Part 41

17.1K 1.7K 44
                                    

Hari pertama gagal, Elyana tak menyerah. Dia mencoba lagi untuk kedua kalinya ke rumah Vin keesokan harinya, tepatnya sepulang sekolah.

Elyana menghentikan Vin. "Vin!"

Vin yang hendak keluar keluar kelas bersama triplets menghentikan langkahnya, triplets pun ikut berhenti. Mereka menatap Elyana heran. Vin pun juga menatap gadis itu sembari menaikkan alisnya seakan bertanya kenapa.

"Mmm, itu... Aku boleh bareng kamu gak? Soalnya aku mau main ke rumah kamu juga. Udah izin sama mama kamu juga kok kemarin," pinta Elyana penuh harap.

Vin mengerutkan keningnya. "Mama gak ada di rumah."

"Iya, aku tahu kok. Tapi aku juga udah bilang sama tante dan dia ngizinin."

"Ya udah." ketus Vun medengar itu. Vin setuju karena dia hanya takut nanti mamanya akan memarahinya jika tak mengizinkan Elyana datang. Dia lelah jika harus bertengkar dengan mamanya gara-gara masalah sepele.

Vin berbalik menatap triplets. "Kalian duluan aja. Aku akan pulang sama dia."

"Oke."

"Iya, Kak Vin!"

Ketiganya mengangguk, terutama Lia walau terbersit rasa penasaran. Kenapa Elyana ke rumah Kakak Vin-nya? Namun dia tak menanyakan itu dan memilih pergi mengikuti dua kakaknya.

Kembali pada Vin yang akhirnya pulang bersama Elyana. Lelaki kecil yang biasanya duduk di kursi belakang itu kini duduk di depan , tepatnya disamping pengemudi. Sedang Elyana dibiarkan di belakang. Dia entah mengapa tak mau duduk bersama gadis itu.

Elyana yang awalnya ingin berbincang dengan Vin dalam mobil terpupus harapannya karena Vin tidak duduk di sampingnya dan lebih memilih duduk di depan. Sebenarnya bisa saja berbicara walau duduk tidak bersebelahan, tetapi mengingat Vin yang sering mengabaikannya membuat Elyana malu jika tidak direspon nanti apalagi di depan sopir Vin.

Tiba di rumah Vin langsung naik ke atas. Namun sebelum itu menyuruh sang pembantu menjamu tamu yang tak lain adalah Elyana. Setelah itu dia tak peduli. Elyana kan tamu mamanya, mengapa dia harus menemaninya juga?

Elyana merasa kesal dan agak marah ditinggal sendirian. Setelah cukup lama, dia akhirnya bertanya pada sang pembantu yang lewat. "Bik, Vincen dimana ya? Kenapa tidak turun-turun?"

"Ohh, Den Vincen di kamarnya, Non!" beritahu sang bibi.

"Bisa dipanggilkan tidak ya, bik? Atau bolehkah saya menemuinya?" tanya Elyana penuh harap pada sang bibi, berharap mengizinkannya.

Pembantu itu bingung. Dia memutuskan memanggil tuan mudanya dulu. "Bibi panggilkan dulu kalau begitu, maaf ya Non bukannya bibi tidak memperbolehkan Nona naik tetapi karena belum ada izin dari Aden jadi bibi tidak berani."

Elyana berusaha tersenyum, menyembunyikan kekesalannya dalam hati karena tidak berhasil membujuk sang bibi. "Iya, Bi. Tidak apa-apa."

Vin yang akhirnya dipanggil pembantunya membuka pintu. "Biarkan saja Bi, dia tamunya Mama!"

"Tapi Den, Non Elyana dari tadi terus mencari Aden, dia bahkan ingin naik juga... Apa tidak ditemui dulu tamunya sambil menunggu Nyonya?" tanya bibi hati-hati.

Vin berpikir jika gadis itu tidak ditemui, mungkin nekat naik dan menganggu ketenangannya.

Vin berkata datar. "Baiklah."

Elyana yang akhirnya melihat Vin turun merasa bahagia di hatinya. Walau dia tak bisa naik dan melihat-lihat kamar sang pujaan hati, tetapi Vin mau menemui dan menemaninya saja sudah merupakan kemajuan.

"Vin... Akhirnya kamu turun juga. Dari tadi aku nungguin kamu tahu!"

Vin merasa kesal mendengarnya. "Kan kamu tamu mama, kenapa harus mencariku juga sih?"

Jadi, Vin mengira dia tamu mamanya selama ini?!

Elyana hanya bisa menahan rasa kesalnya dalam hati.

"Vin... Kamu harusnya tahu kalau aku itu pengennya bermain sama kamu." ujar Elyana kemudian dengan nada sedihnya, "Oh ya, kalau tidak bermain juga tidak apa-apa. Bagaimana kalau kita ngerjain PR dari bu guru tadi sama-sama?" lanjutnya menyarankan.

"Tidak perlu. Aku sudah selesai."

"Ka-kamu udah selesai?" kaget Elyana
Ah, memang benar kalau lelaki pujaannya itu sungguh pintar sejak kecil! Wajar jika sudah menyelesaikan PR sedini mungkin.

"Kalau begitu pulang saja, soalnya mama gak ada. Dan aku juga mau keluar," ujar Vin yang sebenarnya ingin mengusir.

Elyana tak mempedulikan perkataan Vin yang menyuruhnya pulang. Dia lebih memperhatikan perkataannya masalah pergi keluar. "Ka-kamu mau kemana? Aku boleh ikut?"

"Tidak!"

Yap, Vin sudah bersiap jika Elyana tak mau pulang dia akan keluar. Biar saja gadis itu menunggu mamanya sendiri. Walau perkataannya tadi menyiratkan kalau dia ingin bermain dengannya, tetapi dirinya tak mau. Jadi lebih baik dia meilih keluar saja bermain ke rumah triplets!

"Ta-tapi aku..."

Sebelum Elyana menyelesaikan perkataannya, Vin sudah menyela. "Aku akan pergi. Kalau kau mau menunggu mama disini tidak papa."

Lelaki kecil itu tanpa basa-basi lebih lama lagi segera keluar. Meninggalkan Elyana yang kesal sendirian.

"Ihhh!"

****

"Kau kesini Vin, bagaimana dengan si gadis sok polos itu?" tanya Nio yang melihat Vin malah datang ke rumahnya.

"Gadis sok polos?" Vin menaikkan alisnya. Kemudian dia teringat Elyana, yang sedari tadi ingin menganggunya. "Maksudmu Elyana?"

"Siapa lagi kalau bukan dia?" tanya balik Nio dengan nada malasnya.

Vin meringis. "Yah... Siapa tahu ada yang lain kan?!"

Percakapan mereka kemudian terputus oleh suara nyaring Lia. "Wahh, ada kak Vin!"

"Bukannya El main ke rumah kakak ya tadi? Kenapa Kak Vin malah kesini?"

Mendengar pertanyaan Lia, Vin tak mungkin menjawab kalau dia meninggalkan gadis itu sendiri dirumahnya. "Dia udah pulang."

Mungkin benar kan, pikir Vin.

Tidak mungkin Elyana menunggu sendirian di rumahnya sementara mamanya saja tak ada di rumah. Kan memalukan bertamu tapi tuan rumahnya tak ada. Jika dia merasa malu dan tak enak, pasti akan pulang.

Lia ber-oh ria. "Ohh... begitu!"

"Ya udah kita ke ruang bermain yuk! Atau nonton TV aja?" saran Lia tak sabar ingin segera bermain.

"Lia udah ngerjain PR-nya belum?" tanya Vin menyelanya.

Lia membelelak lalu tersipu malu. "Be-belum sih Kak Vin!"

"La-lagian Kak Nio dan Kak Lio juga belum!" ujar Lia segera mencari alasan agar tak merasa malu sendiri.

"Aku mah nanti malam ngerjainnya, atau besok juga bisa. Kan PR-nya masih buat lusa." Nio berkata tanpa beban.

"Ayo kerjain dulu baru main, PR-nya juga tidak banyak kok!" saran Vin.

"Aku setuju sih." sahut Lio walau datar.

"Yahhh!" Lia dan Nio mengerucutkan bibir tak senang. Tampak lemas tak berdaya diharuskan mengerjakan PR seawal ini.

Begitulah nasib keduanya, jika Lio sudah berkata mereka hanya bisa setuju dan menurut. Apalagi Vin dan Lio tuh anaknya pada rajin-rajin. Sungguh mengesalkan untuk Nio dan Lia yang masih ingin banyak mainnya!

*****

Tbc.

Don't forget to vote and comment!

Our Awesome Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang