"Kak, apa kita tidak membantu papa membelcihkan lumah?" tanya Lia ketika mereka berhasil keluar rumah.
Nio mendecih. "Tidak pellu, mungkin olang jahat itu akan meminta kita membelcihkan nanti."
"Hm, kalena dia menyuluh kita kelual. Kita kelual saja mumpung bisa." tambah Lio, sang kakak tertua.
Si bungsu akhirnya diyakinkan, dia kemudian berseru senang. "Baiklah, ayo kita mainn!"
Mereka bermain diluar sampai sore. Tak terlalu sore karena masih ada ketakutan tersisa pada sang papa. Biasanya mereka akan dipukuli. Namun, mereka juga tak segera kembali karena tak nyaman berada di rumah. Apalagi serumah dengan papa jahat seperti papa mereka.
"Kami pulang!" Lia berseru seperti biasa, tapi segera dia menutup mulutnya. Biasanya papanya akan segera memarahinya karena berisik. Dia lupa kalau papanya berubah. Lagipula, itu sangat baru.
"Kak, apa papa akan memalahi Lia kalena belicik lagi?" Lio bertanya ketakutan.
"Semoga saja tidak." Si sulung Lio menjawab.
"Kalian pulang."
Mereka menahan napas mendengar suara papanya yang tiba-tiba. Apakah sang papa akan memarahi mereka?
Tiba-tiba teringat perubahan papanya tadi siang. Apa itu benar?
"Kalian bisa segera mandi. Papa akan membeli sayur dulu lalu memasak untuk makan malam."
Namun, sebelum itu, Angga menambahkan, "Atau, apa perlu papa bantu mandi juga?"
Walau merawat adiknya hingga mengantarkan kesuksesan mereka. Tetapi Angga tak sampai membantu mereka mandi. Dia belum pernah melakukan hal itu. Lagipula, ketika orang tuanya tiada. Adik-adiknya sudah cukup besar sehingga sudah mandiri. Tak memerlukan bantuannya untuk masalah seperti itu.
Sementara itu, triplets tertegun mendengarnya. Papanya bahkan bertanya akan membantu mereka mandi?
Apakah benar papa mereka sudah berubah?
"T-tidak pellu! Aku bica mandi cendili!" Nio menolak keras dengan wajah memerah malu.
"Tidak."
"Lia sudah becal, bica mandi cendili papa!"
Ya, mereka memang anak yang rajin dan mandiri. Padahal baru berumur empat. Sungguh sakit rasanya hati Angga melihat mereka yang sudah bersikap dewasa sebelum waktunya.
"Ya sudah kalau begitu, papa akan keluar dulu."
Melihat papanya keluar, triplets saling berpandangan. Menetralkan rasa terkejutnya.
"Apa papa benal-benal cudah belubah?" tanya Lia dengan mata binar penuh harap.
Nio yang awalnya ingin menolak percaya, tapi melihat mata penuh harap adiknya, jadi tak menyangkal. Lelaki kecil itu hanya menyahut ringan. "Cemoga caja."
"Ya, semoga papa sudah belubah." Lio juga ikut menimpali.
"Wahh, lumah kita jadi belsih ya!" seru Lia bahagia setelah mengedarkan pandangnya menatap seluruh ruang.
Gadis kecil itu kemudian berlari menuju kamar mereka bertiga. Yap, karena masih kecil mereka bertiga tidur sekamar. Selain itu, karena rumah tempat tinggal mereka ini juga kecil, sempit, dan hanya memiliki dua kamar. Jadi, tak kan ada kamar tambahan untuk mereka.
"Wahh, kamal kita juga jadi lebih belcih! Papa pacti membelcihkannya juga!"
Di belakangnya, Lio dan Nio juga mengangguk setuju.
"Semoga papa benal-benal belubah kali ini." Batin keduanya berharap walau tak ditampilkan dalam ekspresi.
***
Sementara itu, Angga tengah menuju warung kecil dekat rumahnya untuk membeli bahan makanan. Karena dia merasa lebih baik menyimpan poinnya, dari pada menggunakannya untuk membali barang sederhana yang sudah ada di dimensi ini. Kecuali darurat, dia tak boleh boros menggunakan poinnya.
Namun, dia juga merasa miris dengan situasi keuangannya. Apalagi pemilik asli suka menghabiskan uangnya untuk berjudi dan minum-minum. Hanya cukup untuk makan sekitar tiga hari. Itupun jika makannya sederhana dan serba hemat.
Angga berpikir dia harus segera mencari pekerjaan. Dia bisa melakukan kerja serabutan apapun, asal bukan pekerjaan tingkat tinggi, yang butuh banyak pengetahuan. Maklum, dia hanya lulusan SMA. Nilainya pun saat itu juga pas-pasan. Dapat dikatakan menengah ke bawah malah. Kalau berhubungan dengan pengetahuan tingkat tinggi, mana tahu dia?
Tetapi karena dia mendapat ingatan pemilik asli, dia sedikit tahu tentang manajemen perusahaan. Walau tak memahami secara mendetail setidaknya sudah tahu beberapa pengetahuan tentang hal tersebut. Mungkin dia bisa menggunakan background pemilik asli yang lulusan Manajemen Bisnis untuk mencari pekerjaan?
Atau apakah ada cara lain?
"Sistem, apakah kau tak bisa melakukan sesuatu yang bisa membuatku mendapat pekerjaan mapan gitu?" tanya Angga dalam hati.
Bukannya dia tak mau bekerja keras dengan susah payah, tetapi melihat kondisi ekonominya yang begitu krisis apalagi masih harus menghidupi tiga anak, membuatnya berpikir apakah ada jalan pintas agar anak-anaknya dapat menikmati kehidupan yang baik dan berkecukupan?
Lagipula dia punya sistem bukan? Yang katanya hebat, luar biasa, dan serba bisa.
"Tidak, Tuan rumah! Tapi Anda ingat bukan kalau di mall sistem bisa membeli keterampilan menggunakan poin. Seharusnya itu bisa mengubah hidup Anda jika Anda dapat memanfaatkanya."
"Ah, benar juga ya."
Perkataan sistem itu membuatnya Angga bangkit. Lebih bersemangat untuk mendapat banyak poin. Tetapi sepetinya ada yang dilupakan.
"Ah, ya. Btw, bagaimana cara mendapat poin ini sistem? Aku lupa tak bertanya sebelumnya."
"Poin bisa didapat melalui misi dan hadiah misi, Tuan rumah. Setiap misi akan memiliki poin. Sedangkan hadiah misi itu tambahan poin."
"Jadi, setiap misi pasti akan menghasilkan poin ya," simpul Angga.
"Jika misi tersebut berhasil dilaksanakan, Tuan rumah!" Sistem mengingatkan.
"Ya, aku juga tahu itu." Kata Angga sambil memutar bola matanya kesal.
Tetapi tampaknya misi dari sistem kebanyakan sulit dikerjakan. Jangankan mendapat banyak poin, dapat beberapa poin saja mungkin sudah baik!
*****
Tbc.
Don't forget to vote and comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Awesome Papa [END]
FantasíaAnggara Prasetya, seorang lelaki yatim piatu yang menghidupi ketiga adiknya tiba-tiba mengalami kecelakaan setelah berhasil mengantarkan kesuksesan ketiga adiknya. Tapi dia tak menyangka, setelah mengalami kecelakaan, dia tak mati. Melainkan nyasar...