Semua yang terjadi, Genta dan keluarganya, berimbas pada hubungan kami. Seharusnya sekarang kami mempererat genggaman, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Aku seperti berdiri di tepi jurang, sangat takut terpeleset kalau sedikit saja aku salah melangkah. Aku mencintai Genta, tetapi aku tidak ingin dia terbuang jauh dari keluarganya. Apalagi itu semua gara-gara aku, karena kehadiranmu.
"Akhir-akhir ini kamu terlihat sangat suntuk," kata Gabriel di suatu sore ketika dia mengunjungi Agni.
"Masa sih? Cuman banyak kerjaan saja," kilahku dengan nada tidak meyakinkan.
"You know, you are not very good at lying."
Busted!
Dia memang bukan pacarku. Tidak secara official, tetapi dia termasuk dalam lingkaran kecil orang-orang yang dekat denganku. Beberapa kali seminggu kami bertemu, di tambah dia adalah bapak dari puteriku. Mungkin kami memang mempunyai hubungan spesial.
Aku menarik napas. "Cuman ... lagi ruwet aja."
"Your boyfriend?"
Aku mengangguk dengan lemah.
"Kalian masih berantem?"
"Kami nggak pernah berantem. Hanya ... ruwet."
"Aku pikir hanya berantem yang membikin ruwet dalam urusan berpacaran."
"Kamu sudah berapa kali berpacaran sih? Masa nggak tau urusan ruwet dalam dunia pacaran."
"Bisa dihitung dengan jari."
Aku memutar bola mata.
"What?"
"Kamu. Dengan ...," aku melambaikan tangan ke arahnya. "Dengan tampang seperti kamu, tidak mungkin bisa dihitung dengan jari."
"Jangan samakan pacaran dan sekedar tidur dengan perempuan. Itu beda jauh."
Keningku berkerut, dalam otakku langsung bertanya-tanya berapa banyak perempuan yang sudah dia tiduri. Ah, aku nggak ingin tahu, lagipula itu bukan urusanku. Dia bisa saja tidur dengan perempuan berbeda setiap malamnya, aku tidak peduli.
"Memang ... berapa banyak wanita yang sudah kamu tiduri?"
Mulutku berkhianat.
Dia mengerutkan kening, sangat dalam, aku yakin ada garis-gari membekas di sana setelahnya. "You don't want to know."
Aku menutup mulutku dengan kedua tangan, mata terbelalak. "That many?"
"Memang berapa banyak pikirmu?"
"Selama kamu di Indonesia, berapa banyak wanita yang sudah kamu tiduri?" Informasi ini lebih penting buatku. Lebih spesifiknya, setelah dia bertemu denganku, dia sudah tidur dengan berapa banyak wanita. Tapi ... tunggu, kenapa aku ingin sekali mengetahui informasi itu. Bukannya itu tidak penting buatku?
"Itu nggak penting. Lagian aku tidak tidur dengan wanita manapun saat ini." Ada semburat merah di pipinya.
"Maksudnya?"
"Aku nggak tidur dengan wanita manapun saat ini."
"Kenapa, kamu lagi kehilangan mood untuk urusan seks?" suaraku yang terdengar sangat antusias benar-benar menghianati maksudku yang ingin bergaya cool.
"Kamu benar-benar ingin tahu?"
"E hem," aku mengangguk dengan kecepatan super sonic.
Dia menarik napas, seperti sedang menata apa yang hendak dia katakana selanjutnya. "Karena, kamu."
"Me?" aku meletakkan jari telunjuk ke dadaku.
"Yep!"
"Why?" Dentuman tidak teratur mulai tercipta di dadaku.
"Do you really not know?" Mata biru teduh itu menatapku lekat.
Aku menggeleng lemah. Kami memang sudah berciuman, tetapi aku tidak pernah kepikiran dia tidak tidur dengan perempuan lain karena aku.
"Batari Kirana." Dia menarik napas. "Karena kamu selalu sibuk memenuhi kepalaku, membuat aku tidak berminat ke perempuan lain."
Aku mematung. Tidak bisa berkata-kata. Otakku kosong, tidak berhasil memproduksi satu pemikiranpun. Bahkan secuilpun tidak bisa.
"H – how ...,"
Dia menarik napas, wajahnya menunjukkan bahwa aku baru saja melemparkan pertanyaan yang sangat bodoh.
"Do you really have to ask?"
Otakku berputar. Percikan itu memang ada, padaku. Tidak seberapa besar, tetapi aku tahu itu ada di sana. Tetapi aku berpikir, itu semua karena sejarah kita. Maksudku, biarpun hanya satu malam, kita pernah tidur bersama. Hot sex. Kadang aku masih menginginkannya. Baiklah ... aku jujur, aku sering menginginkannya kembali.
"Gabriel. Kamu bisa mendapatkan perempuan manapun, kalau itu karena Agni, aku tidak akan pernah menuntut kamu berbuat lebih dari yang sekarang sudah kamu lakukan. Itu sudah cukup."
"Aku tidak mau perempuan manapun. Lagipula, fakta bahwa kamu adalah Ibu dari anakku, bukannya itu adalah sebuah alasan yang lebih dari tepat?"
"Gabriel. Aku ... aku ...," aku tidak tahu apa yang ingin aku katakan.
"Tari ...," dia meraih tanganku, menggenggamnya erat. "Aku tahu kamu mempunyai pacar, aku menghormatimu, itu sebabnya aku menahannya. Tapi sepertinya, sekarang aku tidak bisa menahannya lagi. Aku menginginkan kamu."
Bayangan Genta melintas di kepalaku. Mamanya, perempuan brengsek itu, hubungan kami yang penuh drama. Apakah aku akan menjadi seorang pengecut apabila aku lari ketika jalan kami sedang berbatu?
Gabriel, pria tampan yang sedang menggenggam tanganku, ayah dari putriku. Seseorang yang sepertinya tulus mencintaiku. Alasan apa lagi yang membuatku tidak menggapai kemungkinan itu. Agni akan bisa hidup bersama ayahnya, selamanya. Dan aku ... apakah aku juga mencintai Gabriel?
Lalu terjadi kembali. Untuk ketiga kalinya. Gabriel memagut bibirku, menyapukan lidahnya dengan lembut.
"Don't tell me that you don't feel this," suaranya terdengar lembut.
Wajah kami hanya berjarak beberapa senti, jantungku berpacu dengan liar. Ini bukan hanya nafsu birahi semata, aku juga merasakannya. Desiran hangat setiap kali aku berada sangat dekat dengan pria bermata biru ini.
Seperti bunga, bukankah cinta adalah suatu rasa yang bisa dipupuk dan disiram? Mungkin rasa itu tidak terlalu besar sekarang di sudut hatiku, tetapi aku bisa membuatnya tumbuh berkembang. Gabriel adalah ayah dari Agni, dia sepertinya tulus mencintaiku, alasan apa lagi yang aku butuhkan? Lagipula bukankah dicintai lebih baik dari mencintai.
Aku memandang ke kedua mata berwarna biru itu, mencari kepastian tentang diriku di sana, do I want this? To be with him?
Perlahan aku memangkas jarak di antara kami, menggenggam kedua matanya sejenak lalu menambatkan bibirku ke atas bibirnya. Aku bisa mencintai lelaki ini.
*****
Author's note :
Hayo loh ... hayo loh, terus gimana sekarang?
Hari senin mohon maaf tidak update yah, saya harus terbang pulang dari negeri kincir angin ke Afrika lagi cintah. Sampai ketemu lagi hari selasa, oke ... oke.
Have a great weekend everyone, yang belum follow Asoka Biru, monggo di follow.
Xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Occupation, Motherhood
RomanceBatari Kirana sedang berada di puncak karirnya. Di usia 32 tahun dia menjadi business manager lokal pertama di industri fashion kelas dunia tempatnya bekerja. Muda, enerjik dan ambisius, dengan mudah dia mendapatkan cinta dan wibawa dari anak buahn...