Part 10

37.7K 3.1K 41
                                    

Angga akan mengantarkan triplets berangkat sekolah di hari pertamanya ini. Dia membantu anak-anaknya menyiapkan segala perlengkapan sekolah mulai dari buku, pensil, penghapus mulai tadi malam. Kini mereka telah siap berangkat.

Mereka cukup berjalan selama beberapa menit. Walau jarak sekolah dekat, namun tidak sedekat itu juga. Masih ada jarak beberapa ratus meter menuju kesana.

"Lia tidak cabal, apakah Lia nanti akan mendapat teman." celoteh Lia di tengah perjalanan mereka.

"Pasti Lia dapat teman," sahut Angga meyakinkan anaknya.

"Heemm, Lia akan mengajak meleka belmain nanti!"

"Lalu, kakak bagaimana?" tanya Nio. Bingung kenapa saudarinya tidak menyertakannya.

Lia mengetuk jari di pipinya tamoak sangat menggemaskan. "Kakak ikut juga," gadis kecil itu terdiam, "Eh, kakak kan mungkin dapat teman balu juga!"

"Kakak tidak cuka teman balu. Meleka cemua jahat." Jawab Nio cemberut, mengingat anak-anakn yang suka merundungnya. Dia pikir semua anak lain sama begitu, kecuali saudara-saudarinya saja yang baik.

Lia yang mudah terpengaruh, berkata dengan sedih. "Eh, apakah begitu?"

"Tidak semua begitu, kok." timpal Lio, tak suka melihat adiknya sedih.

"Ya, kakak kamu benar, Sayang. Tidak semua anak itu jahat dan perilakunya buruk. Ada yang baik. Mereka yang baik pasti akan tulus berteman dengan kalian." Angga membenarkan Lio dan memberi penjelasan pada Lia dan Nio.

Sesampainya di taman kanak-kanak, Angga melihat sudah banyak anak yang berdatangan. Angga hanya mengantarkan triplets sampai depan sekolah saja. Sebelum pergi dia memberikan nasehat-nasehat bak ibu tua.

"Lio, jaga adik-adikmu. Tidak -tepatnya kalian saling menjaga. Mengerti?"

"Baik, Papa!" ujar ketiganya serentak.

"Kalau begitu, papa akan pergi kerja dulu. Kalian ingat kan jalan pulang? Jika tidak ingat, minta bantuan guru agar diantar nanti."

"Ingat, Pa." Lio mewakili ketiganya menjawab. Terbukti dengan anggukan Lia dan Nio.

Angga menyalimi triplets, lalu menyuruh mereka masuk. Pria itu hanya bisa memandang punggung ketiganya yang mulai menjauh.

Dia tiba-tiba teringat adiknya dulu. Ah, semoga mereka baik-baik saja tanpanya. Mereka sudah memiliki keluarga sendiri-sendiri, pasti bahagia bukan?

****

Ketika istirahat tiba, triplets mengeluarkan bekal yang dibuatkan papa mereka. Kebanyakan anak-anak lain memilih ke kantin karena tidak membawa bekal, alasan lainnya karena orang tua mereka terlalu sibuk hingga tak mempersiapkan bekal untuk anaknya. Dan walaupun beberapa rumah tangga kaya ada pembantu, anak-anak terkadang terlalu malas membawa bekal. Mereka lebih suka jajan sendiri karena dapat memilih makanan sesuai keinginannya.

"Ayo, kita makan di lual." Lio mengajak adiknya keluar, mencari tempat untuk makan bekal.

Guru sebelumnya sudah berpesan agar tidak makan di dalam kelas, bahkan jika bukan waktunya pelajaran. Hal tersebut sebagai pembiasaan sekolah untuk anak-anak agar disipin dan selalu menjaga kebersihan. Karena itulah, makan bekal atau jajanan juga tak diperbolehkan di dalam kelas. Agar kelas tidak kotor atau berbau makanan.

"Baik, Kak!"

Ketiganya akhirnya menemukan tempat duduk di taman depan kelas. Hari ini mereka dibuatkan bekal spesial oleh sang papa, yaitu dengan ayam goreng. Sekaligus untuk merayakan hari pertama masuk sekolah.

"Hei, kalian kenapa tidak ke kantin?" tanya seorang anak lelaki dengan tampang songongnya.

"Kalian anak miskin ya? Bawa bekal gitu? Mana lauknya cuma satu jenis saja?" Yang lain menimpali dengan nada mengejeknya, tubuh anak ini lebih bongsor.

"Apa tidak boleh? Kata papa bial hemat." Jawab Lia tak suka dengan kelakuan mereka yang mengganggu makannya.

"Kenapa gak jawab kalo gak punya uang aja, anak gak bisa huruf R. Kalo miskin ngaku aja!"

"Lia bukannya gak bica huruf 'L', hanya belum bica caja!" Lia berkata dengan nada marah.

"HAHA! Gak bisa huruf S juga!" tawanya yang disahuti anak lainnya.

"Hiks, hiks, hik." Mata Lia jadi berkaca-kaca ditertawakan banyak anak.

"Kalian diam! Kenapa kalian mengganggu kami?!" Nio emosi mohat adiknya mulai menangis, pria kecil itu berdiri hendak memukul anak-anak itu tapi ditahan Lio.

"Nio, jangan! Ingat kata papa, jangan mukul duluan!" bisik Lio mengingatkan.

"Hahaha, kenapa kalau kami mengganggu kalian? Kalian mau marah?" tanya anak songong yang tampaknya bos diantara mereka.

"Kalian tidak tahu saja, papa bos itu orang berkuasa lho!" temannya memberitahu dengan arogan.

"Apa itu olang belkuaca?" Disela tangisnya, Lia bertanya penasaran.

Anak yang berkata itu tampak bingung. Orang berkuasa itu hanya kata orang tuanya. Dia sendiri tak mengerti. Orang tuanya menyuruhnya mendekati bos-anak songong- itu dan menyanjungnya karena orang tua bosnya berkuasa. Dengan cepat dia membuat alasan yang menurutnya benar, "Heh, bocah! Itu berarti... orang hebat tau!"

Sebelum triplets merespon, sebuah suara menyela. Tak lain adalah seorang bocah yang tiba-tiba datang, bak kuda putih membela triplets.

"Hei, kalian! Kenapa kalian suka mengganggu anak-anak?!"

"Vincent! Kenapa kau selalu mengganggu urusan bos kami?!" si bongsor berujar tak suka.

"Terserah aku lah! Aku hanya membela yang benar, dan kalian salah!" Anak yang dipanggil Vincent itu menjawab.

Si bongsor hendak membantah, tetapi di tahan si bosnya.

"Kita pergi saja!"

Si bos a.k.a anak songong itu tidak berani melawan Vincent. Kata orang tuanya meski mereka kaya dan berkuasa, namun orang tua Vincent lebih kaya dan berkuasa. Mereka tak bisa melawannya. Kata orang tuanya kalau bisa dia harus berteman dengannya, tapi dia tidak mau. Vincent itu selalu sok jadi pahlawan kesiangan, membela anak-anak yang diganggunya. Mana bisa dia berteman dengan orang yang dianggap musuhnya?

"Kalian tidak papa?" tanya Vincent setelah kepergian anak-anak nakal itu.

"Tidak, kami baik-baik saja. Telima kasih membantu kami." Lio, sebagai kakak tertua mengucap terima kasih dulu. Nio hanya mengangguk, membenarkan perkataan kakaknya.

"Telima kacih kakak baik!" Lia berucap dengan riang, penuh terima kasih. Menatap 'kakak baik' itu dengan penuh kekaguman.

Kakak itu sudah baik, tampan lagi!

Lia suka!

"Iya, sama-sama."

"Oh ya, aku Vincenzo. Kalian siapa? Anak baru ya?"

"Iya kami anak balu. Aku Lio, ini Nio dan Lia." Lio menjawab mewakili adik-adiknya.

"Ah, kalian bertiga kembar yaa? Selama ini aku hanya tahu dua anak yang wajahnya sama. Kalau tiga, baru kalian ini!" jelas Vincent tampak riang.

"Iyaa. Kita kembal." Lia ikutan menimpali.

Kringgg!

Sebelum sempat berbicara panjang lebar, bel masuk berbunyi. Mereka bertiga saling berpisah.

Namun sebelum berpisah Vincent sebagai anak yang baik berpesan, "Kalau kalian diganggu mereka lagi, bilang saja padaku atau guru...mungkin. Tapi aku pasti akan membantu kalian!"

Walau Vincent seangkatan dengan mereka yaitu masih kelas A, tetapi beda kelas. Vincent kelas TK-A1, sedang triplets TK-A3.

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment:)

Our Awesome Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang