The Story Untold; the Art of Letting Go

75 12 0
                                    

haii, semuanya. aku mau kasih tau kalo bab ini akan sangat panjang dan menceritakan tiga fase. Fase Ivana pergi; Setelah Ivana pergi; Setelah keduanya pergi. Apa yang terjadi di sini adalah fiksi :)

Patokan waktu : masa Galen - Hazel, atau disebut sebagai masa sekarang

Selamat menikmati The Art of Letting Go !

◀❇❇✳❇❇▶

10 Tahun yang lalu, dari masa sekarang.

"Cruise will docks tomorrow."

Danu mengapit lintingan tembakau favoritnya itu diantara dua bibir kemudian membungkukkan tubuh, membiarkan lengannya menjadi tumpuan sandar ke pembatas geladak pesiar sambil memandangi laut lepas yang ada di depannya.

Sekarang sudah malam. Tidak banyak yang bisa Danu lihat dengan pencahayaan yang minim dibanding hari terang. Meski begitu, aroma dan angin laut yang masih terasa sudah cukup membuatnya rileks.

Pria yang baru saja berbicara, Arthur, turut menyesap batang rokoknya sambil menoleh ke arah Danu yang tak merespon. Arthur mengernyit melihat kerutan di kening dan tepi mata rekan sepelayarannya tujuh tahun terakhir. "Chef yang mana lagi yang lo pukul pake baskom, sampe muka lo kusut begitu?"

"Gue nggak mukul mereka pake baskom."

"'Mereka'?" Arthur berkedip tak percaya. Danu benar-benar ganas kalau di dapur. "Lo lempar sutil? Atau pisau? I know you often want to kill people."

Danu tertawa tanpa suara. Membicarakan soal aksi lempar-lemparan, Arthur pasti tahu betul siapa sasarannya. Namanya Hanin, perempuan lulusan sekolah tataboga lokal yang entah bagaimana berhasil mendapatkan sertifikasi dan mampu bekerja di pesiar bergengsi sepertinya. Hanin sudah berkali-kali melakukan kesalahan dengan tidak mengontrol kualitas masakan yang ia buat, sampai-sampai Danu sebagai atasannya geram dan menghancurkan mental awak dapur. Hanin menangis, tapi tidak ada yang peduli. Anak baru sepertinya harus mengerti situasi dapur yang tak pernah pandang status dan gender dalam bekerja. Begini-lah hot kitchen. 

Arthur menepuk-nepuk bahu Danu sambil tersenyum. "Semangat. Mau lo baik-baikin itu anak bawang, paling besok makanannya gagal lagi. Saran gue, lo lempar aja itu makanan ke mulut dia biar dia kapok."

"Udah pernah," kata Danu. "Gue pernah suruh dia makan masakannya sendiri."

"And?"

"'Sorry, Chef. Saya janji saya akan memperbaiki ini dan rutin melakukan quality control'. Dia bilang itu dua hari yang lalu."

Arthur tertawa terbahak-bahak, tapi tidak dengan Danu. Pria itu tetap bersandar pada pembatas geladak dan memandangi langit malam atas laut. Kerutan di kening dan tepi matanya berangsur memudar sejak ia menjalin konversasi dengan Arthur, setidaknya Danu bisa menceritakan sedikit keresahannya soal Hanin yang tak mampu bersaing dengan koki lain di dapur. Oh, bukan. Hanin bukan tidak mampu bersaing, tapi dia memang berencana menghancurkan restoran dengan segala makanan tak berbobotnya!

"Lo training lagi aja kali," pungkas Arthur asal.

Si koki eksekutif itu mendengus. "My kitchen is not a place to study, you idiot."

Danu rasakan lagi sensasi manis yang ia dapatkan saat menyesap nikotinnya. Ditahan sebentar, lalu asapnya dihembuskan lagi.

Hari ini Ivana pulang. Pulang dengan gelar magisternya, sesuai dengan apa yang istrinya inginkan. Mungkin karena itu juga, dirgantara yang sebenarnya gelap itu jadi terasa lebih seru diperhatikan oleh manik hitam Danu.

Kacang AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang