Interlude: After Ending

403 55 33
                                    

Tiga buah kotak ukuran tak terlalu besar di kamar tua tak berpenghuni mencuri perhatian satu-satunya insan yang ada di ruangan tersebut. Gadis berseragam putih biru itu merapat ke pintu kamar, matanya bengkak berkaca-kaca dan wajahnya merah padam dibuai larutan emosi.

Tok.. tok..

"Jozefien!" Pintu digedor-gedor dari luar, kendati akses masuk itu tak kunjung terbuka lantaran tangan nisa berjenama Jo itu menggenggam kenop pintu yang terkunci.

"Buka pintunya, Jo! Kasih tau siapa dalangnya!"

Suara bariton dari luar sana membuat hati Jo tambah sakit. Sumpah demi apapun, mendengar pria paruh baya itu mengejarnya dan menuntut penjelasan membuat akal sehat Jo hancur.

"Kasih Jo waktu, Pa...." katanya dengan suara lirih.

Membawa segenap perasaan berat, gadis itu berhenti bersandar pada pintu saat gedoran pintu dan suara bariton pria di seberang hilang. Ia melangkah mendekati tiga buah kotak kecokelatan yang ada di dalam ruangan berisikan properti-properti anak balita tersebut. Netranya tak lepas memandangi serangkaian tulisan di sana.

In je armen, voor Jozefien

Pergelangan tangan lebam Jo mengusap aliran air mata di wajahnya. Gadis itu berlutut, menyentuh permukaan tutup kotak berdebu berikut.

Sudah lama sekali Jo tidak melihat organisir antik yang lebih sering disembunyikan rapat-rapat oleh ayahnya ini. Tidak jauh dari kotak berlabel bahasa Belanda, ada dua kotak lainnya yang terlihat baru dan bersih.

Jo membuka kotak berdebu itu. "Aahkkh..." Ia merintih perih begitu luka di pergelangan tangannya tak sengaja bergesekan dengan sudut kotak.

Kendati setelah penyimpanan bersifat rahasia itu terbuka, yang Jo temukan hanya lah berupa tumpukan-tumpukan amplop cokelat tebal yang diikat menggunakan rami. Terselip dua buku tebal nan sampul keras di salah satu sisi kotak.

Jo mengamati isi kotak tersebut dengan pandangan seksama. Tangannya bergerak masuk ke dalam kotak, mengangkat satu tumpukan amplop hingga kumpulan barang-barang lain yang tidak dibungkus apa-apa mengotori telapak tangan Jo yang merah.

Rompi, lanyard keanggotaan suatu yayasan besar, bingkai-bingkai foto dan foto yang tercecer di luar bingkainya, serta beberapa medali penghargaan dari perunggu hingga emas.

Jo meraih kertas foto kekuningan yang ada. Potret gadis rupawan bersama anak-anak berciri khas aborigin di pesisir pantai memanjakan matanya, sudah tidak asing lagi dengan siapa saja tuan-puan yang ada dalam lembar fotografi tersebut. Ketika fotonya dibalik, Jo menemukan sedikit informasi mengenai memori di dalamnya

2026, Ekspedisi Ibu Pertiwi; Raja Ampat #2

Masih menggenggam erat lembaran foto tersebut, perhatian Jo lalu teralihkan pada sebuah buku di dalam kotak. Ia mengembalikan foto tersebut ke tempat semula dan meraih buku usang tersebut, karya fiksi dengan sampul siluet hitam silver setengah wajah pria.

Kacang Almond karya Patrecia H. Rajasa ada di genggaman. Jo menarik lendir di hidungnya dan meletakkan perhatian lebih pada novel lawas di tangan kirinya. Gadis itu mengusap sampul keras nan tebal tersebut hingga gambarnya bisa ia lihat lebih rinci lagi.

Jo mengangkat novel tersebut ke arah jendela yang disiram cahaya matahari. Garis-garis silver di sampul novel seketika berubah warna, bikin mata perempuan berusia empat belas tahun itu membelalak menahan tangis. Jika tadi kover buku hanya garis-garis siluet sederhana, kini penglihatan Jo menangkap objek pria yang tiga kali lipat lebih jelas dari sebelumnya. Lagi dan lagi, ia menemukan rupa tak asing dari kotak antik berlabel bahasa Belanda ini.

Jo menurunkan buku tersebut saat matanya terasa perih lagi. Ia mengusap sketsa pria di kover buku tersebut, berusaha menahan gejolak tangisnya yang tiba-tiba datang.

"They injured your daughter, Sir." Padahal belum lama ini Jo melihat visual serupa pria dalam sketsa buku berikut, tapi entah kenapa Jo sudah ingin kembali ke pelukan hangatnya.

Jo membuka buku tersebut, sebuah tajuk dengan tanda tangan dan nama penulis muncul di depan mata. Saat ia meneruskan membalik halaman pertama, untaian kalimat singkat yang mengisi bagian tengah halaman jadi objektivitas mata.

Don't look back in anger, Jozefien. God knows how to take revenge on cowards.

Starring by :

Starring by :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Will be updated as soon as possible (this week)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Will be updated as soon as possible (this week). Please stay tune!

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang