Sudah tiga hari berlalu, Genta masih terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku tahu tentang kesibukan pekerjaan, sangat tahu, tetapi kesibukannya kali ini jatuh di saat yang tidak tepat. Disaat Gabriel membombardir aku setiap hari untuk bertemu Agni atau sekedar mengajak makan siang bersama. Bukan berarti selingkuh tetapi sampai saat ini aku berusaha menolak ajakannya, tapi untuk bertemu dengan Agni, anaknya sendiri? Aku tidak berhak untuk melarangnya. Baik dia ataupun Agni sama-sama mempunyai hak untuk bertemu.
Itu sebabnya hari ini aku mempersilahkan Gabriel untuk datang ke apartemen, bertemu dengan Agni. Lagi pula, tidak ada harapan untuk bisa bertemu dengan Genta. Pria itu seperti tersedot ke dalam tumpukan pekerjaan, susah untuk dihubungi apalagi untuk ditemui.
Satu-satunya komunikasi intim yang aku terima berupa pesan yang terkirim semalam, setelah melewati jam normal. Dia menanyakan kabarku dan Agni, and he miss us.
Itu saja.
Aku biarkan pesan itu mengambang tidak terjawab, toh percuma saja, seandainya aku jawab sekalipun, belum tentu dia mempunyai waktu untuk membacanya.
Sampai ketika ponselku berdering, sesaat setelah aku mengirimkan pesan ke Gabriel untuk menunggu di lobi kantor jam 5.30 sore.
"Halo," jantungku berdetak kencang ketika mengucapkan satu kata simple tersebut, seperti seorang maling ayam yang tertangkap basah dengan seekor ayam jago di kepitan lengannya.
"Hi, apa kabar? Apa kamu masih dalam periode ngambek sekarang?"
"Hah? Ngambek?"
"Iya. Nggak ada jawaban dari pesan yang aku kirim semalam."
Aaaaah. "Oh, itu ... mmm, aku cuman ... belum sempet." Suaraku terdengar lebih keki dari yang aku niatkan.
"Hhhmm sounds like ngambek." Dia mengambil jeda sebentar. "Nanti sore aku mampir ke apartemen? Say ... 5.30?"
Mati aku!
Sumpah aku tidak selingkuh, bahkan berniatpun tidak, tetapi aku juga belum mempunyai persiapan untuk mempertemukan Gabriel dan Genta. Sooner or later mereka harus bertemu, dengan Genta sebagai pacarku dan Gabriel ayah biologis Agni, tetapi aku belum merencanakan itu dalam waktu dekat. Bahkan mungkin tidak dalam satu atau dua bulan kedepan. Atau ... satu tahun?
Masalahnya. Aku tidak tahu bagaimana menerangkannya ke Genta dan tidak berani membayangkan reaksinya.
"Tari ...."
"Oh ... eh, ya?"
"5.30, aku jemput ke kantor?"
Alasan ... alasan, cepat cari alasan. "Aku ada meeting dengan Sweden jam 5, mungkin akan berlangsung agak lama."
"Ok, aku langsung ke apartemen aja then. Aku bisa jagain Agni selama kamu kerja."
What!
"Oh ... Agni sama Mami. Iya, tadi aku sudah bilang bahwa aku akan pulang telat. Jadi Mami akan bawa Agni balik agak telat juga."
Kali ini jantungku berdetak lebih kencang dari genderang marching band.
"Ok ... jam berapa selesai meeting? Aku bisa kerja dulu lalu jemput kamu, kita bisa balik bareng."
Entah kenapa hari ini dia begitu gigih, apakah dia bisa mencium ada sesuatu yang mencurigakan.
"7.30? Mungkin?"
"Tumben. Nggak biasa-biasanya kamu lembur sampe semalam itu."
Ladies and gentelment, I tell you, bohong itu tidak gampang, jadi kalau kalian tidak kepepet, jangan coba-coba untuk melakukannya. Jangan melakukannya titik!
KAMU SEDANG MEMBACA
Occupation, Motherhood
RomanceBatari Kirana sedang berada di puncak karirnya. Di usia 32 tahun dia menjadi business manager lokal pertama di industri fashion kelas dunia tempatnya bekerja. Muda, enerjik dan ambisius, dengan mudah dia mendapatkan cinta dan wibawa dari anak buahn...