Bab 50 - Kembali ke Pegunungan Sunyi

8 1 0
                                    

Begitu keluar dari gedung kantor polisi, Koln mengembangkan sayapnya lebar-lebar, dan mulai menghentakkannya kuat-kuat, membawa tubuhnya terbang ke angkasa. Jika saja tidak sedang terjebak dalam urusan yang sangat genting, ia pasti akan menikmatinya - setelah berhari-hari terjebak dalam penjara bawah tanah yang lembab dan hanya memberikan sedikit ruang untuk bergerak, dapat kembali terbang dan merasakan kembali angin yang berdesir di sela-sela kulitnya, serta sinar matahari yang mengenai siripnya dan memberikan kehangatan sungguh sangat menyenangkan. Namun tidak ada cukup waktu untuk melakukan itu semua! Dengan segera, Koln dan Lira melesat menuju ke arah balai kota. 

Mula-mula, Koln terbang agak tinggi untuk melihat keadaan. Dilihatnya di sana, di halaman balai kota, ayahnya sedang duduk menunggu dengan tenang, dengan sayap yang terlipat dan tidak menyadari adanya bahaya di sekelilingnya! Dan seperti kata Tobias, sekitar tigaratus meter dari tempat ayahnya duduk menunggu, para tentara telah menyiapkan meriam, jaring-jaring besi dan pelontar, serta beberapa alat lainnya yang nampak menyeramkan. Koln dan Lira juga dapat melihat bahwa di beberapa tempat strategis, di menara-menara dan gedung-gedung tinggi di sekitar balai kota, para penembak jitu juga sudah bersiap diri, bersiap untuk membidik Rasmus kapanpun Tuan Besar Gubernur memerintahkannya. 

Baik Koln maupun Lira tidak memiliki rencana spesifik apapun untuk menghadapi keadaan ini. Satu-satunya hal yang terpikir hanyalah ia meluncur dengan cepat ke bawah, sambil berteriak pada ayahnya untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Maka, iapun melakukannya tanpa berpikir lebih panjang lagi. 

"Ayah, cepat menyingkir!!!" teriaknya, sambil terbang cepat meluncur ke bawah. 

Seketika, perhatian semua orang langsung tertuju ke angkasa, ke asal suara tersebut. Dan begitu menyadari bahwa seekor naga tengah terbang melesat dengan cepat ke arah mereka, orang-orang yang berada di sekitar balai kota langsung panik. Sebagian besar dari mereka, para penduduk sipil, berlari berhamburan menjauh dari tempat tersebut, sementara para tentara yang berjaga di sana, yang tidak siap dengan kemunculan tiba-tiba seekor naga lainnya, kebingungan dan ragu-ragu di pos masing-masing. 

"Menyingkir ayah!!! Mereka hendak menangkapmu!" teriak Koln lagi. 

Sementara itu, Rasmus, yang juga kaget dengan kemunculan tiba-tiba putranya dari angkasa, untuk beberapa saat tidak dapat mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Dia baru menyadarinya ketika didengarnya Tuan Besar Gubernur berteriak, memerintahkan pada pasukannya untuk menangkap naga tersebut. 

"Tangkap mereka! Tangkap keduanya!" kata Tuan Besar Gubernur, yang juga sama terkejutnya dengan yang lainnya demi melihat kemunculan Koln yang tiba-tiba, memberikan perintah untuk segera menangkap kedua naga teresbut. 

Tak berapa lama kemudian, suasana yang sudah kacau balau tadi menjadi bertambah kacau balau, ketika kemudian para tentara tersebut menembakkan jaring-jaring besi ke arah Rasmus. Rasmus, yang langsung menyadari apa yang terjadi, segera melesat ke angkasa, menjauhi hiruk pikuk tadi. Dia baru saja hendak melesat ke angkasa, ketika tiba-tiba saja, dari arah selatan, dilihatnya seorang penembak jitu sedang mengarahkan senapannya ke arah Koln. 

Saat itu Koln sedang terbang menghindari tembakan meriam dari bawah, sehingga ia tidak memperhatikan apa yang datang dari arah sampingnya. Saat ia menyadarinya, semuanya sudah terlambat! Matanya yang tajam dapat melihat peluru tersebut melesat dalam kecepatan kilat ke arahnya, tanpa ia sempat menghindar! Koln sudah bersiap untuk merasakan peluru tersebut menembus bagian tubuhnya, timah panas yang menimbulkan rasa terbakar yang menyakitkan. 

Namun, alih-alih merasakan kesakitan, Koln justru merasakan sebuah tumbukan hebat di tubuhnya, yang membuatnya terpental ke arah kanan! Nyaris saja ia menabrak menara balaikota jika ia tidak dengan sigap menghindar. Saat ia berhasil menguasai kesadarannya, ia melihat tubuh ayahnya oleng ke bawah! 

"Pappa!!!" teriak Koln, gugup melihat ayahnya yang jatuh ke bawah, nampak oleng dan kesulitan mengendalikan arah terbangnya. Terlihat darah menetes di bagian pangkal sayap kanannya - rupanya saat peluru tadi melesat menuju ke arah Koln, ayahnya melaju kencang dan mendorong tubuh Koln menjauh, menghindari terjangan peluru tersebut. Namun malang, peluru tersebut justru menembus tubuh Rasmus, dan dia kehilangan keseimbangannya sehingga oleng ke bawah. 

Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh para tentara. Mereka segera menghujangi Rasmus dengan tembakan dan jaring besi, yang membuat Rasmus semakin sulit menguasai diri oleh tembakan dari segala arah. Meskipun tubuh naga ditutupi oleh sisik yang sangat kuat yang tidak akan tertembus oleh peluru biasa, namu ada beberapa titik yang menjadi kelemahan mereka - yang sepertinya dimanfaatkan oleh tentara tersebut. Mereka membidik Rasmus di sekitar sayap dan kulit perutnya, sementara tembakan meriam yang mengenai tubuhnya, meskipun tidak memberikan luka yang signifikan pada tubuhnya, tapi memberikan kelembaman yang membuatnya susah untuk mengendalikan arah terbangnya. 

Salah satu dari kelompok pasukan tersebut kemudian berhasil menembakkan jaring besi ke arah Rasmus. Jaring tersebut sangat kuat dan berat, dan saat mengenai tubuh Rasmus, ia menjerat dengan erat tubuh naga malang tersebut. Sia-sia saja Rasmus berusaha membebaskan dirinya, semakin ia bergerak, jaring tersebut semakin erat menjerat tubuhnya. Akhirnya, lelah kehabisan tenaga serta didera rasa sakit dari luka tembak di beberapa bagian tubuhnya, naga malang tersebut jatuh ke tanah. 

"Pergi! Kembali ke rumah dan peringatkan ibumu!" kata Rasmus, di tengah kesakitannya. 

"Pappa!!!" teriak Koln. Ia secara reflek terbang mendekat ke ayahnya, namun dicegah oleh Lira, yang saat itu duduk sambil memegang surai Koln dengan erat. 

"Ayahmu benar, Koln! Tidak ada yang bisa kita lakukan! Cepat pergi! Kita harus menyingkir dari sini!", katanya. 

Hati Koln serasa dicabik-cabik saat kemudian ia terbang menjauh, meninggalkan ayahnya yang saat itu terjatuh tak berdaya dan diringkus oleh para tentara. Ingin rasanya ia terbang kembali ke sana dan membakar mereka dengan napas apinya, namun ia tahu bahwa semua itu akan sia-sia saja, bahkan justru akan membuat mereka berdua tertangkap. Jumlah mereka terlalu banyak, dan perlengkapan yang mereka siapkan cukup untuk bertempur menghadapi sepuluh ekor naga! 

Akhirnya, dengan berurai air mata, Koln terbang menjauh dari ibukota. Ia tidak menyadari kemana mereka terbang, yang dia pikirkan hanyalah terbang setinggi mungkin dan secepat mungkin, menjauh dari kerumunan manusia jahat itu, meninggalkan ayahnya yang saat itu tengah terluka tak berdaya. 

"Tenang, Koln, tenang, kuasai dirimu", kata Lira dengan lembut, berusaha menenangkan sahabatnya. "Kita akan mencari akal bagaimana membebaskan ayahmu!" - katanya, berusaha menenangkan, meskipun dalam hati kecilnya iapun tak tahu apa yang harus dilakukannya. 

Petualangan Lira dan Para NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang