4th Chapter; An Angelic Girl Who Fell For Him

121 20 0
                                    

Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama
—Maudy Ayunda

◀❇❇✳❇❇▶

"Kita beneran udahan nih?"

"Saya udah nyaman sama kalian."

"Jangan lupain satu sama lain ya."

Di lokasi perpisahan, anggota divisi pendidikan Gili Satu itu memberikan tatapan sendu. Kelimanya berdiri melingkar sehingga bisa menatap satu sama lain, tangannya saling berkaitan memberikan genggaman hangat.

Sudah satu bulan lebih pemuda pemudi itu berada di kelompok yang sama dan menjalin kerja sama demi mencapai tujuan bersama. Perdebatan isi kepala yang berbeda, letihnya berurusan dengan perancangan program kerja yang terus-menerus direvisi, turun langsung ke medan perang, berbagi banyak hal bersama-sama selama delapan hari terakhir, itu semua bukan lah sesuatu yang sederhana karena harus mengorbankan banyak hal.

"Kak Lika jangan nangis, dong..." Yesaya menatap Alika yang sudah berkaca-kaca dan bibirnya naik menahan tangis, pria itu jadi turut merasakan hal serupa.

Dibilang begitu, air mata Alika malah turun. Gadis itu langsung melepas gandengan tangan Hazel untuk menutup wajahnya, isak tangisnya sudah tak mampu ditahan-tahan lagi.

"Kak Lika..." Hazel sekonyong-konyong ikutan menangis kemudian lari pelukan Alika. Dua perempuan divisi itu merengkuh satu sama lain.

"Lah?" Yesaya melotot panik.

Kavi langsung menyenggol pundak Yesaya. "Gara-gara lo, nih."

"Iihh..." Suara Yesaya ikutan sendu.

Galen terperangah. "Udah, udah. Kak Kavi bercanda doang, jangan nangis."

Sebuah aturan tak tertulis dalam hidup; jangan meminta orang yang sedang menahan tangisnya untuk tidak menangis. Berlaku untuk perempuan maupun laki-laki.

Yesaya ikut menitikkan air mata. Pria itu merentangkan tangannya minta dipeluk, bikin Kavi dan Galen menghela napas pendek. Namun tetap saja, Kavi dan Galen berhambur ke pelukan Yesaya.

"We're a perfect team, guys." Yesaya bicara dengan suara serak.

Kavi menepuk-nepuk punggung Yesaya dan menahan senyum. Sama seperti yang lainnya, ia turut merasa sedih karena ia akan berpisah dengan rekan-rekan sedivisinya. Kavi yang selama ini dituntut untuk menjadi pemimpin dan perantara aspirasi anggotanya kepada formatur Visus Mendaki, Kavi juga yang harus memerhatikan setiap anggotanya selama kegiatan. Alhasil, Kavi turut menjadi saksi bisu setiap gerak-gerik anggotanya yang manis.

Tiga pria itu berhenti berpelukan, diikuti dengan Hazel dan Alika. Pelukan satu tim kini terjalin begitu kelimanya kompak bersatu mempersempit lingkaran yang sebelumnya terbentuk. Suara isaak tangis menjadi satu. Milik Alika, milik Hazel, maupun milik Yesaya.

Kavi menahan napasnya sejenak untuk bicara. "Sukses ya, guys. Makasih kerja kerasnya sebulan terakhir, saya nggak akan lupain susah senengnya kalian jalanin tugas-tugas divisi."

"Kamu juga harus berterimakasih sama diri kamu sendiri, Kav." Alika menyahut dalam pelukan bersama itu. "Kamu ketua yang keren."

Kavi mengangguk-anggukan kepalanya dengan wajah teduh, senyumnya terpampang jelas. "Ayo kita berterimakasih sama diri kita masing-masing!"

Pelukan tersebut tidak lama kemudian segera terlepas. Masih dalam posisi melingkar, banyak diantaranya yang tertawa tanpa alasan.

"Oh iya, buat kak Alika..."

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang