Bab 11 - Lira Dirawat di Ebersberg

13 1 0
                                    

"Mamma! Mamma!" seru Koln ketika mereka sudah mendekati mulut gua. Seperti perkiraannya, saat itu induk naga sedang ada di sana, sedang menyiapkan makan malam. 

"Demi Tuhan, Koln! Kenapa kau berteriak seperti kesetanan seperti itu?", kata induknya, yang tergopoh-gopoh menyambut Koln di mulut gua. 

"Astaga! Kenapa Lira?" induk naga memekik demi melihat Lira, yang saat itu masih terkapar di punggung Koln, tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Koln! Kau nekad membawa Lira terbang dan membuatnya terjatuh???" teriaknya. 

"Tidak Mamma! Aku menemukan Lira sudah seperti ini! Dia jatuh dari tebing mamma!" kata Koln, yang saat itu tidak dapat menahan tangisnya. 

Tidak ada waktu bagi induk naga untuk bertanya lebih lanjut. Ia segera menyuruh Koln memindahkan tubuh Lira ke punggungnya, dan dimintanya Koln mengambil kain untuk mengikat tubuhnya ke salah satu bagian sirip induk naga yang agak menonjol supaya tidak jatuh. Dalam kondisi normal, seorang manusia tidak perlu mengikat tubuhnya di sirip naga saat terbang, kecuali jika mereka akan terbang dengan sangat cepat. Beberapa manusia juga memasangkan pelana ke tubuh naga jika perjalanan mereka cukup jauh, tapi, seiring berjalannya waktu, memasang pelana di tubuh naga dianggap menghina dan kurang sopan, sehingga sekarang hampir tidak ada yang melakukannya lagi. Tapi, berhubung ini adalah kasus khusus, dan induk naga harus segera membawa Lira ke Ebersberg, dia tidak ingin mengambil resiko. Begitu melihat Lira yang tak sadarkan diri dan terluka cukup serius, dia memutuskan untuk membawa Lira ke dokter di Ebersberg. Lira harus ditangani oleh manusia! 

"Bilang pada kakakmu untuk meneruskan memasak! Dan segera cari ayahmu atau Bjork, suruh dia segera menyusul ke Ebersberg, ke rumah Tuan Dokter!" kata induknya tegas. 

Koln, yang masih menangis karena panik, menyaksikan tubuh induknya terbang melesat menuju Ebersberg. Dia kemudian melakukan semua yang disuruh induknya, sambil menangis tersedu-sedu di sepanjang jalan. Dia sangat takut kalau Lira tidak bisa selamat. Dia menceritakan semua yang terjadi pada ayahnya, yang mendengarkannya dengan serius, dan segera bersiap untuk terbang menyusul istrinya. 

"Apakah ... apakah aku boleh ikut?", tanya Koln. Wajahnya saat itu sungguh benar-benar kacau dan menyedihkan, yang bahkan membuat ayahnya ragu sejenak sebelum memutuskan. 

"Baiklah!" katanya. "Terbang di belakangku, karena kabut sekarang sedang tebal. Aku tidak ingin menambah masalah lagi dengan satu anak naga yang hilang tersesat ditelan kabut!" 

Jarak dari sarang mereka ke Ebersberg membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk terbang. Tapi karena hari itu cuaca berkabut, mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai di kota danau tersebut. Salah satu sistem navigasi naga yang penting adalah misainya yang sensitif, yang bisa mendeteksi objek-objek di dekatnya, sehingga dengan begitu, meskipun mereka terbang di antara kabut, mereka bisa menghindar menabrak bebatuan. Meskipun begitu, mereka tetap harus berhati-hati, karena kabut bisa sangat menyesatkan! 

Setibanya di Ebersberg, mereka langsung menuju rumah Tuan Dokter yang sudah mereka kenal dengan baik. Induk naga terlihat berada di sana, tengah mengobrol dengan Tuan Dokter di beranda. 

"Bagaimana keadaannya?" tanya ayah naga. 

"Bisa dianggap, Lira sangat beruntung kali ini!" kata Tuan Dokter. "Istrimu mengatakan bahwa mungkin dia jatuh dari ketinggian 20 meter di tebing penuh batu, tapi untungnya tidak ada luka serius di kepala. Beberapa tulangnya patah memang, tapi bisa segera pulih kembali dengan pengobatan yang tepat". 

Ayah naga mengembuskan napas lega, meskipun masih menyimpan kecemasan. Setidaknya, meskipun ini kabar buruk, tapi tidak terlalu buruk!

"Aku khawatir dia tidak bisa pulang hari ini, Rasmus!", kata Tuan Dokter pada ayah naga. "Lukanya cukup serius, dan dia belum boleh banyak bergerak. Apakah tidak apa-apa jika dia tinggal di Ebersberg dulu selama beberapa hari?" Tuan Dokter dan ayah naga saling memanggil nama karena mereka berdua memang dekat satu sama lain. 

"Apapun yang menurutmu perlu dilakukan, Johannsen!" kata ayah naga. "Apapun demi Lira kami! Lakukan apa yang kau anggap perlu!" 

Tuan Dokter mengangguk-angguk. "Dan mungkin kita akan perlu Livet Gras untuk mempercepat penyembuhannya. Bisakah kau mengusahakan itu, Rasmus? Atau Elena?" katanya pada ayah dan induk naga. 

"Kami akan mengusahakannya, Tuan Dokter! Besok pagi kami akan terbang ke puncak untuk mengambil Livet Gras!" 

"Dan kau, anak muda! Koln!" kata Tuan Dokter kemudian, berpaling ke arah Koln. "Ah kau sudah tumbuh menjadi naga muda yang gagah!" - katanya lagi. Tuan Dokter memang sangat dekat dengan keluarga naga. Bahkan, beberapa kali ayah naga membawa Tuan Dokter ke sarang mereka, ketika anak-anak mereka dulu masih kecil dan sakit ini itu, atau sekadar makan malam. Sekarang Tuan Dokter sudah tua, badannya tidak bisa lagi menahan dinginnya hawa di puncak yang tinggi, termasuk juga menahan tiupan angin yang terasa menusuk tulang. 

"Dengar nak, apa yang kau lakukan hari ini sunggut amat berani! Tanpa dirimu, mungkin Lira tidak akan selamat! Kerja yang bagus, nak!" 

Koln tersipu-sipu mendengar pujian Tuan Dokter. Dia merasakan pipinya memerah, dan hidungnya mengeluarkan uap tipis - tanda kalau seekor naga sedang malu. 

"Bolehkah ... bolehkah aku menengok Lira?" katanya tersipu. 

"Oh, tentu saja!" kata Tuan Dokter. "Dia ada di ruangan di samping bangunan ini, jendela nomor dua. Kau bisa menengoknya dari jendela saja ya, karena badanmu sekarang sudah terlalu besar untuk masuk lewat pintu utama! Dan perlu kuperingatkan, dia sedang tidak sadar karena kami baru saja memberinya obat bius! Jadi kalian belum bisa mengobrol tentang petualangan kalian hari ini ya!"

Koln segera meninggalkan mereka, dan pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh Tuan Dokter. Melalui jendela kecil di samping bangunan, ia bisa melihat Lira yang masih tak sadarkan diri. Tubuhnya terbalut selimut bulu berwarna putih dan terlihat nyaman. Dia tidak bisa melihat tubuh Lira secara keseluruhan, tapi dia melihat bahwa beberapa bagian di kepalanya terlihat lebam dan diperban. Sekilas, sahabatnya itu nampak tidur dengan tenang dan damai, yang membuat Koln berpikir ketakutan bahwa jangan-jangan Lira telah mati! 

Seorang perawat masuk, dan dia menyingkap sedikit selimut yang menutupi tubuh Lira untuk menyuntikkan sesuatu. Koln bisa melihat bahwa tangan dan kaki sahabatnya tersebut dibalut perban, mungkin di tempat tulang-tulangnya patah. Tapi di luar itu, Lira terlihat damai. Luka-lukanya sudah dibersihkan, dia tidak kelihatan kesakitan (mungkin karena pengaruh obat bius atau anti nyeri yang diberikan Tuan Dokter), dan dia terlihat seperti tidur nyenyak dengan damai. 

"Cepat sembuh ya, Lira", gumam Koln lirih. Dia sedih membayangkan malam ini harus tidur sendiri. Dia memejamkan mata, dan dalam hati berdoa dengan bersungguh-sungguh agar Lira bisa selamat dan kembali seperti sedia kala, dan mereka akan segera mewujudkan rencana petualangan mereka di gua rahasia, serta petualangan-petualangan lain yang selalu dikhayalkan Lira. Apapun akan ia lakukan agar sahabatnya tersebut sembuh, termasuk mewujudkan segala fantasi gila dan tidak masuk akal Lira. Sungguh, belum pernah sekalipun dalam hidupnya Koln berdoa dengan begitu sungguh-sungguh seperti sekarang. 

Petualangan Lira dan Para NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang