15. A Vision From The Deck

135 24 3
                                    

Laut Bali, 25 tahun dari sekarang

"You feel better, Jo?"

Panorama mengagumkan lewat burit pukul enam sore itu menjadi latar belakang saat Jo menoleh ke sebelah kanan, tepatnya ke arah pria yang sudah mengenalnya seumur hidup.

Wajahnya entah kenapa masih cukup tampan dengan kumis dan janggut tipis yang ada di sekitaran dagu, kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya pun membuat sang ayah jadi lebih mempesona.

Galen menoleh ke arah putrinya yang berdiri di tepi geladak kapal kemudian tersenyum manis.

Jo menggeser tubuhnya lalu meraih pinggang ayahnya. Galen menyerong, membiarkan sang anak menyandarkan kepalanya ke dadanya sementara wajah Galen menunduk mencium pucuk kepala Jo berulang kali.

Tidak ada yang bersuara dalam sejenak. Jo menghirup dalam-dalam wangi musk yang melekat di pakaian Galen, menikmati setiap kecupan yang diberikan sang ayah di kepalanya, meresapi sisiran jari tangan Galen yang lembut menelusuri selasar rambut panjangnya.

"Aku nggak tau harus kayak gimana lagi kalo aku mutusin buat terus bungkam ke mama dan papa soal ini." Jo buka suara setelah keterdiamannya. Raut mata kosongnya menjelajah ombak laut yang membawa kapal pergi menjauhi pesisir pantai.

"Bisa aja Jo mutusin buat akhirin semuanya pake cara nggak masuk akal," imbuh Jo.

"Jangan lakuin apapun itu yang nggak masuk akal, Jo. You still have papa and mama, mama will be hurt even more if you do something unreasonable."

"How about you?"

"Me?" Masih dengan tangan yang mengelus kepala Jo, Galen kian terlihat serius menanggapi pertanyaannya. "Mungkin papa ikut gugur di dalem badan papa yang masih tetep hidup."

Jo berhenti bersandar di tubuh ayahnya dan melayangkan cubitan kecil di perut si adam. Wajahnya berubah garang, "papa!"

Galen mengusap perutnya yang tercubit. "Aduh... Kok papa dicubit, sih?"

"Aku nggak mau denger hal-hal kayak begitu lagi dari mulut papa."

"Papa juga nggak mau denger kata-kata nggak masuk akal dari mulut kamu, Jo."

Jo tidak mengindahkan ucapan Galen dan beranjak pergi dari tempatnya. Gadis itu menyusuri area kecil kapal yang hanya ditumpangi oleh nahkoda dan keluarga kecilnya. Hanya butuh mengambil beberapa langkah saja, indranya menangkap sang ibu baru saja selesai menelepon seseorang.

"Mama!"

Wanita itu mendongak sebelum akhirnya tersenyum cerah. "Jo, sini deh!"

Jo datang menghampirinya diikuti oleh Galen di belakang. Gadis remaja itu duduk di sebelah ibunya seraya mengamati layar ponsel yang ditunjukkan oleh ibunya.

"Tadi mama telepon apo, katanya aunty udah cari informasi sekolah yang bagus dan cocok buat kamu. Mostly sekolah nasional plus, sisanya semi inter. Kamu mau yang mana?"

"Sekolah di Jawa?"

"Iya."

Jo menggulir layar ponsel ibunya dan melihat banyak sekolah rekomendasi dari adik perempuan Galen. Mulai dari Sekolah Interkurtural Binar Raya hingga Sampoerna Academy yang bikin Galen di belakang sana meneguk ludah.

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang