"Hi!"
Genta memberikan kecupan kecil di bibirku. Aku membalasnya dengan gugup, jantungku berlompatan seperti kawah gunung berapi yang siap meledak kapan saja, suara derap jantungku melebihi dentuman meriam. Mudah-mudahan dia tidak bisa mendengar suara dug durudug dug dug dari dalam sana.
Gabriel tampak terkejut ketika dengan terburu-buru aku memintanya pergi, pantatnya seperti terpaku dalam dengan sofa.
"You have a boyfriend?" Ekspresi di wajahnya tampak terkejut? Kecewa? Entahlah. Aku tidak mempunyai waktu untuk menganalisa emosinya saat itu, yang paling mendesak adalah memintanya untuk pergi. Secepatnya! Dengan kecepatan the flash kalau perlu. Dia harus sudah hilang dari sini ketika Genta datang.
"Hi," balasku dengan nada ceria yang terdengar teramat sangat dibuat-buat.
Dia memberikan tatapan menyelidik.
Tentu saja dia tidak percaya. Tentu saja dia bisa mencium ada sesuatu yang tidak beres.
"Ada apa denganmu hari ini?" matanya masih memandang gerak-gerikku dengan penuh selidik.
Tidak ada apa – apa, sungguh. Aku hanya baru saja mengusir lelaki yang tidak kamu kenal dari apartemen ini. Namanya Gabriel, dan oh ya ... dia adalah bapaknya Agni. "Hhmm ... hah, kenapa memang?"
"Kamu terlihat ... aneh."
"Aneh? Kamu ada – ada aja." Aku mencubit lengannya, lebih keras dari yang aku niatkan, tertawa dengan tingkat kegaringan level akut
"Aawww ...."
"Sorry!"
"Aku bawa ini," dia melambaikan kantong plastik berisikan bungkusan nasi padang dari restoran padang favoritku.
"Noooooo ...."
"Kenapa?"
"Kamu mau bikin aku gendut?"
"Nggak, aku cuman lagi laper berat."
"Hhhmm ... tadinya aku pikir kamu thoughtful," aku mencembik.
Dia meraup ku mendekat ke arahnya, tangannya yang besar meremas pangkal lenganku, memberikan sentuhan yang hangat dan menenangkan. Sentuhan Genta yang aku kenal dan selalu berhasil membuatku merasa nyaman.
"Agni sudah tidur?"
"E hem."
"Hhmm ... aku kangen banget dengan bocah itu."
Aku mengambil piring dari rak dapur sementara dia mengeluarkan bungkusan nasi padang yang tampak sangat menggoda itu dari dalam kantong plastik.
"Ada penghuni baru di lantai ini? Tadi aku melihat ada bule turun dari arah lantai sini."
Deg!
Dia berpapasan dengan Gabriel? Bagaimana bisa? Dari sekian lift yang tersedia di tower ini, bagaimana bisa dia berpapasan dengan Gabriel?
"Oh ... umm ... mungkin, aku nggak tahu." Suaraku terdengar kering, tidak meyakinkan. Ya Tuhan, jangan biarkan dia tahu kalau aku berbohong.
"There is something about him yang membuatku teringat dengan Agni."
Ok, saat ini aku ingin tenggelam saja. Hilang. Lenyap dari muka bumi. Tapi tunggu, nanti siapa yang akan mengurus Agni.
"Hhhmm ... yaaamm, lapar." Sesungguhnya, rasa lapar ku sudah hilang. Tergantikan oleh rasa gugup yang teramat sangat. Aku hanya ingin mengalihkan perhatiannya saat ini dari Gabriel, maksudku bule yang baru saja berpapasan dengannya. "How are you?"
Tiba-tiba aku menemukan sesuatu yang tidak saja akan bisa mengalihkan perhatiannya, tetapi juga hal yang paling menggelitik akhir-akhir ini.
"Sibuk. Pake banget, dan masih akan berlangsung sampai dua minggu ke depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Occupation, Motherhood
RomanceBatari Kirana sedang berada di puncak karirnya. Di usia 32 tahun dia menjadi business manager lokal pertama di industri fashion kelas dunia tempatnya bekerja. Muda, enerjik dan ambisius, dengan mudah dia mendapatkan cinta dan wibawa dari anak buahn...