Jalan setapak tersebut berujung di sebuah tanah lapang yang dipenuhi dengan rumput berwarna-warni yang sangat indah, yang belum pernah mereka temui di manapan. Di sekeliling tanah lapang tersebut, pohon-pohon besar tumbuh dengan sangat lebat, menaungi tempat tersebut hingga tidak ada cahaya matahari yang dapat menembusnya. Akan tetapi, tempat tersebut dipenuhi dengan kunang-kunang yang berpendar indah berwarna-warni, serta bunga-bunga rumput yang menyala kekuningan seperti obor-obor kecil. Di ujung jalan tanah lapang tersebut, tepat di seberang jalan setapak, sebuah pohon besar yang terlihat sudah tua nampak tumbuh di sana. Pohon tersebut terlihat rapuh namun sekaligus kuat, dengan sulur-sulur panjang yang menjuntai hingga ke bawah. Tepat di bawah pohon tersebut, terdapat sebuah kolam dengan airnya yang sangat jernih, yang menampakkan bebatuan serta pasir warna-warni yang berada di dasarnya. Kolam tersebut tidak terlalu besar dan cukup dangkal. Dari balik pasir warna-warni tersebut, mereka dapat melihat air yang menggelegak kecil dan lembut, tempat di mana mata air tersebut muncul ke permukaan.
"Inikah tempatnya?" kata Lira dengan sedikit berbisik. Suasana tenang dan sunyi di tempat tersebut membuatnya merasa sedikit tercekam.
"Kurasa begitu", kata Koln.
Mereka berdua melangkah mendekati kolam tersebut, dan berjongkok di tepinya, memandangi dasar kolam yang menggelegak, membuat pasir-pasir berwarna-warni yang ada di sana berpusar dengan lembut.
"Menurut legenda, kita harus menemukan cawan suci", kata Lira. Merekapun kemudian mencari di sekitar tempat tersebut, berusaha menemukan cawan suci yang dimaksud.
Tidak cukup waktu lama bagi mereka untuk menemukan sesuatu yang mendekati cawan suci yang dimaksud. Namun, alih-alih menemukan sebuah cawan yang indah seperti yang mereka bayangkan, yang mereka temukan hanyalah sebuah gelas kecil yang terbuat dari kayu yang dipahat, dengan bentuk yang sangat sederhana. Kayu yang digunakan sebagai bahan dasar gelas tersebut nampak telah usang termakan waktu, berwarna kecoklatan pudar dengan guratan-guratan kayunya yang nampak tua, sangat kontras dengan segala macam keindahan yang mereka lihat di tempat tersebut.
"Kau yakin ini cawan yang dimaksud?" tanya Lira.
Koln mengangkat bahunya, sambil berkata bahwa tidak ada benda lain di tempat tersebut yang lebih menyerupai cawan dibandingkan gelas kayu tersebut.
"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya", kata Lira. "Smeagog tidak memberikan petunjuk lainnya lagi"
"Kurasa kita hanya harus meminum air dari mata air tersebut dengan cawan ini", kata Koln.
"Tapi bagaimana kita bisa mengucapkan permohonan kita? Apakah kita meneriakkannya keras-keras? Berbisik pada dasar kolam? Atau bagaimana?"
"Akupun tidak tahu", kata Koln lagi. "Mungkin, kita hanya perlu berkonsentrasi sambil memusatkan pikiran kita".
Karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, merekapun akhirnya duduk di tepi mata air tersebut. Mereka mencelupkan tangan mereka ke dalam kolam ajaib tersebut, dan saat kulit mereka menyentuh air, mereka merasakan sensasi dingin dan menyejukkan yang menyebar hingga ke sekujur tubuh mereka. Belum pernah mereka merasakan hawa sejuk yang sangat nyaman seperti ini, yang memberikan ketenangan batin dan kebahagiaan, yang dalam sekejap bagaikan menghapus segala rasa capek, pegal, sedih, takut dan putus asa yang selama beberapa minggu ini telah menghantui pikiran mereka. Sekejap, mereka seolah-olah merasa tidak menginginkan apapun di dunia ini, selain berlama-lama di tempat ini, hanya menikmati kedamaian ini selamanya.
"Apakah kau siap meminta permohonan?" tanya Koln akhirnya. Lira, yang duduk di sebelahnya, mengangguk.
"Mari segera kita selesaikan semua ini", kata Lira.
Karena tidak tahu apa yang seharusnya mereka lakukan, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk meminum air tersebut dari cawan secara bergantian, sambil berkonsentrasi pada keinginan mereka. Koln, yang menginginkan agar peperangan antara manusia dan naga dapat dicegah sebelum menjadi terlalu parah, akan meminum air tersebut terlebih dulu, lalu disusul dengan Lira yang meminta perdamaian antara kaum naga, manusia dan penyihir dapat terwujud, kembali seperti dulu kala.
Cairan tersebut memberikan sensasi dingin yang menjalar hingga ke seluruh tubuh mereka. Sesaat mereka merasa kedinginan, yang membuat tubuh mereka merinding, namun setelah beberapa saat, saat mereka sudah terbiasa, sensasi dingin tersebut berubah menjadi perasaan sejuk menenangkan, yang membuat mereka seolah-olah telah membuang segala beban yang selama ini mereka tanggung begitu saja. Mereka merasa ringan, tenang, bahagia, dan damai - namun, selain itu, tidak terjadi apa-apa. Sekeliling mereka masih sama, bunga-bunga rumput masih berpendar berkilauan, angin masih bertiup dengan lembut, dan mata air tersebut masih menggelegak lembut.
Merekapun saling berpandangan dengan keheranan, karena dalam hati, mereka berpikir bahwa seharusnya terjadi sesuatu yang besar segera setelah mereka meminum air tersebut. Tepat pada saat masing-masing dari mereka hendak membuka mulut, tiba-tiba saja sebuah pusaran angin kencang meliputi mereka, mengelilingi tubuh mereka dan mengangkat tubuh mereka ke angkasa.
"Koln!!!" teriak Lira, dan tepat pada waktunya, sebelum ia terhempas menjauh, mencengkeram lengan Koln dengan kuat.
"Pegangan, Lira, pegang yang kuat!" serunya.
Entah berapa lama tubuh mereka melayang-layang dalam pusaran angin kencang tersebut. Di sekeliling mereka hanyalah kabut putih yang berputar-putar, yang menghempaskan tubuh mereka naik dan turun bagaikan sebatang bulu yang terhempas kesana kemari karena tertiup angin. Dengan susah payah, Lira mencengkeram lengan Koln agar mereka tidak terpisah, sementara Koln berusaha dengan mustahil mengepak-ngepakkan sayap berusaha mengendalikan arah hempasan angin tersebut.
Hal tersebut seperti terjadi hampir selamanya, sebelum akhirnya pusaran angin tersebut berkurang dan akhirnya berhenti. Mereka mendarat dengan lembut di permukaan datar, tapi kabut tebal yang masih menyelimuti mereka membuat mereka tidak tahu di mana saat itu mereka berada. Setelah kabut mereda, mereka mengamati sekitar, dan alangkah terkejutnya mereka saat menyadari bahwa mereka berada di gua rahasia!
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Lira dan Para Naga
FantasiLira adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh sekawanan naga yang baik hati yang tinggal di pegunungan Sunyi yang sangat terpencil. Lira dibesarkan dengan sangat baik oleh keluarga naga yang mengadopsinya, namun sayangnya, dewan kota Ebers...