"Ha-hai! Apa aku boleh ke kantin bersama kalian?" tanya seorang menyela mereka dengan lembut, siapa lagi kalau bukan Elyana.
"Kenapa gak sama ciwi-ciwi yang ngerubungin kamu tadi aja?" Nio balik bertanya jutek. Sebelumnya, dia memperhatikan kalo banyak yang mengajaknya ke kantin bersama, berkerumun di meja anak baru itu. Tapi herannya kok ditolak dan malah datang pada mereka?!
"A-aku..." Elyana tampak tak bisa menjawab, bingung, matanya berkaca-kaca rapuh dan tampak ingin menangis.
"Sudah, sudah, gak papa kita ajak dia lagian dia anak baru juga mungkin gak tahu kantin dimana," sela Vin pada akhirnya.
Elyana tersenyum haru. "Terima kasih, Enzo."
Vin menyipitkan mata bertanya penuh selidik. "Bagaimana kau tahu, aku dipanggil Enzo juga?"
Elyana tertegun, gelagapan namun kemudian segera menormalkan ekspresinya. Dia kemudian menjawab dengan lembut, "A-aku pernah melihat kamu sebelumnya dan mendengar seseorang memanggil kamu begitu."
"Hah, kapan kamu melihatku? Dan kamu harus tahu kalau yang manggil aku Enzo itu cuma tanteku saja."
Elyana bingung harus menjawab apa sehingga terdiam lama.
"Sudah, sudah, ayo ke kantin Lia sudah kelaperan tuh." sela Lio, tak sabar mendengar lebih lama cerita anak baru ini. Entah kenapa dia tak suka dengannya, tampak sok dan munafik, kelihatan pura-pura lugu saja.
"Oke, ayo!"
Seperti biasa, Lia memesan bakso favoritnya, tak lupa jus mangga yang manis dan masih ditambah semangkuk dimsum. Yang lain memesan sesuai kesukaan masing-masing.
"Oh ya, nama kalian siapa ya? Kita sebelumnya belum berkenalan," tanya Elyana di sela mereka menunggu makanan tiba.
"Aku Vincenzo."
"Halo, aku Adelia dipanggil Lia. Ini Kak Arsenio dan itu kak Anselio. Kami bertiga kembar!" kata Lia mewakili dua kakaknya juga, seperti biasa mereka berdua itu malas diajak kenalan.
Walau ekspresi Elyana tampak aneh, mereka tak mempermasalahkannya. Apalagi melihat ekspresinya berubah begitu cepat menjadi lembut, walau tampak sedikit kaku. "Ah, kalian bertiga kembar tiga ya... Itu luar biasa... Salam kenal ya..."
"Iyaa!"
Hanya Lia yang menjawab, bahkan Lio dan Nio enggan. Entah mengapa mereka tak menyukai gadis itu, munafik sekali!
"Oh ya, apakah kalian sudah berteman sejak kecil? Kenapa tampak akrab sekali?" tanya Elyana kemudian.
"Iya, kami berteman dari TK A lho." jawab Lia riang.
"Wah sudah hampir tiga atau empat tahunan ya!"
"Iya, bener banget!"
Begitulah hal tersebut berlalu, kebanyakan suara kali ini adalah dari Elyana yang tampaknya ingin mengorek seberapa jauh kedekatan keempatnya. Namun, hanya Lia yang aktif menjawab, Lio dan Nio ogah, bahkan Vin tampak malas berbicara.
Waktu berlalu begitu cepat, setelah istirahat dilanjutkan kembali pelajaran hingga bel pulang berdering.
"Ayo Vin main ke rumah! Aku punya mainan baru lho di beliin papa!" ajak Nio ketika mereka akhirnya mendengar bel pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Awesome Papa [END]
FantasiAnggara Prasetya, seorang lelaki yatim piatu yang menghidupi ketiga adiknya tiba-tiba mengalami kecelakaan setelah berhasil mengantarkan kesuksesan ketiga adiknya. Tapi dia tak menyangka, setelah mengalami kecelakaan, dia tak mati. Melainkan nyasar...