17.🌦

18 2 0
                                    

Dua minggu kemudian....

Shaka menyisiri rambutnya di depan kaca, sedikit berpose-pose keren untuk melihat seberapa keren dirinya. Sedetik kemudian ia tertawa melihat betapa konyol nya dirinya di cermin.

Setelah kepergian neneknya dua minggu lalu, sekarang shaka sedikit berdamai dengan dirinya dan mengikhlaskan kepergian neneknya.

Ia tidak ingin terpuruk terlalu lama,ia tau neneknya pasti tidak suka melihat diri nya terus menangis setiap hari. Jadi walaupun shaka masih merasa sedikit sakit dengan kepergian neneknya, ia akan berusaha untuk tersenyum kembali.

Lalu bagaimana dengan orang tuanya?, shaka tidak pernah mendengar kabar mereka lagi. Mungkin sekarang mereka sibuk mengurus perceraian dan waktu itu shaka mendengar bahwa ibunya akan menikah sebentar lagi.

Shaka tidak peduli mau di undang atau tidak, ia lebih memilih hidup sendirian daripada bersama mereka.

Shaka melirik jam di dinding, ia lalu bergegas mengambil tas dan langsung menuju garasi untuk menyambut motornya.

Ia sempat menyapa tante asih tetangganya di sebelah, tante asih sedikit lega melihat shaka baik baik saja. Ia sempat berkeinginan untuk mengajak shaka tinggal bersama namun cowok itu menolak dan memilih untuk tinggal sendiri.

Shaka memasang helmnya dan naik ke motor. Tanpa basa basi langsung tancap gas ke sekolahnya.

Tak butuh waktu lama, sekitar lima menit ia sudah sampai di sekolah. Memang kalo urusan ngebut shaka paling jago, sekarang tidak ada lagi yang memarahi dirinya kalo ngebut, dulu nenek shaka selalu marah jika dia ngebut.

Ya, shaka jadi sedih sekarang dirinya tidak ada yang memarahi.

Shaka berjalan menuju kelasnya, sempat menegur teman-teman nya yang lewat. Ia menghentikan langkahnya saat tali sepatunya lepas, shaka berjongkok dan mengikat tali sepatunya.

"Shaka, lo udah baik baik aja? ".tanya seseorang, shaka mengangkat kepalanya menatap orang itu.

"Emangnya sebelumnya gue kenapa? ".tanya shaka sambil tersenyum, ia lalu berdiri.

Arma terkekeh hambar lalu memukul lengan shaka. "Lo jangan sok baik baik aja gitu kampret".

"Iya, gue sekarang udah baik baik aja".shaka menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil tersenyum kikuk ke arah arma. "Sorry ya gue ngerepotin lo akhir akhir ini"

"Gapapa, gue tau di tinggal orang tersayang lo itu sulit. Wajar lo gitu".ucapnya sambil merangkul shaka. Mereka lalu berjalan menuju kelas bersama.

"Ngomong-ngomong soal trauma lo... "

Shaka mengeluarkan kantong obat dari sakunya dan menunjukkan pada arma sebagai jawaban.

Arma menghela nafas. "Jadi emang gak bisa sembuh ya?... "

"Gue gatau, dulu masih ada nenek gue masih ada harapan buat gue sembuh...".shaka terdiam beberapa saat.

"Mungkin sekarang udah enggak ada harapan".

Shaka tersenyum pahit. "Mungkin seumur hidup gue bakalan terus bergantung sama obat ini".

"Selain nenek lo memangnya gak ada yang lain yang bisa bantu lo sembuhin ini? ".

"Gue gatau"

"Kenapa lo gak coba cari tau, misalnya waktu lo kambuh lo meluk siapa gitu...pasti ada selain nenek lo kan".arma terpikir suatu ide. "Gue kan deket sama lo nih, kalo misalnya lo kambuh terus gue peluk lo bakalan tenang gak? ".

Shaka terdiam sesaat, memikirkan dirinya di peluk oleh arma entah kenapa ia merasa jijik. Tanpa sadar cowok itu memasang wajah jijik pada arma sampai membuat arma mengumpat.

Heal MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang