09. Great Opportunity Still Wait For Me

179 36 32
                                    

“To discover something truly great, one must set sail and leave the shore of comfort.”
— Khang Kijarro Nguyen

◀❇❇✳❇❇▶

Dua hari setelah Galen memberitahu sedikit informasi tentang Visus Mendaki menuju Lombok, Hazel baru bicara kepada Danu. Momentumnya masih sama seperti sebelumnya, saat Hazel dan Danu duduk berhadapan diantara makanan pokok. Sebab memang waktu terbaik untuk saling bertatap muka dan bicara panjang hanya saat waktu makan malam.

Setelah menghabiskan seporsi hidangan sate ayam, Hazel mulai membicarakan hal tersebut pada sang ayah. Danu yang masih mengenakan setelan kemeja dan celana kain hitam itu lebih banyak mendengarkan alih-alih bersuara, ia syahdu menikmati panekuk pertama buatan Hazel.

"Jadi kalo Hazel ikut, belajar Hazel nggak akan terganggu. Pelaksanaannya juga udah selesai seminggu sebelum PTS."

Awalnya, basa-basi dimulai dengan Hazel yang memberitahu kepada Danu jika yayasan yang kemarin ia cicipi akan melaksanakan pengabdian di suatu daerah, Danu tidak bertanya lebih lanjut dimana daerah yang dimaksud makanya Hazel terus terang bahwa pengabdian itu dilaksanakan selama delapan hari termasuk perjalanan. Selain mengabdi, wisata edukasi juga akan dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, Hazel semakin terang-terangan membicarakan minatnya terhadap kegiatan pengabdian berikut. Hazel membicarakan keuntungan yang ia dapatkan, solusi dari resiko yang mau tidak mau ia rasakan, serta seperti apa yayasan yang menaungi acara pengabdian berikut.

Danu mendorong piring panekuknya yang habis kemudian melipat tangan di atas meja. "Sejak kapan kamu tertarik buat masak?"

"Udah lumayan lama," kata Hazel. "Tapi baru dilakuin sekarang, ini pertama kali."

"Pertama kali?"

Hazel mengangguk.

"Pancake-nya enak." Hazel tersenyum cerah mendengar pernyataan tersebut, bikin si pembicara juga tersenyum. Danu meneruskan kata-katanya, "tapi papa kurang menikmati karena obrolan kamu."

Senyuman di wajah Hazel mendadak punah. Bahu gadis itu turun, "papa..."

"Hazel, volunteering nggak semudah yang kamu ceritain ke papa. Kamu nggak bisa bertahan kalo kamu nggak tanggap sama diri sendiri, fisik dan mental kamu harus kuat, belum lagi sifat kamu yang cenderung cuek itu harus ekstra ramah buat menghadapi masyarakat di daerah sana. Iya kalau diri kamu bisa menyesuaikan, tapi kalau enggak?"

"Hazel mau coba hal baru, pah."

Setelah bicara panjang dan mendengarkan jawaban singkat anaknya, Danu diam seraya mengamati wajah Hazel yang memohon. Wajah lelahnya terlihat kian sayu, pria itu diam-diam menghembuskan napas panjang tanpa Hazel ketahui.

"Dimana?" tanya Danu.

Hazel mengulum bibir. "Lombok."

Lombok itu jauh, butuh perjalanan lama dan biaya yang lumayan mahal untuk pergi ke sana. Danu harus mau membiarkan anak perempuannya pergi seorang diri tanpa ada yang menjaga. Hazel yang masih tidak berani tidur di kamarnya kalau hujan petir, Hazel yang mudah menangis di depannya, Hazel yang manja dan masih membutuhkan bantuan asisten rumah tangganya. Dengan segenap karakter yang Danu ketahui di rumah, bagaimana mungkin ia melepaskan Hazel dengan mudah?

"Boleh papa tanya sedikit tentang ini?" Danu bertanya lagi. Ketika gadisnya mengangguk, pria itu melekatkan pandangannya. "Kenapa harus relawan?"

Hazel termangu beberapa saat. "Maksud papa?"

"Kamu bisa milih hal lainnya buat cari pengalaman baru. Forum anak, forum hukum, atau forum sosial lain yang lingkupnya masih anak-anak seumuran kamu."

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang