Mama tell me; her life was monotonous until she found someone new.
Of course, the captain won her heart.—Jozefien P. Rajasa
◀❇❇✳❇❇▶
"Upacara bendera telah selesai, dilanjutkan dengan pengumuman."
Meski ucapan itu selalu mereka dengar setiap senin pagi, siswa/siswi yang dibalut peluh dan kepanasan itu tetap mengesah malas. Tak sedikit diantaranya menghujat kebijakan sekolah yang selalu berbasa-basi sehabis upacara, dan tak sedikit pula diantara mereka yang mencoba kabur ke koridor kelas terdekat untuk berteduh.
Namun diantara murid-murid itu, tiga perempuan yang baris di pleton kelas 11 justru mengeluarkan semangatnya usai mengeluh tentang panasnya matahari pagi ini.
Sandra menepuk-nepuk dua pundak Hazel yang berdiri di depannya. Meski ia tak bisa melihat jelas, gadis itu tahu kalau kawan cerdasnya yang satu ini sudah salah tingkah dan gugup berat.
"Ciee yang mau dipanggil ke depan," goda Mala sambil mencolek pipi Hazel.
Perempuan berbola mata cerah itu tersenyum canggung, "Kata-kata lo kedengaran nggak enak gara-gara dua minggu terakhir Pak Kemal manggilin anak nakal."
"Gapapa lah," balas Sandra membuat senyum Hazel punah. Ia melanjutkan ucapannya, "mereka dipanggil karena bertingkah di tingkat sekolah doang, tapi lo udah se-ASEAN."
Terdengar suara pak Kemal yang berusaha mengumpulkan siswa-siswanya yang ada di koridor kelas dekat lapangan, pria itu ribut sendiri. Ia menginterupsi agar peserta upacara duduk di lapangan dengan nada bicaranya yang tegas.
Mata Hazel menyipit untuk melihat beberapa anak OSIS yang memboyong piala, piagam dan medali. Disusul dengan kehadiran kepala sekolah yang menetap di pinggir lapangan dekat pak Kemal.
Sungguh, Hazel tidak mengira bahwa momen panas-panasan kali ini akan jadi sesuatu yang mengesankan sepanjang masa sekolahnya. Meski keringatnya mengucur dan badannya gerah disiram cahaya matahari, semuanya kalah oleh perasaan asing yang belum familier ia rasakan.
"Anak-anak, beberapa hari terakhir, siswa-siswi berprestasi dari sekolah kita berhasil membawa nama sekolah ke kancah nasional dan internasional. Tepuk tangan buat mereka yang udah berjuang sampai di tahap ini."
Setelah pak Kemal berkumandang, suara tepuk tangan berdendang nyaring ke telinga. Tak sedikit diantaranya yang bisik-bisik dan menengok ke arah Hazel dan perempuan lain yang duduk tak jauh darinya.
"Yang Bapak sebut namanya tolong maju ke depan," imbuh pak Kemal lagi. Pria itu kini memegang kertas kecil dan membacanya.
"Christya Feli."
Semua orang menyeru heboh. Tak heran, gadis cantik yang memiliki banyak teman itu langsung disambut ramah oleh mereka yang mengenal seperti apa sosok Christy. Senyum ramah ia lempar kemana-mana.
"Hazel Nastusha Ivonka."
Saat namanya disebut, suasana tak seribut sebelumnya. Mala dan Sandra berteriak heboh, mereka bertepuk tangan dan memaksa orang-orang di sekitar untuk melakukan hal sama seperti apa yang mereka lakukan. Saat Hazel berdiri di depan, ia dapat melihat jelas teman-teman sekelasnya tersenyum bangga padanya.
"Amir Bagus Susanto."
"Putri Sihombing."
"Galene Rajasa."
Dari lima anak, cuma tiga diantaranya yang Hazel kenal. Dirinya sendiri, Christy, dan Amir. Jarak antara mereka bertiga dengan Putri dan Galene cukup jauh, berkisar satu setengah meter dengan Pak Kemal berdiri di tengah-tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacang Almond
Teen FictionHazel selalu bekerja keras untuk mendapatkan validasi kejuaraan dari orang-orang sekitarnya, terkhusus ayahnya yang hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Segala pencapaian yang gadis itu raih membawa presepsi dalam kepalanya sendiri, bahwa seorang Ha...