bersikap sok paling benar!" katanya.

"Gue melakukannya untuk diri gue sendiri. Dan nggak ada urusannya sama lo!" celetuk Alistaire. Nada bicaranya sedikit naik.

Lysander menaikkan satu alisnya menatap Alistaire dari balik helm-nya. Lantas ia berdecih sebal. Awalnya ia tak peduli ketika Felix memberitahunya kalau Alistaire akan melakukan hal konyol ini. Tapi Felix sendiri yang memintanya terlibat. Felix memberitahu segalanya tentang pertengkaran Alistaire, Ersya dan Farrel siang tadi di sekolah. Biar bagaimanapun ia memang telah terlibat dalam masalah menyebalkan ini.

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang