Jadi begitulah awal mulanya Lira kemudian dibesarkan oleh para naga. Mungkin ada di antara kalian yang berpikir - bagaimana mungkin seorang bayi bisa dibesarkan oleh para naga? Bukankah di banyak kisah yang kita tahu, naga adalah binatang buas dan suka membunuh serta membuat kerusakan? Well, satu hal yang harus kita pahami bersama, bahwa di dunia ini, pada dasarnya tidak ada makhluk yang jahat. Makhluk hidup akan bertindak sesuai dengan insting mereka untuk mempertahankan teritori dan kehidupan mereka. Dan ketika kehidupan mereka saling bersinggungan serta saling berlawanan satu sama lain, itu yang membuat insting dasar makhluk hidup untuk bertahan hidup keluar. Mereka kemudian memburu, saling membunuh, dan saling berebut. Pada dasarnya, Tuhan menciptakan alam semesta ini secara seimbang. Tapi, seiring dengan bertambahnya waktu, populasi makhluk hidup (terutama manusia) semakin bertambah. Dan, sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki akal dan budi, maka manusia semakin mengekspansi alam semesta, mengambil jatah milik makhluk lain untuk digunakan mencukupi kebutuhan mereka.
Nah, pada masa dimana Lira hidup, keseimbangan tersebut, meskipun sudah mulai agak terganggu, tapi masih menyisakan satu harmoni yang cukup stabil di alam semesta. Pada masa itu, para naga dan manusia masih saling hidup berdampingan dengan baik. Memang di negeri-negeri jauh sana terdapat kabar bahwa manusia memburu para naga, karena naga dianggap berbahaya - meskipun alasan sebenarnya adalah bahwa sisik naga sangatlah berharga, dan telur naga juga memiliki banyak khasiat. Naga memiliki sisik yang sangat keras yang kebal terhadap senjata apapun. Meskipun begitu, sisik naga sangatlah ringan, serta mampu menyimpan panas di saat dingin dan memberikan kesejukan di kala panas. Itulah kenapa sisik naga sangat cocok digunakan untuk membuat baju perang. Selain itu, warnanya yang indah dan berkilau juga sangat cocok digunakan sebagai perhiasan - ditempelkan di senjata seperti pedang, sarung pedang ataupun anak panah, serta perhiasan seperti kalung, gelang dan mahkota. Pada jaman dulu kala, orang-orang mencari sisik naga di makam para naga. Para naga yang sudah tua biasanya akan hidup memisahkan diri dari komunitasnya, pergi ke gunung-gunung yang tinggi dan bersembunyi di ceruk-ceruk rahasia yang hanya diketahui oleh bangsa naga. Nah, pemburu sisik naga ini, mereka adalah orang-orang yang akan berkelana ke gunung-gunung sunyi untuk menemukan makam naga. Ketika naga-naga tersebut mati, meskipun kemudian dagingnya membusuk dan terurai, tetapi sisik mereka akan tetap bertahan selama ratusan tahun, dan sisik-sisik itu yang kemudian diambil oleh para pemburu naga. Namun, seiring bertambahnya waktu, manusia semakin serakah. Mereka merasa bahwa tidak cukup hanya menunggu seekor naga mati kemudian mengambil sisiknya, maka mereka mulai memburu naga hidup dan membunuhnya. Apalagi, sisik naga yang diambil dari naga yang masih hidup memiliki warna yang lebih indah dan lebih kuat. Awalnya perburuan naga tersebut mendapatkan kecaman dari masyarakat karena selama ini naga dan manusia hidup berdampingan dengan harmonis serta saling tolong menolong. Tapi para pemburu naga tersebut tak kalah pintar. Mereka mulai menebarkan desas desus bahwa naga membenci manusia dan mulai membunuh mereka, karena kaum naga ingin memperluas teritori mereka. Memang pada saat itu tersebar kabar bahwa para naga mulai mengamuk dan merusak perkampungan manusia, tapi itu sebenarnya terjadi karena mereka marah pada manusia yang telah mencuri telur-telur mereka, atau membunuh saudara mereka dengan keji untuk diambil sisiknya. Hanya saja, kebencian sudah lebih dahulu merebak, orang cenderung lebih berfokus pada hal buruk apa yang telah dilakukan oleh pihak lain daripada melakukan instropeksi diri kenapa hal tersebut bisa terjadi. Bagi kaum naga sendiripun, meskipun sebenarnya hanya segelintir manusia yang melakukan hal tersebut, tetapi dendam, kebencian dan keputusasaan di antara mereka kemudian menyebabkan mereka berpikir bahwa semua manusia sama saja - mereka serakah dan jahat dan tidak bisa dipercaya. Sungguh disayangkan sebenarnya, begitu banyak hal buruk di bumi ini yang terjadi karena kesalah pahaman belaka dan tidak ada yang berniat untuk membicarakannya dengan kepala dingin.
Nah, kembali ke cerita Lira (aduh, sulit sekali untuk tidak melantur terlalu banyak, karena aku harus menceritakan banyak sekali latar belakang sejarah hubungan naga dan manusia serta kisah-kisah di masa lalu supaya kalian memahaminya). Pada masa Lira ditinggalkan oleh siapapun itu di depan gua naga di Pegunungan Sunyi, keadaan belum terlalu parah. Masih banyak naga yang bersahabat dengan manusia, meskipun mereka tidak saling berhubungan dengan intensif seperti dulu. Di tempat Lira tinggal di Pengunungan Sunyi, naga masih hidup berdampingan dengan baik dengan manusia. Tak jauh dari sarang naga (perlu diingat, ini adalah ukuran jauh para naga yang bisa terbang dengan kecepatan 100 km per jam), terdapat sebuah kota kecil di kaki pegunungan bernama Kota Ebersberg. Kota itu hanyalah kota kecil yang berpenduduk tak lebih dari 1000 orang, dan terletak di pinggir sebuah danau yang sangat indah dan luas bernama Lasijärvi (dalam bahasa Finlandia ini berarti Danau Kaca). Keluarga Naga secara berkala sering berkunjung ke Ebersberg untuk berbagai macam urusan, mulai dari membantu para manusia memutar kincir angin, menyumbangkan napas api mereka untuk tungku pemanas sentral di musim dingin, berburu ikan di Lasijärvi, atau berdagang kecil-kecilan. Bukan berdagang untuk mendapatkan uang seperti yang dibayangkan, mungkin lebih tepatnya barter. Di puncak-puncak tertinggi Pegunungan Sunyi, tumbuh pohon sejenis perdu yang dinamai livets gräs (rumput kehidupan) yang memiliki khasiat yang sangat besar untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sayangnya, tanaman tersebut hanya mau tumbuh di puncak-puncak tertinggi yang sangat dingin dan tidak pernah tercemar polusi, sehingga sangat sulit bagi manusia biasa untuk dapat mencapai tempat dimana livets gräs tumbuh. Bahkan, bagi para naga sekalipun, tempat tersebut juga sulit dikunjungi, karena tempatnya yang sangat tinggi sehingga oksigennya sangat tipis, yang membuat siapapun yang terbang (atau mendaki) ke sana akan kesulitan bernapas dan tidak bisa tinggal terlalu lama. Nah, terkadang, ada yang membutuhkan livets gräs ini di Ebersberg, dan mereka akan meminta para naga untuk mengambilkannya untuk mereka. Bukan sejenis perdagangan yang akan membawa keuntungan, sebenarnya ini hanya bentuk dari barter tolong-menolong saja antara manusia dan para naga.
Di masa-masa awal Lira mulai tinggal bersama keluarga naga, mereka banyak sekali mendapat bantuan dari orang-orang di Kota Ebersberg. Induk naga memiliki kenalan seorang bidan tua, dimana dia banyak belajar tentang cara mengasuh bayi manusia. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mengasuh bayi naga, hanya saja bayi manusia memerlukan lebih banyak perlengkapan dan kebutuhan. Seperti misalnya, harus mengganti popok setiap kali si bayi buang air (bayi naga tidak memakai popok, dan mereka sudah bisa buang air dengan benar dua minggu setelah dilahirkan). Bayi manusia juga harus minum susu hangat (Lira minum susu sapi, dengan sedikit campuran susu naga supaya bisa menghangatkan tubuhnya karena ia tinggal di tempat yang sangat tinggi). Juga, ada berbagai macam baju untuk berbagai macam keperluan, mulai dari baju tidur, baju sehari-hari, baju bepergian - yang tidak akan bisa dijahit sendiri oleh induk naga dan nenek naga karena cakar-cakar mereka tidak memungkinkan untuk menjahit baju yang sangat kecil. Juga keperluan lain seperti makanan sehari-hari - Lira sebagian besar memakan masakan induk naga yang juga dimakan oleh naga lainnya karena pada dasarnya jenis makanan naga dan manusia hampir sama, tapi bayi manusia memerlukan lebih banyak camilan daripada bayi naga! Juga, kata nenek bidan sahabat induk naga, manusia memerlukan sayuran untuk kesehatan pencernaan mereka (sementara naga tidak terlalu membutuhkannya, mereka hanya sesekali makan dedaunan yang dibuat sup yang ternyata membuat perut Lira sakit). Maka, ayah naga secara berkala pergi ke Ebersberg untuk membeli buah-buahan dan sayuran yang khusus dimasakkan dan dihidangkan untuk Lira (yang seringkali Lira tolak dan induk naga harus memaksanya dengan keras sampai menyemburkan api agar Lira mau makan sayuran). Intinya, banyak kesulitan dan kerepotan yang dihadapi oleh keluarga naga di awal-awal mereka mengasuh Lira. Tapi seiring berjalannya waktu, dan semakin bertambahnya usia Lira, hal itu dapat dilalui tanpa terlalu merepotkan, dan Lira tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan menyenangkan. Semua anggota keluarga naga sangat menyayanginya, dan mereka menganggap Lira sebagai bagian dari keluarga mereka meskipun wujudnya sangat lain. Apalagi, usia Lira tidak terpaut jauh dengan usia Koln, naga bungsu di keluarga tersebut, sehingga merekapun dengan cepat menjadi teman dekat yang saling menyayangi, meskipun Koln memiliki ukuran tubuh lima kali lipat lebih besar dari ukuran Lira. Dan, orang-orang di Ebersberg juga sudah tidak asing dengan keberadaan Lira di antara keluarga naga. Mereka melihat bahwa Lira sangat bahagia dan tumbuh dengan sehat (sekali-kali salah satu di antara naga dewasa itu membawa Lira turun ke Ebersberg), dan pemandangan seorang gadis kecil duduk di atas tengkuk naga dan ikut terbang kemana-mana sudah tidak asing lagi bagi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Lira dan Para Naga
FantasyLira adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh sekawanan naga yang baik hati yang tinggal di pegunungan Sunyi yang sangat terpencil. Lira dibesarkan dengan sangat baik oleh keluarga naga yang mengadopsinya, namun sayangnya, dewan kota Ebers...