"Apa ... apa maksud semua ini?" kata Lira. Dia heran dan sedikit jengkel, mendapati bahwa setelah perjuangan panjang dan melelahkan ini, tiba-tiba saja mereka berada di dalam gua rahasia, yang terletak tak jauh dari sarang mereka!
"Entahlah ... " kata Koln. Dia pun sama bingungnya dengan Lira. Tapi, sifatnya yang lebih tenang dan tidak meledak-ledak seperti Lira memberinya kesempatan untuk memikirkan sejenak apa yang terjadi pada mereka.
"Kau yakin kau sudah meminta dengan benar kan?" kata Lira, yang dijawab dengan anggukan Koln.
"Tidak ada hal lain yang kupikirkan selain permintaanku yang sudah kita sepakati", katanya. "Dan aku sendiri juga heran, kenapa kolam tersebut malah mengirim kita ke tempat ini".
Sementara mengatakan hal tersebut, ia terus memutar otaknya, mengamati sekitar dengan penuh perhatian. Dalam hatinya ia berpikir, bahwa tidak mungkin kolam ajaib tersebut mengirimkan mereka ke tempat tersebut tanpa alasan apapun. Dan ia cukup yakin bahwa mereka telah meminta permohonan dengan tepat, sehingga kemungkinan bahwa danau ajaib menerjemahkan permohonan mereka juga sangat kecil.
"Pasti ada maksudnya, aku yakin ... " kata Koln. Ia melihat ke sekelilingnya, mencoba menemukan misteri di balik semua ini.
"Aku tidak tahu apa maksud lainnya selain bahwa danau ajaib tersebut telah mempermainkan kita!" kata Lira, kesal dan hampir menangis. Ia merasakan kekecewaan meliputi hati dan pikirannya, yang membuatnya hampir menangis karena sedih dan kecewa. Setelah semua hal buruk yang terjadi pada mereka beberapa hari ini, ini adalah hal yang paling buruk yang menimpa mereka! Setelah kegembiraan dan perasaan lega karena akhirnya mereka memperoleh jalan keluar dari segala kerumitan permasalahan ini, tiba-tiba saja mereka dihempas oleh kenyataan bahwa hal ini belum selesai, dan masih ada yang harus mereka lakukan lagi sebelum ini benar-benar berakhir.
Sementara itu, meskipun Koln juga memendam perasaan yang serupa, tapi ia mengerahkan pikirannya untuk mencoba memahami apa yang terjadi. Ia memutar otaknya, dan melihat sekeliling, namun gua tersebut masih tetap sama seperti gua yang mereka kunjungi beberapa waktu yang lalu, dengan ceruk yang tidak terlalu lebar, serta dinding batu yang dingin kelabu, dan semak belukar lebat yang menutupi pintu masuknya.
"Apa yang ada di sini ... " gumam Koln. Sesaat ia nyaris putus asa, karena tidak menemukan apapun yang sekiranya dapat membantunya memecahkan misteri ini, sampai akhirnya, pandangannya tertumbuk pada peti kayu dan pedang berkarat yang teronggok di salah satu sudut gua tersebut. Benda tersebut masih sama seperti saat mereka tinggalkan, hanyalah sebuah peti kayu kuno yang membosankan, serta sebuah pedang besi yang berkarat dan usang.
Koln mendekati kedua benda tersebut, dan mengajak Lira untuk memeriksanya.
"Aku sudah hapal seluruh isinya", gerutu Lira. Ya, ia telah menghabiskan banyak sekali waktu untuk bermain-main dengan selimut tua dan sepatu bayi yang tersimpan di dalam peti tersebut, dan melihat kembali benda tersebut, setelah dia tahu bahwa dia tidak akan bertemu dengan kedua orang tuanya, semua itu terasa sungguh menyakitkan. Dulu, saat dia belum tahu sama sekali mengenai latar belakang dirinya, ia seakan masih memiliki harapan mengenai asal-usulnya, dan bahwa suatu saat nanti dia akan bisa menemukan mereka. Sekarang, tidak hanya mengetahui bahwa kedua orangtuanya telah meninggal, ia juga telah membuang satu-satunya kesempatan baginya untuk bisa bertemu kembali dengan mereka dan menukarnya dengan satu lagi kebingungan!
"Aku tahu, tapi mari kita coba memeriksa lagi dengan lebih teliti, siapa tahu kita melewatkan sesuatu", kata Koln. Di antara mereka berdua, Koln memang yang lebih bisa menguasai emosi dan lebih bisa berpikir jernih, meskipun terkadang sifat terlalu banyak berpikirnya tersebut membuatnya terjebak dalam lingkaran tiada ujung.
Mereka berdua kemudian melakukannya. Lira mengeluarkan isi peti tersebut, yang masih sama seperti saat dulu ia terakhir kali memeriksanya. Tumpukan selimut tua, serta sepasang sepatu bayi mungil yang sudah mulai pudar warnanya. Ia mengeluarkan seluruh benda tersebut, dan memeriksa dasar peti, namun tidak melakukan apa-apa. Mereka telah memeriksa peti tersebut ratusan kali sebelumnya, dan tidak menemukan apapun.
"Bahkan akupun tidak tahu apa yang kita cari di sini", komentar Lira. Ia terduduk di tanah, bersandar di samping peti tersebut.
Koln, yang juga tidak memiliki jawaban yang lebih bagus, memungut pedang usang yang tergeletak tak jauh dari peti tersebut. Ia mengangkat pedang tersebut dengan tangannya, dan membawanya menuju ke pintu gua, berusaha mengamatinya di tempat yang lebih terang.
Pedang tersebut, selain penampakannya yang usang, sepertinya cukup istimewa. Ia tidak memiliki pengetahuan apa-apa mengenai persenjataan manusia termasuk pedang, tapi dari ukirannya yang sudah pudar, hiasan yang tersemat di pangkalnya, serta bentuknya terlihat anggun, sepertinya pedang tersebut cukup istimewa. Mungkin pedang tersebut dimiliki oleh seorang ksatria dulunya, yang telah mengalami berbagai pertempuran sebelum ditinggalkan di tempat ini. Ia berusaha dengan cermat meneliti ukiran yang ada di bilah pedang dan pangkalnya, sampai ketika tanpa sengaja ia menangkap sebentuk ukiran yang menarik perhatiannya.
Di bagian bilah pedang yang dekat dengan pangkalnya, samar-samar ia seperti melihat ukiran berbentuk seekor naga yang tengah melilit sesuatu seperti manusia, sementara di belakangnya nampak guratan-guratan ukiran yang terlihat seperti sebuah sinar! Tapi ia tidak bisa memastikan apakah sebenarnya ukiran tersebut, karena tertutup oleh karat dan memudar oleh besi yang sudah terkorosi. Ia berusaha untuk menggosoknya, tapi cakarnya yang tajam malah justru meninggalkan bekas goresan di sana.
"Lira, kemarilah!" katanya. "Lihat"
Lira, yang saat itu tengah mengibas-ngibaskan selimut mencoba menemukan sesuatu di sana, bangkit dan mendekati Koln.
"Coba kau lihat ukiran ini", katanya.
Lira mengambil pedang tersebut dari tangan Koln. Pedang tersebut terasa berat, bahkan ia merasa agak kesusahan untuk mengangkatnya ke atas, sehingga iapun meletakkannya di tanah. Dia dapat melihat apa yang dimaksud Koln, dan beranjak menuju ke pojok ruangan mengambil segenggam lumut yang digunakannya untuk menggosok pedang tersebut, tepat di bagian ukiran yang dimaksudkan Koln.
Saat kemudian bagian pedang tersebut sudah cukup bersih, mereka kembali mengamati ukiran tersebut. Kini, mereka dapat melihat dengan jelas, bahwa gambar naga yang nampak seperti melilit manusia tersebut sebenarnya sedang mengitarinya, seorang laki-laki yang berdiri membawa pedang yang bercahaya, dengan seekor naga yang mengitarinya seakan-akan sedang melindungi si laki-laki tersebut. Di bawah gambar tersebut terdapat pahatan kecil yang nampak seperti tulisan, sangat kecil sehingga nyaris tak terlihat. Lira kembali menggosokkan lumut di bagian tersebut, dan mencoba membaca apa yang tertulis di sana.
"Solas an t-saoghail", Lira mengucapkan apa yang tertulis di sana, bahasa Galia kuno yang berarti cahaya alam semesta.
Sebuah keajaiban tiba-tiba terjadi ketika ia selesai mengucapkan kalimat tersebut. Sesaat, dari mulut gua, mereka seperti melihat langit berpendar dengan sangat terang, seperti terdapat sebuah tirai cahaya di sana, yang kemudian terbelah menjadi dua, dan menampilkan sosok seekor naga yang sangat besar, gagah dan menyeramkan, terbang ke arah mereka.
Mereka terkejut dengan kemunculan naga raksasa tersebut, yang datang tiba-tiba dari langit yang terbelah, sebelum menyadari bahwa naga tersebut adalah Smeagog! Tubuhnya yang besar terbang dengan anggun ke arah mereka, dan tepat di depan mulut gua, ia kemudian berhenti dan tetap mengepakkan sayapnya. Mulut gua tersebut terlalu kecil baginya, sehingga ia harus melayang-layang di udara.
"Halooo, kita bertemu lagi", katanya, dengan suaranya yang lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Lira dan Para Naga
FantasíaLira adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh sekawanan naga yang baik hati yang tinggal di pegunungan Sunyi yang sangat terpencil. Lira dibesarkan dengan sangat baik oleh keluarga naga yang mengadopsinya, namun sayangnya, dewan kota Ebers...