☘️ Dekaennéa

1K 133 23
                                    

🍂🍂🍂

Alistaire pikir sang ayah akan mengajaknya mengantar Lysander dan Raena sampai dirumah. Ternyata tidak, sang ayah memintanya berpamitan dengan ibunya dan Lysander di basement rumah sakit. Ia tak berkomentar apapun, hanya menuruti perintah sang ayah. Setelahnya ia dan sang ayah diantar pulang oleh Mikolas. Dan Lysander serta ibunya bersama pria bernama Lionel. Menurutnya, pria itu cukup menyeramkan.

Lysander juga tak mengucapkan apapun padanya sebelum masuk ke dalam mobil dengan bantuan Lionel. Hanya Raena yang memberinya pelukan serta kecupan singkat di kening. Cukup hangat dan Alistaire menyukainya. Ia jadi tak begitu kesal dengan keputusan ayahnya yang meminta ia berpisah dengan ibunya disana.

"Keandre..." panggil Arsen ketika Alistaire hendak naik ke lantai dua dimana kamarnya berada.

Alistaire menghentikan langkahnya lantas menoleh menatap sang ayah. "Well, Keandre masih belum tahu harus bicara apa sama Ayah soal semua ini." senyumnya kecut.

"I wanna say thank you," Arsen tersenyum tipis.

Alistaire menghela napas panjang. "Keandre juga mau bilang terima kasih sama Ayah. Untuk seluruh kejutan yang Ayah berikan buat Keandre. Semuanya benar-benar mengejutkan." katanya.

Arsen melangkah mendekati Alistaire. Ia sungguh bersyukur putranya tumbuh menjadi sosok yang memiliki hati yang besar. Alistaire memang sosok yang terbuka sejak kecil. Apapun akan anak itu ceritakan padanya tanpa terkecuali. Seakan anak itu mempercayainya seratus persen dalam hal apapun. Sungguh ia bersyukur putranya tumbuh menjadi jiwa yang bebas dan menyenangkan. Ia akan menangis jika memang harus menangis. Dan ia akan tertawa jika memang perasaannya penuh suka cita. Tak ada yang Alistaire tutupi darinya. Baik perasaannya maupun seluruh isi hatinya. Dan ia cukup bangga dengan hal itu.

"Tapi sumpah demi Tuhan, Yah. Enam belas tahun bukan waktu yang singkat untuk menutupi semuanya seorang diri." Alistaire kembali bicara.

"I know that." Arsen tersenyum getir. "Keandre sudah tahu kalau hal tersebut sungguh bukan keinginan Ayah. Bukan juga keinginan Bunda. Kami melakukannya untuk mendapat solusi terbaik dari rumitnya persoalan yang dihadapi." jelasnya. Ia tak memohon pengertian, ia justru ingin memberi kebebasan bagi Alistaire untuk menentukan sikap setelah mendengar penjelasannya.

Alistaire memberi pelukan singkat pada Arsen. Dan hal itu membuat Arsen cukup terkejut. Alistaire sendiri belum sepenuhnya mampu menjelaskan bagaimana perasaannya untuk setiap kenyataan-kenyataan mengejutkan dalam hidupnya. Sejak kecil ia selalu berekspektasi memiliki sosok ibu dalam hidupnya. Tapi ia tak pernah berekspektasi bahwa ia akan memiliki saudara. Menurutnya, bisa bertemu dengan ibunya saja ia akan amat bersyukur. Tapi lihat, Tuhan justru memberinya lebih. Entah ia harus menyebutnya berkat atau malah sebuah kesalahan.

"Dan dari sekian banyak manusia di muka bumi kenapa harus Lysander?" dahi Alistaire berkerut menatap sang ayah. "Ini semua bukan kebetulan. Keandre tahu nggak ada sebuah kebetulan di dunia ini. Tapi Lysander?" tawanya terdengar sumbang.

"Keandre harus tahu beberapa hal," Arsen dengan sabarnya kembali mengulas senyum. "Yang kami lakukan justru sebaliknya. Kalau Keandre pikir semuanya telah kami rencanakan, jawabannya tentu tidak." jelasnya.

"Kami justru berusaha sangat keras agar kalian tidak pernah bertemu satu sama lain. Tidak mengenal satu sama lain. Bahkan mungkin tidak mengetahui keberadaan satu sama lain." Arsen dengan nada penuh penyesalan memberi penjelasan.

"Dan pertemuan kalian itu sungguh diluar kuasa kami. Keandre boleh menyebutnya takdir. Seberapa keras pun kami berusaha memisahkan kalian, jika Tuhan menghendaki kalian bertemu dan mengenal satu sama lain, kami tidak bisa berbuat apapun lagi." lanjut Arsen.

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang