Setelah kejadian malam itu dengan Gabriel, setiap kali aku bertemu Genta seperti sedang berhadapan dengan seorang kepala BIN. Setiap saat aku dihantui kekhawatiran bahwa dia akan mengetahui sesuatu telah terjadi antara aku dan Gabriel. Perasaan bersalah, gugup, semuanya campur aduk menjadi satu.
Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada Genta? Tidak, itu bodoh. Bagaimana aku bisa terlintas mempunyai pemikiran untuk menjelaskan kepada Genta. Bahwa aku make out dengan pria yang pernah tidur denganku hampir dua tahun yang lalu?
Lebih baik aku menyimpan ini semua. Tidak perlu ada yang tahu. Itu lebih bagus. Aku tidak mempunyai perasaan apapun terhadap Gabriel. Tidak. Tidak sedikitpun.
Really?
Lalu kenapa hampir setiap malam sosok bermata biru itu selalu hadir di dalam kepalaku. Bahkan tidak jarang aku membayangkan tidur dengannya. Having sex. Panas. Liar. Dia adalah fantasiku, lelaki yang bisa memberiku kepuasan lagi dan lagi dan lagi.
Ya Tuhaan, kenapa aku begini. Membayangkan sesuatu yang liar dengan Gabriel. Aku ingin orang itu adalah Genta. Iya, bahkan aku sudah mencoba untuk menggantikannya. Dalam fantasiku, wajah yang sedang menindihku dengan gagah adalah Genta, bukan Gabriel.
Tidak berhasil.
Why. Why. WHY??!!
Bagiku Genta adalah sosok pria yang baik. Gentleman. Bukan seseorang yang bisa membuatku berfantasi liar.
Mungkin aku harus tidur dengan Genta. Lalu semuanya akan terbukti tidak benar. Genta adalah sosok gentleman dan juga bisa menjadi sosok yang liar di atas ranjang.
Ide yang bagus. Aku harus tidur dengannya. Maksudku, dia adalah pacarku, tidak ada yang salah untuk tidur dengan pacar sendiri. Aku yakin selama ini Genta menginginkannya, dia menahannya karena menghormati pilihanku.
Tunggu. Bagaimana aku akan mengajaknya untuk tidur. Having sex? Out of the blue aku dorong dia ke atas ranjang?
For God sake, aku ini perempuan 33 tahun, kenapa untuk mengajak pacarnya sendiri tidur saja menjadi sesuatu yang rumit begini.
Aku menggeleng kasar, mencoba mengusir semua pemikiran melantur dalam kepalaku.
"Tari ...."
"Hah ... apa?" kataku. Genta memberikan tatapan aneh. Ya Tuhan, dia tahu. Dia tahu!
"Kamu melamun dari tadi."
"Masa sih? Enggak kok, cuman ... cuman banyak kerjaan." Aku mencari-cari alasan, jangan sampai dia tahu bahwa kepalaku dipenuhi dengan pikiran seks, seks dan seks.
Dia mengerutkan kedua alisnya. "Biasanya kalau banyak kerjaan kamu sibuk cerita, bukannya bengong."
Biasanya aku suka Genta yang sangat tahu aku luar dalam, tapi tidak kali ini. Aku tidak suka ketika dia tahu aku berbohong. Aku tertawa garing, sangat tidak meyakinkan. "Masa sih?"
"What's wrong?" Dia beralih duduk di sisiku.
Aku memandang wajahnya, memberanikan diri menatap kedua mata teduh itu, walaupun mungkin beberapa detik kemudian, dia akan mengetahui bahwa aku berbohong. Mengetahui bahwa aku sudah make out dengan Gabriel.
"I miss you," aku beringsut ke arahnya. Dengan gerakan canggung dan terlalu dibuat-buat aku mendekatkan wajahku ke arahnya.
"Hmmm ... ada yang aneh." Dia meneliti wajahku, sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman kecil.
"Enggak. I just want to kiss you." Yes, make out. Ini tak tik bagus, setelah ini aku bisa mengajaknya ke tempat tidur. Agni sudah pulas di la la land, jadi kami bisa all out tanpa terganggu. Aku mendaratkan bibirku ke bibir Genta, lalu melumatnya dengan sepenuh hati. Atau ... paling tidak itu yang aku maksudkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Occupation, Motherhood
RomanceBatari Kirana sedang berada di puncak karirnya. Di usia 32 tahun dia menjadi business manager lokal pertama di industri fashion kelas dunia tempatnya bekerja. Muda, enerjik dan ambisius, dengan mudah dia mendapatkan cinta dan wibawa dari anak buahn...