Usai makan malam, Angga duduk di ruang tamu sembari memperhatikan triplets mengerjakan PR-nya sambil belajar membaca dan menulis. Dia lupa sebelumnya kalau triplets belum bisa membaca dan menulis. Si pemilik asli tidak pernah mengajarkan juga. Kali ini selain mengawasi nereka dia juga mengajari mereka.
"Coba baca yang sudah Lia tulis!"
"A-DE-LI-A." Lia mengeja tulisannya yang besar-besar seperti ceker ayam.
"Wah, Lia akhilnya bica menulis dan membaca nama Lia cendili!" Lanjut Lia berseru senang.
"Kalau Lio dan Nio, sudah bisa menulis dan membaca namanya?" tanya Angga mengalihkan perhatiannya pada Lio dan Nio.
Keduanya mengangguk kemudian membaca tulisan berisikan nama mereka sendiri. Angga melihat Lio sebagai kakak sulung memang terbaik. Dari segi tulisan maupun ejaan yang lancar. Anaknya itu jenius kecil!
Sedangkan Nio, seperti Lia. Tetapi sedikit lebih baik saja. Aneh bukankah anak perempuan biasanya tulisannya lebih baik ya daripada anak laki-laki?
Tapi kalau jenius pasti beda-lah...
Mereka belajar sampai setengah sembilan malam. Selanjutnya Angga menyuruh mereka mengemasi peralatan sekolahnya kemudian segera tidur.
"Ayo, setelah selesai mengemas semua di tas. Kalian cepat tidur supaya besok tidak bangun terlambat."
"Baik, Pa!"
Angga sendiri kembali ke kamarnya setelah memastikan triplets tidur usai mengantar mereka ke kamar mandi dulu. Dia merebahkan diri di ranjang tuanya kemudian membuka ponselnya.
"Wahh!"
Akhirnya uang yang selama ini dikumpulkan sudah cukup banyak. Bisalah membuat dia membayar hutang pada bosnya dulu. Kemudian menyisakan sebagian untuk trading saham lagi.
Ah, tampaknya hari untuk menjadi kaya masih jauh!
Dia harus bekerja keras lagi!
Terutama menyelesaikan misinya. Angga sangat penasaran 'hadiah acak' apa yang akan di dapat nanti. Jika boleh memilih dia lebih memilih mendapatkan keterampilan daripada uang. Uang bisa diperoleh kapan saja, tapi kalau keterampilan sulit jika tidak dipelajari sejak dini!
Tiba-tiba Angga teringat sesuatu.
"Oh ya sistem, kenapa protagonis pria kecil itu tampaknya memiliki sifat berbeda dengan waktu remaja?" Setelah dipikir-pikir begitulah perbedaan yang Angga dapat dari novel dan kenyataan.
Seingat Angga, Vincenzo remaja merupakan lelaki dingin yang tak mudah didekati. Hanya Elyana yang bisa mencairkan hati bekunya. Dua teman baiknya walau dekat dengannya tapi tak bisa membuat Vincent tersenyum. Bahkan keluarganya pun tidak. Like a teenfiction novel! Yang bener-bener klise dan pasaran.
Tetapi yang dilihat Angga siang tadi, protagonis pria benar-benar anak yang ceria, baik hati, dan suka menolong. Buktinya menolong triplets dari anak-anak nakal!
Dan apakah dalam novel diceritakan mengenai Jovita? Wanita cantik itu, bibi sang protagonis. Mungkin karena Angga hanya membaca sinopsis saja jadi tak tahu banyak!
"Memang benar sang protagonis pria awalnya adalah anak yang ceria dan baik hati, Tuan rumah! Walau orang tua protagonis pria terkenal gila kerja dan tak mempedulikan anaknya, tetapi dia memiliki tante yang baik, yang menyayanginya. Protagonis pria tidak terlalu berusaha mendapat perhatian orangtuanya karena ada tantenya ini. Dia sudah menggaggap tantenya bak orang tuanya sendiri. Namun sayang, tantenya ini kemudian meninggal karena mengalami kecelakaan. Protagonis pria jadi merasa sendiri dan ditinggalkan. Tak ada yang menyayanginya sepenuh hati lagi. Hingga saat itulah, sang protagonis wanita datang menghiburnya bak sinar mentari yang menyinari hati. Namun, keduanya berpisah hingga bertemu lagi dikala remaja. Saat itulah sang protagonis pria mengenali protagonis wanita dan berjanji akan selalu melindunginya. Tanpa sadar tumbuh benih-benih cinta diantara keduanya.
"Ah, jadi begitu..." Angga manggut-manggut paham.
"Tapi beberapa perkataanmu tadi agak memuakkan, sistem. Bak sinar mentari yang menyinari hati." lanjut Angga menirukan perkataan sistem namun dibuat-buat dengan ekspresi jijiknya.
"Ya, mau bagaimana lagi Tuan rumah. Sistem hanya meringkas perkataan itu dari novelnya."
***
Angga masih bingung memikirkan bagaimana supaya Vincent dan triplets dapat mennjadi teman baik dan akrab. Kalau dipikir-pikir, Vincent saat ini masih mudah bergaul. Dia anak yang ceria. Belum menjadi anak dingin dan pemurung. Jadi mungkin lebih mudah berteman.
Tetapi Angga malah kurang yakin dengan triplets. Karena kehidupan sulit yang mereka jalani selama ini, jadi mereka merasa sulit berteman. Teman bagi triplets adalah anak-anak nakal yang hanya suka menganggu mereka, mengejek mereka, bahkan memukul mereka.
Tetapi dengan sikap Vincent yang baik, apakah hati triplets akan mudah diluluhkan?
Bisakah mereka menjadi teman yang sejati?
"Nanti berikan juga pada teman kalian yang bernama Vin kamarin itu?" Setelah berpikir keras, Angga memutuskan agar triplets mau berbagi makanan dengan Vin.
"Kenapa halus?" tanya Nio. (kenapa harus?)
"Karena dia telah menolong kalian, setidaknya kalian membalas kebaikannya."
"Ah, Lia ngelti papa!" Lia menyahut senang.
"Tapi...Apakah dia mau, Pa?" Lio berkata pelan, agak menyanggah.
Angga berkata sambil tersenyum. "Ya, ditawari saja dulu. Jika mau ya diberikan, jika tidak ya tidak apa-apa jangan bersedih. Setidaknya kalian sudah menawarkan padanya."
"Begitu, Pa." Lio paham.
Dan waktu berlalu cepat. Saat istirahat sekolah, triplets mencari Vin, yang ternyata anak itu juga mencari mereka.
Mereka tidak tahu, bagi Vin triplets itu sungguh anak-anak yang lucu dan imut. Terlihat bisa dijadikan teman bermain sebaya. Tanpa ada rasa sanjung menyanjung palsu.
"Oh, hai kalian bertiga! Aku mencari kalian, lho!" seru Vin melihat mereka.
"Oh, hai..." Lio hanya memegang bekalnya, tampak bingung mau memberikannya.
Melihat itu, Lia tak tahan. Dia dengan cepat merebut bekal dari Lio dan mengulurkannya ke arah Vin. "Kakak baik, ini bekal dali papa! Kata Papa, buat kakak baik yang telah menolong kita kemalin!"
Vin membelalak. Menunjuk dirinya sendiri. "Buat... Aku?"
"Ya." Lio akhirnya bersuara tanpa ragu.
Vin menerima dengan senang hati. "Wahh, terima kasih ya! Aku tadi ingin mengajak kalian ke kantin. Makan disana bersama!"
"Apa boleh makan di kantin walau tidak beli?" tanya Nio.
"Boleh saja kok! Siapa yang melarang?!"
"Ah, begitu." Triplets mengangguk paham.
"Kalau begitu ayo makan belcama di kantin!" Lia mengusulkan. Gadis kecil itu ingin mencoba makan di sana. Di tempat ramai. Makan bersama-sama banyak orang.
Lio hendak menggeleng, mencoba menghentikan karena tempat semacam kantin baginya hanya untuk orang-orang kaya, yang punya uang banyak.
Tetapi sayang, sebelum perkataan plus alasannya muncul, Vin sudah mengiyakan!
"Oke!"
Dia hanya bisa menghrla nafas. Berharap semua akan baik-baik saja ke depannya. Lio hanya takut dia dan adik-adiknya akan mendapat hinaan dan ejekan dari yang lain. Dia tsk mau mereka mengalami hal menyedihkan itu.
Dan untungnya mereka tidak mengalami hal yang dikhawatirkan Lio, terutama karena adanya Vin.
Para anak-anak nakal yang sebelumnya merundung triplets juga ada di sana. Walau menatap tajam seakan hendak memakan triplets, tapi mereka tak berani berbuat macam-macam karena bosnya melarang. Yah, tunggu saja lain kali! Begitu pikir mereka.
****
Tbc.
Don't forget to vote and comment:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Awesome Papa [END]
FantasyAnggara Prasetya, seorang lelaki yatim piatu yang menghidupi ketiga adiknya tiba-tiba mengalami kecelakaan setelah berhasil mengantarkan kesuksesan ketiga adiknya. Tapi dia tak menyangka, setelah mengalami kecelakaan, dia tak mati. Melainkan nyasar...