Part 49

16.1K 1.5K 36
                                    

"Aku mendengar anak-anak mau diculik ya?!" Jovita langsung to the point menanyakan hal itu ketika melihat Angga membuka pintu.

Vin di sampin tantenya ikut menyahut, "Iya, Om! Apa triplets baik-baik saja?"

Angga menghela nafas kasar. "Iya, mereka memang akan diculik, tetapi untung saja aku siap siaga membiarkan pengawal mengawasi mereka."

"Dan mereka baik-baik saja kok saat ini. Jika Vin ingin melihat mereka, pergilah mereka sedang istirahat di kamar," lanjutnya kemudian.

"Ah, apa nanti saja ya, Om? Mereka pasti masih kecapekan dan ketakutan sekarang." Kata Vin, merasa tak enak jika menganggu istirahat mereka.

Sebelum Angga dapat menjawab, ada suara Lio yang datang tiba-tiba. "Vin, Tante Vita! Kalian ada di sini...."

"Hey, Lio! Apa kau baik-baik saja?" tanya Vin dengan raut cemasnya yang tidak disembunyikan. Bagaimanapun, selain sahabat, triplets juga sudah seperti saudaranya sendiri baginya. Wajar jika dia sangat khawatir terhadap kesekamatan mereka.

Lio merasa hangat ada lagi yang peduli padanya. "Aku baik-baik saja kok!"

"Dimana yang lain? Apa mereka masih istirahat?"

"Lia tidur, kalau Nio masih mainin robotnya." Setelah menjeda singkat, Lio melanjutkan, "Apa kau mau melihatnya, Vin?"

Vin mengangguk tak sabar. "Oke, ayo!"

Keduanya akhirnya berpamitan pada Angga dan Jovita untuk naik ke atas, tepatnya ke kamar triplets.

Di sisi lain, Angga dan Jovita memilih duduk di ruang tengah berdampingan dengan Jovita yang memegang tangan Angga serta menunjukkan kecemasannya.

"Aku cemas sekali dengan keadaan triplets ketika mendengar mereka diculik. Tetapi mendengar mereka baik-baik saja, aku sedikit lega."

"Namun, bagaimana kronologinya? Mengapa mereka bisa sampai mau diculik? Apakah itu musuh bisnismu?" tanya Jovita kemudian membahas masalah penculikan.

"Saat ini masih diselidiki, tapi kemungkinan itu musuh bisnisku." Angga tidak menjelaskan lebih lanjut.

Lelaki itu dengan cepat menenangkan kekasihnya dengan menyandarkan kepala wanita itu di bahunya lalu mengelusnya pelan. "Tenang saja, aku pasti akan mengatasi semuanya."

Jovita menatap lelaki itu dengan penuh keyakinan. "Ya, aku percaya."

***

Angga merasa senang karena triplets sudah terbebas dari ketakutannya akan penculikan sebelumnya. Untung saja hal tersebut tidak menimbulkan trauma mendalam bagi mereka. Angga pun juga sudah memberikan pengertiannya pada ketiganya jika mereka mungkin akan menghadapi hal seperti ini lagi di masa depan. Jadi mereka harus siap. Triplets pun memahami ucapan papanya dan akan lebih waspada dan tenang dalam menghadapi ancaman musuh di masa depan.

"Pa, kita berangkat sekolah dulu!"

"Hati-hati yaa... Jangan keluyuran tanpa ditemani pengawal sepulang sekolah." Karena takut akan hal tak diinginkan, jadi Angga menasehati mereka seperti ini.

"Iya, kami mengerti Pa!"

Melihat triplets sudah berangkat sekolah, Angga lega. Dia juga merasa sedikit lega karena telah menyingkirkan satu musuh keluarga -ah tidak, tepatnya anak-anaknya.

"Sistem, bagaimana kabar si protagonis wanita?"

"Seperti yang diharapkan Tuan rumah, itu sengsara."

"Ya, itulah balasannya. Dia hanya bisa menikmatinya." ujar Angga dengan remeh dan agak dinginnya.

"Tetapi... aku tidak menyangka loh kalau rahasia protagonis wanita ternyata seperti itu," lanjutnya mengingat apa yang digumamkan si protagonis wanita saat mendapati dirinya kehilangan segalanya, lagi.

Si protagonis layak mendapatkan balasan setimpal karena kecemburuan dan keburukan hatinya sendiri. Sudah untung Angga tidak memilih langsung membunuhnya, bisa saja bukan dia menggunakan racun teknologi tinggi yang tak dapat dideteksi dengan peralatan saat ini, namun dia tak melakukannya. Dia membiarkan protagonis wanita itu tetap hidup. Terkadang hidup susah dan menderita itu lebih menyengsarakan daripada kematian. Angga ingin dia mengalami apa yang seharusnya di alami triplets -jika saja tidak ada campur tangannya- seperti dalam novelnya. Begitulah yang dilakukan Angga.

***

Sementara itu, triplets yang sudah ada di sekolah bercakap-cakap dengan Vin, Dimas, serta Elang -si anak nakal yang sebenarnya teman sebangku Dimas.

"Eh, si muka sok polos kemana ya kok dari kemarin-kemarin nggak keliatan?" Nio, yang suka bergosip mulai membicarakan Elyana yang beberapa hari ini tidak terlihat.

"Muka sok polos siapa sih?" Elang bertanya dengan muka penasarannya.

"Si Elyana." Vin yang menjawab, mengingat Nio seering mengatakan itu di depannya.

"Oalah...dia toh!" seru Elang mengetahui itu.

"Kenapa gak sekalian dibilang si gadis licik saja? Hahaha..." candanya kemudian.

"Kenapa kalian tampaknya tidak menyukai Elyana? Menurutku dia terlihat baik, manis, dan polos." Bukannya membela, tapi Dimas heram mengapa kawan-kawannya ini tampaknya tidak menyukai Elyana.

Nio ingin muntah rasanya mendengar kalimat 'baik, manis, dan polos' kata Dimas. Sungguh... dia tak dapat berkata-kata atas pendapatnya itu!

"Ya, itu! Karena mukanya keliatan baik dan polos, namun hatinya gelap. Makanya dia dikatain 'muka sok polos' sama 'licik' oleh Nio dan Elang." Jelas Vin membuat Dimas menagguk paham.

"Tapi... kok kalian tahu kalau hatinya gelap?" inilah yang dibingungkan Dimas, darimana mereka tahu kalau sebenarnya Elyana itu tidak baik?

"Gini ceritanya..." Vin lalu menceritakan masalah Lia dengan Elyana yang pura-pura jatuh dulu, serta tentang Elyana yang menjelek-jelekkan triplets di depan mamanya sehingga mamanya berprasangka buruk pada mereka.

Bukannya ingin mengumbar kejelekan orang lain, tetapi Vin tidak ingin teman-temannya yang masih kecil dan polos ini tertipu penampilan seseorang siapapun itu, bahkan jika itu bukan Elyana. Hey, Vin! Kalau ingat kau juga masih anak kecil!

"Oh, gitu. Aku tak menyangka kalau dia ternyata gadis seperti itu." Dimas benar-benar tak dapat melihat sifat tersembunyi gadis yang dianggap 'polos dan baik hati' itu sebelumnya.

"Gak heran sih... kalau aku nggak sukanya karena dia terlihat sangat lemah, kayak semua orang menindas dia gitu. Padahal juga cuman becanda, tapi responnya sok ditindas gitu!" Elang mengatakan pendapatnya.

"Owhh... Jadi kita harus hati-hatinya berteman siapa tau dapetnya orang yang kayak gini." Dimas mengambil kesimpulan.

"Iya, bener tuh!"

"Jadi, El kemana ya... kok gak keliatan dari kemarin??" Lia, yang sedari awal tak banyak bicara akhirnya bertanya pokok pembahasan mereka di awal.

"Sepertinya dia keluar dari sekolah ini. Mungkin pindah sekolah." kata Vin, sebagai ketua kelas dia mendengar beberapa gosip dari guru.

Faktanya, triplets maupun Vin tidak mengetahui kejahatan yang telah dilakukan Elyana sebelumnya. Angga tidak mengatakannya saat ini. Mungkin nanti dia akan menceritakannya. Angga tak ingin anak-anaknya menjadi waspada dan pilih-pilih dalam berteman. Memang harus memilih tetapi jika semua diwaspadai kan malah nantinya mereka tak dapat berteman. Tidak semua anak berpikiran seperti Elyana.

Yap, Elyana ini benar-benar kasus lain...

Jiwanya saja bukan jiwa anak kecil, makanya pikirannya juga bukan pikiran anak kecil!

"Oh.... begitu. Tapi kenapa ya El pindah sekolah?" Lia menggagguk dan sedikit penasaran alasan keluarnya Elyana. Karena setahunya Elyana sangat menyukai Kak Vin-nya tetapi kenapa memilih keluar-pindah sekolah?

"Kak Vin juga tidak tau."

"Sudahlah jangan bahas dia lagi, bikin eneg!" tutur Nio muak.

Mereka akhirnya tak membahas masalah Elyana lagi dan berbincang-bincang masalah lain sebelum bel masuk usai istirahat berbunyi.

*****

Tbc.

Don't forget to vote and comment😊

Our Awesome Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang