Bab 33 - Tertangkap!

10 1 0
                                    

Sungguh melegakan rasanya keluar dari lorong pengap yang kini menjadi semakin pengap karena hawa panas dari api yang disemburkan Koln. Saat keluar dari lorong tersebut, Koln segera membentangkan sayapnya selebar mungkin, dan bersiap terbang keluar dari katredal. 

Namun, ternyata tidak semudah itu! Kehebohan yang tadi timbul akibat kemunculan tiba-tiba seekor naga di dalam katredal telah menarik perhatian banyak orang, dan di luar katredal, telah berkumpul banyak orang yang ingin melihat langsung penampakan seekor naga yang sudah menghilang dari masyarakat selama lebih dari seratus tahun. Lebih parah lagi, beberapa polisi berdatangan dan berjaga di setiap pintu masuk dan di beberapa tempat di dalam ruangan, waspada dengan senjata api mereka mengarah ke arah Koln yang baru saja keluar dari ruang bawah tanah. Mereka menganggap bahwa kemunculan tiba-tiba seekor naga adalah ancaman serius, dan harus dihadapi dengan kewaspadaan, meskipun itu hanyalah seekor naga anak-anak yang mencoba menyelamatkan sahabatnya. 

Koln menyadari bahaya tersebut, dan untuk beberapa saat dia hanya terbang berputar-putar di dalam katredal. 

"Berhenti! Jangan tembak! Dia membawa seorang anak di punggungnya!" kata kapten polisi, yang saat itu berdiri di dekat pintu masuk. 

Teriakannya tersebut langsung memicu rasa penasaran orang-orang yang berdiri di luar gereja. 

"Ada anak terbang bersama naga!" 

"Dia menculik anak tersebut!" 

"Oh sungguh mengerikan! Dia bisa saja memangsa anak tersebut kapanpun dia mau!"

"Mungkin dia akan menjadikannya makan malam!" 

Suasana sungguh kacau dan tidak terkendali. Kepala polisi tersebut tidak memperhitungkan bahwa akan ada seorang anak perempuan terbang bersama naga tersebut, dan dia tidak bisa menilai apakah anak perempuan yang berada di punggung naga tersebut sedang dalam bahaya ataukah tidak. Tentu saja dia tidak tahu bahwa mereka berdua bersahabat, dan naga tersebut baru saja menyelamatkan si anak perempuan tersebut dari kejahatan mengerikan yang mungkin saja akan menimpanya! 

Untuk sesaat kedua pihak tersebut ragu dengan apa yang harus dilakukan. Koln hanya terbang kesana-kemari mengitari ruang katredal tersebut, sementara sang kepala polisi berusaha menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan di saat semua anak buahnya telah siaga dengan senjatanya. Namun, tiba-tiba saja, terdengar letusan senjata yang berasal dari salah satu pojok gereja, dan tepat mengenai sayap kanan Koln yang kala itu masih terbang berputar-putar. 

"AAHHHHHH!!!!" Koln menjerit dengan keras saat merasakan sesuatu yang panas dan tajam menempus selaput sayapnya. Ia merasakan tubuhnya oleng ke kanan, dan dengan susah payah berusaha memusatkan perhatian mencari jalan keluar. 

"Tidak!" Lira menjerit, kaget dengan suara tembakan tersebut. Dilihatnya darah segar mengalir di antara selaput sayap sahabatnya. "Tidak, jangan tembak! Jangan tembak!" 

Sementara itu, kepala polisi juga merasa terkejut dengan tembakan tersebut. Meskipun dia tidak bisa menilai apa sebenarnya niat si naga tersebut, tapi sepertinya dia tidak bermaksud jahat pada anak kecil yang terbang bersamanya di punggungnya. Dan lagipula, di atas segalanya, dia harus memprioritaskan keselamatan gadis kecil tersebut. 

"Jangan tembak! Berhenti!" teriak kepala polisi dengan marah. Namun terlambat! Sekali lagi terdengar letusan, dan kali ini kembali mengenai sayap kanan Koln yang saat itu sedang terbang dengan kepayahan. Dia berusaha menahan rasa perih yang kembali menghujam sayapnya tersebut, dan mencoba menilai keadaan. Satu-satunya jalan keluar yang memungkinkan hanyalah pintu utama, karena dari tempat tersebut dia dapat langsung menuju ke halaman terbuka dan terbang menjauhi kota. Tapi sungguh rasa perih yang menusuk-nusuk sayapnya ini membuatnya sangat kepayahan mengepakkan sayap, sehingga tubuhnya oleng ke sana kemari. Dengan kondisinya yang seperti ini, dia tidak yakin bisa terbang cukup jauh dari kota, apalagi dengan Lira di punggungnya. Dia juga mengkhawatirkan keselamatan Lira, karena biar bagaimanapun sahabatnya itulah yang sebenarnya dalam bahaya! Jika sampai mereka berdua tertangkap, maka semua ini akan sia-sia saja! 

"Lira, dengar! Orang-orang itu merencanakan sesuatu yang jahat padamu! Kalau kita berhasil keluar dari tempat ini, aku ingin kau segera menyingkir jauh dari sini, dan sebisa mungkin bersembunyi! Jangan percaya kepada siapapun, bahkan kepada keluarga Evelyne!" 

"Koln, apa yang kau katakan?" Lira bertanya dengan panik.

"Aku akan mengeluarkanmu dari sini, dan aku akan mengalihkan perhatian mereka supaya ada waktu bagimu untuk bersembunyi! Ingat kata-kataku, jangan percaya kepada siapapun!"

Lira, yang mulai menyadari kegawatan situasi ini, mulai menangis dan memeluk erat tubuh Koln, yang saat itu sudah mulai terlihat kepayahan. "Tidak Koln, aku tidak akan pergi tanpamu!" 

"Aku tidak akan kuat terbang lebih dari beberapa kilo, Lira. Lebih baik baik bagimu untuk menyelinap di tengah kerumunan ini daripada kita harus mendarat di padang rumput, akan sulit bagi kita untuk mencari tempat persembunyian"

"Tidak, aku tidak mau berpisah denganmu!" kata Lira dengan berurai air mata. 

"Jangan konyol, Lira. Sekali ini menurutlah padaku! Aku akan mencari akal untuk membebaskan diri, dan kita bisa sama-sama kembali ke Pegunungan Sunyi kalau lukaku sudah sembuh! Kau tahu aku akan bisa melarikan diri dengan mudah begitu lukaku sembuh!" 

Lira, yang mengetahui bahwa tidak ada pilihan lain yang lebih baik dari apa yang dikatakan sahabatnya tersebut, memeluk erat leher Koln. Dirasakannya sisik tebal Koln di kulitnya, dan ia kembali merasakan perasaan nyaman yang sudah sangat lama tidak dia rasakan saat tubuhnya menempel di sisik naga yang keras namun menyejukkan. 

"Sekarang dengar, aku akan menerobos pintu utama, dan aku akan menurunkanmu di sekitar pepohonan di luar sana. Berjanjilah padaku untuk tidak tertangkap!" 

Lira tidak menjawab perkataan Koln. Dia memeluk leher Koln semakin erat, saat kemudian, naga kecil tersebut mengerucutkan sayapnya, bersiap-siap untuk terbang dalam kecepatan tinggi menerobos pintu utama. Saat melakukannya, dia menyemburkan napas apinya, dan mengarahkannya ke deretan bangku di dekat pintu masuk. Tidak ada polisi yang berjaga di sana, sehingga tidak akan ada satu manusiapun yang terluka. Koln melakukannya hanya untuk mengalihkan perhatian mereka. Sayapnya yang terluka terasa semakin perih mengiris-iris, dan segala upayanya menahan sakit serta menyemburkan api tersebut telah menghabiskan banyak sekali energinya. 

Seperti yang diharapkan, para polisi yang berjaga di pintu utama tersebut mundur ketakutan saat melihat naga tersebut menyemburkan apinya, yang dalam sekejap telah mengubah bangku-bangku tersebut menjadi arang. Dengan memanfaatkan kesempatan tersebut, Koln maju melesat dengan cepat menuju luar katredal. Namun, hal tersebut membuat lukanya terasa semakin perih seolah-olah terbakar, dan dia sama sekali tidak bisa menahannya! Tubuhnya semakin oleng, dan dengan sisa-sisa tenaganya, dia ambruk di antara pepohonan di sekitar Katredal yang berbatasan dengan taman kota. 

"Sembunyi!" bisik Koln lemah. "Lari!"

Lira, yang saat itu sudah meluncur turun dari punggungnya, menangis sambil memeluk leher Koln. Perasaannya campur aduk, antara sedih, takut, marah, dan bingung tak tahu apa yang harus dilakukan. Dia sama sekali tidak ingin meninggalkan sahabatnya dalam keaadaan seperti itu, tapi dia tahu jika tidak menuruti kata-kata Koln, maka pengorbanan sahabatnya tersebut akan sia-sia. 

"Aku akan mencari cara membebaskanmu! Aku berjanji!", bisiknya pada sahabatnya tersebut, sebelum kemudian berlari menghilang di antara pepohonan di taman kota. Tak sampai lima menit kemudian, para petugas polisi tersebut berlarian menghampiri tempat Koln mendarat. 

Koln menghembuskan napasnya, sebelum kemudian menutup matanya saat akhirnya melihat tubuh Lira menghilang di antara pepohonan. Setidaknya dia bisa tertangkap dengan lega! 

Petualangan Lira dan Para NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang