Malam itu, setelah memastikan bahwa seluruh kota sudah benar-benar terlelap, Koln keluar dari persembunyiannya. Sejenak dia berputar-putar sebentar di angkasa malam, dengan tetap memastikan bahwa dia berada di ketinggian yang aman. Koln belum sempat mengenali kota tersebut, dan dalam kegelapan malam itu, di ketinggian, tersembunyi di balik awan yang sesekali melintas menutupi angkasa, ia berusaha sebaik mungkin merekam seluk beluk kota tersebut. Dia masih mengharapkan keberuntungan untuk dapat menemukan Lira, tapi hal tersebut sama saja seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Setelah lewat tengah malam, Koln kembali menyelinap ke katredal. Kali ini ia tidak kembali ke menara tempatnya bersembunyi, tapi masuk ke dalam bangunan utama katredal, dengan kubah yang sangat besar dan langit-langit yang sangat tinggi. Katredal tersebut sangat besar, bagian dalamnya penuh dengan patung-patung dan ornamen-ornamen yang sangat indah. Di sepanjang dinding katredal tersebut terdapat ceruk-ceruk kecil berhias patung-patung. Koln terbang melintasi ruangan tersebut, dan menemukan sebuah tempat pas di balik sebuah patung besar di samping mimbar. Di belakang patung tersebut terdapat sebuah ceruk yang cukup besar untuk menyembunyikan diri, dan dari tempat tersebut dia dapat mengamati siapapun yang keluar masuk dari pintu utama maupun pintu samping. Sungguh sangat cocok untuk bersembunyi sekaligus mengamati keadaan.
Koln tidak yakin di bagian mana dari katredal tersebut orang-orang tersebut akan menjalankan rencananya, tapi dia berasumsi bahwa tempat tersebut adalah yang paling memungkinkan, mengingat ruangan tersebut cukup besar dan banyak terdapat pintu-pintu yang menuju ke lorong-lorong yang menghubungkannya dengan ruangan-ruangan lainnya. Sekarang, Koln hanya tinggal berharap bahwa kali ini tebakannya benar.
Sementara itu, saat Koln tengah berputar-putar di kegelapan malam, Lira tengah berbaring dengan gelisah di kamarnya. Evelyne telah lama terlelap sejak beberapa saat lalu. Dia merasa bersemangat dengan hari-harinya di Ibukota, tapi entah mengapa, ia merasakan kegelisahan yang membuatnya tidak dapat memejamkan mata malam itu. Sejak tadi dia hanya membolak-balikkan badannya di atas kasur, dan saat akhirnya ia menyerah, Lira bangkit dan membuka tirai jendela yang terletak di samping tempat tidurnya. Dulu, di rumahnya, saat ia tidak bisa tidur, mamma akan mengizinkannya tidur di ceruk di dekat pintu masuk gua mereka, agar ia bisa memandang langit malam dan bintang-bintang sampai ia terlelap. Lira sangat suka melihat langit malam, dengan bintang-bintang bertebaran di atasnya, seolah-olah dunia di atas sana adalah sebuah labirin yang penuh dengan rahasia dan petualangan. Semburat kabut nebula berwarna putih yang menyelubungi jutaan bintang tersebut membuatnya semakin cantik dan misterius. Mamma pernah mengatakan padanya bahwa kabut nebula tersebut adalah air mata seekor induk naga yang kehilangan anaknya karena si anak naga tersebut tidak mengindahkan nasihat induknya untuk tidak terbang terlalu tinggi dan hilang di angkasa. Induk naga tersebut sangat sedih, dan dia terbang menyusul anaknya ke angkasa, terbang berputar-putar mencari anaknya tersebut di antara bintang-bintang.
Langit ibukota sungguh berbeda dengan langit di Pegunungan Sunyi. Di sini, dia tidak dapat melihat bintang-bintang tersebut dengan leluasa, kalah oleh gedung-gedung dan cahaya lampu yang lebih menyilaukan. Dan sesaat, sangat sekilas, Lira merasa seperti melihat sebuah kilatan biru melintas di angkasa, kilatan yang sangat dikenalinya sebagai mata naga. Lira sempat terkesiap, menyangka bahwa itu adalah Koln, tapi ia segera menepis pikirannya tersebut. Tidak mungkin itu Koln, dia ada jauh di pegunungan sunyi, dan kecil kemungkinannya Koln akan menyusulnya kemari, apalagi mengingat bahwa perjumpaan terakhir mereka tidak begitu menyenangkan.
Jika saja saat itu Lira melongokkan badannya ke jendela, atau melihat lebih teliti ke arah langit untuk memastikan bahwa apa yang baru saja dilihatnya adalah benar-benar nyata, mungkin saja ketegangan yang terjadi di hari-hari selanjutnya tidak perlu terjadi. Jika saja Lira, satu menit saja, mengamati bahwa cahaya kebiruan tersebut terbang berputar-putar selama beberapa saat setelah kemudian hilang secara misterius di pusat kota, mungkin saja mereka tidak perlu mengalami hari-hari penuh kekacauan yang kemudian akan mereka alami. Bahkan, pada kenyataannya - aku akan membocorkan rahasia pada kalian - mungkin saja malam ini adalah malam terakhir bagi Lira dapat menikmati malam-malam damai di atas kasur empuk dan selimut yang hangat melindungi tubuhnya. Tapi untuk sesaat, mari kita tidak perlu mencemaskan hal tersebut saat ini. Masih akan banyak hari-hari lain yang menegangkan dan perlu kita cemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Lira dan Para Naga
FantasyLira adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh sekawanan naga yang baik hati yang tinggal di pegunungan Sunyi yang sangat terpencil. Lira dibesarkan dengan sangat baik oleh keluarga naga yang mengadopsinya, namun sayangnya, dewan kota Ebers...