Materi pembelajaran pada pertemuan pertama Galen dengan mata pelajaran kimia adalah termokimia. Tapi boro-boro belajar materinya, datang-datang, guru kimianya langsung memberikan latihan soal kepada seluruh siswa dengan dalih, "minggu kemaren udah saya jelasin, sekarang langsung latihan aja ya."
Alhasil, buku tulis Galen hanya diisi dengan soal tanpa jawaban. Berikut ada empat soal yang diberikan terkait entalpi dan pembakaran.
Pria itu melirik diam-diam ke arah Hazel yang sudah duduk santai akibat pekerjaan selesai lebih dulu. Kepala Hazel menunduk agak dalam, sebuah barang pipih canggih menyala di balik meja menampilkan laman chat dengan seseorang.
Merasa aman, pandangan Galen naik ke arah lembar jawaban Hazel yang terbuka lebar. Mata Galen menelisik dalam apa saja yang ia baca di sana, hanya untuk meringis kecil lantaran tidak mengerti apa-apa. Saat pandangan Galen pindah lagi ke arah Hazel, pria itu semakin dipeluk kebodohan ketika Hazel telah menatapnya penuh selidik seolah bicara, ngapain liat-liat?
"Udah selesai semuanya?" Guru kimia-Pak Dimas menginterupsi kelas.
Hazel melirik ke arah buku Galen yang masih bersih dari goresan pensil. "Udah, pak," katanya bersama murid-murid lain.
"Tukar sama teman sebangku, kita bahas bareng-bareng. Yang salah jangan dibenerin, yang bener jangan disalahin."
Galen mengamati buku latihannya dengan buku latihan Hazel yang super super berbeda bobot isinya. "Lo mau tuker?" tanyanya.
Hazel mengedikkan bahu. Kendati, ia langsung menukar bukunya dengan buku Galen tanpa suara. Gadis itu menunjuk ke arah jawaban-jawaban soalnya, "kalo ada yang bingung tanya aja."
Kalau Hazel peka, Hazel harusnya tahu jika Galen bingung dengan semuanya.
Papan tulis besar berlapis kaca pak Dimas garisi menjadi empat bagian sama besar. Pria itu berdiri di sisi papan tulis seraya mengangkat spidolnya sebatas kepala, "Siapa yang mau maju?"
Mala angkat tangan tinggi-tinggi, bikin Sandra yang tadinya sedang menopang wajah di meja seketika duduk tegak sebelum dihujat Pak Dimas sebagai pemalas.
"Nomor dua, tiga, dan empat?"
"Maju, Len." Hazel meminta seraya melihat Mala yang sudah menarikan jarinya di atas papan tulis.
"Lah gue aja nggak ngerti," balas Galen.
"Kan pake buku gue, pasti bener kok."
"Lo aja."
"Lo!" kata Hazel lebih tegas. "Pak Dimas nggak kenal lo, nanti lo nggak akan diajarin kalo dia belum notice ada anak pindahan di sini."
"HAZEL DAN TEMAN SEBANGKUNYA! MAJU KE DEPAN!!"
Byar!!
Galen dan Hazel sama-sama terkesiap saat suara Pak Dimas menggelegar. Isi kepala Galen seketika kalang kabut diminta maju, Hazel langsung menyerobot bukunya yang hendak ditahan Galen kemudian beranjak dari kursi.
"Siap, pak," katanya tanpa ragu.
Sementara itu, Galen akhirnya berdiri dan berjalan miring ke tempat duduk Sandra.
"Bimo!" Pak Dimas menunjuk ke arah anak berkacamata yang duduk di tepi jendela.
Galen menukar bukunya dengan buku Sandra secepat kilat. "Pinjem sebentar," katanya tanpa melirik Sandra yang terkejut.
"Bimo, maju ke depan."
Misi sukses. Buku berjenama 'Kemala Aurora Shafana' pria itu boyong ke depan tanpa mengetahui kalau pemiliknya pun belum sepenuhnya memecahkan soal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacang Almond
Teen FictionHazel selalu bekerja keras untuk mendapatkan validasi kejuaraan dari orang-orang sekitarnya, terkhusus ayahnya yang hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Segala pencapaian yang gadis itu raih membawa presepsi dalam kepalanya sendiri, bahwa seorang Ha...