☘️ Íkosi téssera

997 138 52
                                    

🍂🍂🍂

"Alis," seseorang menepuk bahu Alistaire dan berhasil membuat anak itu melonjak kaget. Ia dapati Felix berjalan di sebelahnya.

"Kalau nggak salah itu tadi..." Felix menunjuk sebuah mobil yang baru saja meninggalkan area tersebut.

"Ayah," sahut Alistaire cepat. Seakan mengerti maksud ucapan sahabatnya itu.

"Kak Miko?" tanya Felix.

Alistaire menggedikkan bahunya malas. Ia memang belum melihat atau bertemu pria itu dirumah. Maka dari itu ia tak begitu tahu apa yang di lakukan pria tersebut.

"Jangan lupa nanti ada pertemuan sama pelatih sepulang sekolah." Felix bicara lagi. Kali ini dengan topik berbeda.

Alistaire menghentikan langkahnya tepat di ambang gerbang sekolahnya itu. Ia pandangi beberapa siswa dan siswi yang berlalu-lalang melewatinya. Ada yang berjalan santai dan bahkan sampai berlari. Pikirannya melanglangbuana secara tiba-tiba. Entah sejak kapan sekolah menjadi tempat yang enggan sekali ia datangi. Setiap kali ia datang rasanya tak pernah sama seperti sebelumnya. Padahal sebelumnya ia menganggap sekolah adalah tempat pelariannya dari segala macam hal yang tak ia sukai. Tapi sekarang rasanya sungguh berbeda. Ia merasa kosong dan hampa. Ia merasa seperti telah kehilangan sesuatu amat besar hingga membuatnya tak berminat untuk kembali meski harus. Tapi ia sendiri belum menemukan jawaban untun setiap kegundahan hatinya.

"Kenapa?" tanya Felix.

"Lysander pernah nabrak gue disini." Alistaire mengatakan hal tersebut secara tiba-tiba tanpa disadarinya. Pandangannya lurus ke depan. Seakan kejadian tersebut tengah terputar secara jelas kembali di depannya.

"Hah?" Felix tak mengerti dengan ucapan Alistaire. Tidak, lebih tepatnya dengan sikap Alistaire yang menurutnya aneh itu. "Tiba-tiba banget bahas Lysander? Lo nggak sehat?" tanyanya tak habis pikir.

"Eh?" Alistaire lantas menatap Felix yang melongo menatapnya. "Barusan gue ngomong apa?" tanyanya bingung.

Alih-alih menjawab pertanyaan sahabatnya itu, Felix malah meletakkan salah satu tangannya di dahi sahabatnya itu. "Nggak demam," katanya.

Alistaire menepis pelan tangan Felix di dahinya. "Gue baik-baik aja," sengitnya.

"Enggak. Lo nggak baik-baik aja. Ayo gue anter ke UKS sebelum terlambat." Felix segera menyambar tangan Alistaire dan menariknya kasar.

"Felix, gue baik-baik aja." Alistaire menepis cepat tangan Felix.

"Alis, tell me. Apa yang sebenernya membuat lo jadi aneh begini?" Felix serius menatap sahabatnya itu. "Belakangan ini lo aneh banget. Lo sering nggak fokus. Lo banyak bengong. Lo banyak diem. Dan lo nggak seperti Alis yang gue lihat seperti biasanya." katanya. Ia cukup memahami perubahan sahabatnya itu.

"Lebih tepatnya setelah insiden kecelakaan di arena balap beberapa waktu lalu." sambung Felix. "Gue seperti kehilangan sosok Alistaire sejak kejadian itu." katanya.

Alistaire balas menatap Felix. Tak menyangka kalau perubahannya berhasil disadari oleh sahabatnya itu. Padahal setiap hari ia telah berusaha semampunya untuk terlihat seperti biasanya. Seperti Alistaire yang tak berubah sedikitpun. Ia sendiri bingung kenapa dirinya menjadi seperti ini.

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang