19. Last Session With A Grateful Season

119 21 0
                                    

Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa di beli
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
—Ipang

◀❇❇✳❇❇▶

Tidak terasa, hari kelima pengabdian selesai begitu saja dengan lancar dan meriah. Hari terakhir tidak lagi membicarakan soal tugas dari setiap divisi melainkan menonjolkan persatuan dan validasi pada khalayak bahwa Visus Mendaki bukan hanya sebatas komunitas yang mencari judul pengalaman. Program kerja terbesar mereka yang berjudul 'Semarak Merpati' menjadi bukti kalau kontingen pendatang itu sungguh-sungguh dalam memajukan desa.

Divisi lingkungan mengutarakan keberhasilan mereka dalam pembuatan jalur irigasi yang belum terealisasikan sebelumnya, pelatihan daur ulang pupuk kompos, penanaman tanaman obat keluarga, dan lainnya. Divisi kesehatan sukses besar dengan general check up serta pembekalan dan pemenuhan gizi ibu dan anak. Divisi ekonomi mencapai target membantu para pelaku UMKM melalui berbagai kegiatan dan melakukan pengembangan ekonomi umat. Sementara pendidikan bersinar karena program kerja hubungan intrapersonal dan peningkatan budaya literasinya sukses dalam jangka waktu lima hari saja.

Balai desa di dekat pesisir pantai itu ramai oleh orang-orang yang memeriahkan acara. Di tepi-tepi hamparan, ada beberapa kios sederhana yang menjual manisan kekinian dan aksesoris lucu tanpa meninggalkan corak kedaerahan.

Galen berlari cepat di pesisir mengalahkan banyak peserta lari estafet paruh awal. Orang-orang terkesima, tak terkecuali mereka yang mengenal siapa itu Galene Rajasa berdasarkan berita di media sosial.

"KAKAK GALEN!"

"KEREN BANGET, KAK!"

"WHOOO!"

Yesaya menggigit bibir sekalian tersenyum kemenangan mendengar seruan-seruan mendukung dari tapi medan. Begitu Galen tiba dan memberikan stiknya, pria itu segera angkat kaki dan lari cepat ke arah Kavi.

Menunggu. Menunggu. Menunggu.

.. Lah? Kok sepi? Tidak ada sorakan?

Tidak ada dukungan-dukungan membara seperti sebelumnya. Kesepian itu membuat Yesaya menoleh ke belakang, hanya untuk menemukan Hazel sedang bagi-bagi puding pada anak-anak. Kampret.

Yesaya memberikan stiknya pada penduduk asli desa yang akan diteruskan menuju garis finish. Pria itu berkacak pinggang mengamati interaksi manis Hazel dengan anak-anak kemudian mengalihkan pandangannya pada Galen, secarik senyum menggoda muncul.

"Biasa aja kali, bro, ngeliatinnya." Yesaya mesam-mesem sendiri.

Galen memutus pandangannya dari Hazel menuju Yesaya. Ia tak membalas apa-apa selain senyum tipis, malu mendengar Yesaya bicara demikian dengan suara yang agak kencang. Galen yakin bukan hanya dirinya sendiri yang mendengar hal tersebut, tapi orang lain juga pasti mendengarnya.

Suara peluit berbunyi sangat nyaring. Galen dan Yesaya hanya butuh melongokkan kepala untuk menghasilkan senyum kemenangan di wajahnya, penduduk asli yang menjadi andalan terakhir tim sampai paling awal di garis akhir.

"LET'S GO, KAQ MUNARIS!" Yesaya bertepuk tangan heboh.

Orang yang dipanggil Munaris itu tertawa kemudian menghampiri rekan sekampungnya (yang berlari sebelum Galen), Galen, dan Yesaya. Keempatnya melakukan tos ringan sebagai apresiasi satu sama lain, juara satu lomba estafet sudah ada di genggaman tangan.

Kontingen lari estafet segera pergi dari lapangan setelah babak penentuan mereka habis. Munaris, Galen, Yesaya, dan Baiq menghampiri Hazel dan anak-anak desa.

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang