Agni memandang genta dari kursi bayinya dengan tatapan penuh selidik, otak kecilnya mungkin sedang membertimbangkan laki-laki asing di depannya ini sebagai kategori bersahabat atau makhluk yang akan dilawan dengan jeritan histeris. Lalu senyum lebar mengembang di wajah mungilnya, menampakkan dua buah gigi kecil yang mulai tumbuh.
"O yeah, she she like you," kataku.
Genta menyapu dahinya yang tidak berkeringat. "Pheeww ... akhirnya. Yang baru saja lebih menegangkan dari pada presentasi dengan klien bisnis."
Aku tertawa, mengambil mangkuk makan Agni yang isinya sudah tandas.
"Halo Agni ... ini Om Genta, teman baru Mama kamu. Mmm ... mudah-mudahan sebentar lagi naik kelas tidak hanya menjadi teman."
"I heard that. Jangan bersengkongkol dengan Agni!" teriakku dari dapur. Ketika menoleh, Agni sudah beralih tempat ke pangkuan Genta, tangan mungilnya sedang menggapai-gapai dagu tegas pria itu.
Genta terlihat sangat normal dengan Agni, tidak ada aura canggung tampak dari dalam dirinya, juga Agni, terlihat sangat nyaman dengan sosok yang baru saja dia kenal, mulut mungilnya tidak henti-hentinya mengeluarkan kekehan lucu.
"Apa ini termasuk salah satu pengalaman teraneh kamu?" tanyaku.
"Hem?" Genta mendongak ke arahku.
"Datang ke tempat cewek dan kamu bermain-main dengan bayi?"
"Ini yang pertama kali." Dia terkekeh ketika tangan mungil Agni menarik kupingnya. "Aku punya dua keponakan dari adikku, jadi bayi or anak kecil is no stranger to me."
"Pantes, kamu terlihat sangat nyaman dengan Agni."
Suatu hal baru yang sangat aneh tetapi juga sangat normal sedang berlangsung apartemenku, Agni yang terlihat sangat menikmati berada di dekat Genta. Keduanya tampak sudah mengenal satu sama lain selama berbulan-bulan, bukan beberapa menit yang lalu. Dua makhluk yang sedang terkikik bersama itu menimbulkan gelombang hangat di dalam tubuhku, sesuatu yang membuatku bahagia sekaligus takut. Apakah ini hal nyata yang akan terus berada di dalam hidupku atau hanya ilusi sesaat saja?
*
Genta sedang mengeluarkan makanan yang baru saja terkirim ketika aku keluar dari kamar Agni setelah berhasil menidurkannya.
"Nggak ada orang yang nungguin kamu?" tanyaku sambil mengeluarkan piring dari rak.
"Aku nggak bakalan berada di sini kalau ada yang nungguin aku."
"I know. Stupid question." Dia menyendokkan phad thai ke dalam piringku dan beberapa tusuk sate yang terlihat menggiurkan. "So ... kamu sudah tahu tempat tinggalku, kantorku, tapi aku nggak tahu apapun tentang kamu."
"Ask me questions, aku akan menjawab dengan suka cita."
Ok, ini memang aneh. Seorang laki-laki duduk di dalam apartemenku, menikmati phad thai hangat yang baru saja terkirim melului aplikasi delivery online. Selain Riyan, suami Mbak Rani, belum pernah ada lelaki yang menginjak tempat ini. Maksudku selain tukang ledeng dan teknisi yang beberapa kali datang untuk membenarkan listrik. Dia adalah lelaki yang tertarik terhadapku.
"Ok ... mmm, mulai yang paling basic. Apa profesi kamu?"
"A banker. Bukan untuk komersial, tetapi investment bank. Boring ya, beda dengan pekerjaan kamu di bidang fashion, pasti sangat dinamis."
"Investment banker boring? Yang bener aja."
Dia menyodorkan kartu nama dengan logo salah satu bank investasi besar yang berkantor pusat di Swiss.
KAMU SEDANG MEMBACA
Occupation, Motherhood
RomanceBatari Kirana sedang berada di puncak karirnya. Di usia 32 tahun dia menjadi business manager lokal pertama di industri fashion kelas dunia tempatnya bekerja. Muda, enerjik dan ambisius, dengan mudah dia mendapatkan cinta dan wibawa dari anak buahn...