18. Losers Always Think They're Win

121 23 1
                                    

Walau baru empat hari, anggota divisi pendidikan sudah melalui banyak hal yang membuat mereka bersatu padu dalam entitas menyejahterakan hak-hak anak di daerah tertinggal.

Bukan hanya antar anggota saja yang menyatu, tapi orang-orang dewasa itu juga sudah membuat keselarasan baru dengan anak-anak didik. Keceriaan mereka sering kali membuat Kavi dan kawan-kawan merasa terharu atau terenyuh. Di balik kepolosan dan minimnya pengetahuan, anak-anak itu sudah sangat pintar mencari kebahagiaan serta menularkan kebahagiaan pada orang lain.

Makanya, ada banyak presepsi jika relawan-relawan muda yang pergi terpencil adalah orang-orang yang sedang melampiaskan kesedihan mereka dengan mengujar kebaikan. Mencari rasa bersyukur, mencari sumber kebahagiaan baru, mencari peralihan dari peliknya kehidupan.

Kelas hari ini akan memiliki tema kesehatan fisik dan mental, dengan penanggung jawab si Galen selaku pencetus ide. Lelaki termuda itu telah mengaplikasikan pola-pola hidup sehat pada anak-anak sejak hari kedua. Mulai dari materi yang disampaikan secara menyenangkan atau praktik sederhana seperti tahapan mencuci tangan sampai resik, senam irama, dan cara menggosok gigi dengan cermat. Dua orang dari divisi kesehatan juga kebetulan datang di hari keempat untuk memberikan edukasi pertolongan pertama pada kecelakaan.

Alika mengamati teman-teman lelakinya yang berlari di lapangan rebutan bola. Dua kubu sedang memperjuangkan kemenangannya masing-masing. Ada yang menjaga gawang, ada yang diam di tengah wilayah, ada juga yang lari-lari aktif mengejar bola. Baik laki-laki maupun perempuan bermain di satu lapangan yang sama.

"Kak Alika nggak ikut main bola?" tanya Hazel.

Alika menengok sebentar, tidak sadar entah sejak kapan Hazel ada di sebelahnya. "Saya nggak bisa main bola."

"Gapapa kali, buat seru-seruan aja."

Wanita itu terkekeh. "Kamu sendiri kenapa nggak ikut main?"

"Saya wasit," balas Hazel sambil menunjukkan peluitnya.

Alika manggut-manggut saja, membuat percakapan terputus tanpa alasan lantaran keduanya lebih ingin fokus memerhatikan kontingen di lapangan.

Hazel menyipitkan mata saat bola sudah mengarah ke gawang yang dijaga Yesaya. Di sana juga ada Galen yang mengiringi bola menuju gawang lawan, pria itu menggerakkan kakinya gesit dengan beberapa lawan yang berusaha menghalangi lajurnya.

Tidak sampai satu detik, kaki Galen menendang bola dan berhasil mampir ke gawang Yesaya. Kiper ambruk ke tanah sedangkan bola lolos melewati garis gawang.

Priiitt

"GOOOLLL!!"

"YEYY... KAK GALEN HEBAT!"

"KITA MENANG!"

Hazel dan Alika bertepuk tangan. Dua pasang netra itu memerhatikan Galen yang sudah dikerubungi anak-anak dari timnya, pihak yang kalah hanya berkacak pinggang sambil meratapi kebahagiaan di depan mereka.

"Rafi, jangan nangis, Fi!" seru Alika dari pinggir lapangan.

Rafi mendengus. "Mana ada! Kak Kavi kali tuh yang nangis!"

"Loh? Kok aku?"

"Semua salah kak Kavi," sahut Yesaya sambil membersihkan tubuhnya dari pasir-pasir halus yang menempel di pakaian.

Rafi mengangguk setuju. "Betul tuh!"

Istighfar. Yang jadi kiper siapa, yang disalahkan siapa. Yang kelihatan kecewa siapa, yang dituduh menangis juga siapa. Memang ada masanya dunia itu tidak selalu nyambung dan berkaitan satu sama lain.

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang