Part 8

39.3K 3.3K 43
                                    

Angga bangun pagi-pagi sekali untuk memasak sarapan serta makan siang untuk triplets. Kali ini dia merasa lebih semangat. Seakan harapan besar telah tiba ada di depannya. Terlebih mengingat anak-anaknya yang sudah mulai luluh padanya.

Angga juga menanti bagaimana hasil trading sahamnya. Karena dia harus selalu mengecek apakah akan ada penurunan besar. Dia juga perlu menetapkan sampai kapan dia akan berhenti ketika sudah menghasilkan keuntungan, dan masuk lagi jika masih merasa menguntungkan.

"Hoammm! Papa, apakah papa cudah macak?!" Dengan muka masih mengantuk, Lia menuju dapur menghampiri papanya.

"Kenapa sudah bangun duluan, Sayang?"

Angga menghentikan sebentar aktifitasnya. Pria itu lalu menyejajarkan diri mematuk kening dan kedua pipi Lia dengan penuh sayang.

Cup! Cup! Cup!

"Dimana kakak-kakakmu? Apakah sudah bangun?" tanyanya kemudian.

Lia terkikik karena dicium papanya. Terasa geli. "Macih bobo."

"Yaudah, mandi dulu sana! Nanti bau acem belum mandi," suruh Angga dengan nada becanda lalu melanjutkan kegiatan memasaknya.

Tetapi tak disangka Lia tampaknya belum mengerti becandaan itu. Gadis kecil itu menanggapi dengan serius. Tanpa sepengetahuan Angga matanya mulai berkaca-kaca.

"Hiks, Lia ndak mau bau acem! Hiks, hiks."

Angga tentu tertegun dengan suara tangisan itu. Kenapa anaknya tiba-tiba menangis sehabis terkikik tadi? Apa karena candaannya tadi?

Angga menepuk keningnya. Bodoh, bukankah anaknya masih kecil?! Mungkin tak mengerti!

Sontak saja dia menghentikan kegiatan memasaknya. Menghampiri bocah kecil itu. Mengusap rambutnya pelan. "Kenapa Lia menangis? Apakah karena perkataan papa tadi? Papa tadi hanya becanda. Lia ndak bau acem kok walau beluk mandi."

Dengan mata masih berkaca-kaca, gadis itu menatap Angga, meminta penjelasan. "Benelan, Pa?"

"Iya, bener."

"Lia kenapa?!" Sebuah suara tiba-tiba terdengar menghampiri mereka.

"Papa ngapain Lia?!"

Itu Lio, yang tiba-tiba menyembunyikan Lia di balik tubuhnya. Dikiranya, papanya menyakiti Lia lagi, seperti dulu. Lihatlah buktinya Lia menangis!

Sebelum Angga sempat berbicara karena masih tertegun, Lia sudah lebih dulu menepuk pundak Lio. Memberitahukan kebenarannya. "Papa ndak ngapa-ngapain Lia ko, Kak!"

"Lia baik-baik caja!" Lanjutnya dengan serius.

"Tapi kamu nangis gitu?!" Lio tak percaya.

"Lia nangis kalena candaan papa."

"Sama saja. Papa udah buat Lia nangis!" ujar pria kecil itu tak terima.

Angga menghela nafas setelah menonton perdebatan keduanya itu. Semua karenanya. Dia merasa sedih Lio belum benar-benar mempercayainya. Tapi itu dapat dimaklumi. Namun, dia juga bahagia karena Lia membelanya.

"Maafkan papa, papa salah karena becanda sama Lia. Papa tadi cuma becanda agar Lia cepat mandi dan supaya tidak bau asem tubuhnya." jelas Angga terhadap anaknya.

Lio mengernyit bak anak dewasa kecil saja. Pria kecil itu menatap Lia untuk memastikan apakah penjelasan papanya benar.

"Iya, sepelti yang papa bilang."

Lio jadi malu sendiri. Terutama terhadap papanya. Apakah papanya sedih karena ketidakpercayaannya tadi? Lia juga kenapa cengeng sekali. Hanya karena begitu saja menangis. Membuatnya salah paham kan terhadap sang papa.

Tetapi itu semua salahnya. Lia juga anak kecil maklum saja jika dikit-dikit cengeng.

"Maafkan Lio Pa, karena mengira papa menyakiti Lia tadi." Inilah yang keren dari Lio. Walau waspada terhadap seseorang, namun jika dia salah maka dia juga berani meminta maaf.

"Iya, tidak apa-apa, Sayang."

Usai itu, Angga menyuruh anak-anaknya mandi dulu serta membangunkan Nio. Lalu dilanjutkan sarapan bersama sebelum Angga berangkat bekerja.

****

Setelah mengantarkan takeaway, Angga merasa hari sangat panas. Lelaki itu menghentikan motor kerjanya di bawah pohon rindang, lalu minum air yang dibawanya.

Pandangannya tak sengaja melihat taman kanak-kanak yang tak jauh di depannya. Anak-anak yang akhirnya pulang itu tampak bahagia, ada juga yang tampak lesu. Tiba-tiba terpikir bahwa triplets sudah berusia 4 tahun dan seharusnya sudah waktunya mereka sekolah.

(Ya, disini umur triplets diganti 4 tahun yaa.)

Hanya saja, pemilik asli sebelumnya tak pernah memikirkan terkait pendidikan anak-anaknya. Uangnya saja sibuk dihabiskan untuk minum-minum dan berjudi. Mana cukup dipakai untuk sekolah sang anak? Apalagi tidak hanya satu anak saja tapi tiga!

"Hmm, baiklah akan kubicarakan dengan triplets nanti," gumam Angga bersiap pergi.

Namun, belum menstater motornya. Tiba-tiba terdengar suara minta tolong agak dekat darinya.

"Tolong! Copet!"

Dan copet itu tampaknya menuju ke arahnya. Maksudnya, akan melewati Angga dengan motornya. Angga secara refleks mengulurkan kaki menendang motor yang lewat. Membuat keseimbangan motor itu goyah dan akhirnya terjatuh.

Brakk!

Dia segera turun dari motor, berbarengan dengan orang-orang di sekitar sana mengampiri si pencopet. Pencopet itu juga dipukuli oleh orang-orang agar tak bisa melawan balik dan kabur. Jika bisa melawan balik, bagaimana kalau pencopet itu membawa senjata.

Salah satu dari mereka akhirnya menelpon polisi juga. Sedangkan Angga mengambil tas mini hasil curian si pencopet dan mengembalikannya ke pemiliknya.

Pemiliknya ternyata seorang wanita yang sangat cantik. Untung saja, walau sempat terpesona sebentar Angga dapat mengendalikan diri.

"Ini, mbak."

"Terima kasih ya, mas."

Waw, suaranya halus banget. Sadar Angga! Sadar Angga!

"Sama-sama mbak, lain kali hati-hati aja. Saya gak ngira di keramaian begini kok berani-beraninya nyopet. Mungkin pencopetnya terdesak butuh uang haha." Agak garing kalimat terakhirnya, Angga sampai agak malu sendiri.

"Iya, mas. Lain kali saya akan-hati. Terima kasih nasehatnya."

"Mbaknya mau jemput anaknya ya?" duga Angga. Karena dia ada di depan TK mungkin mau menjemput anaknya? Karena itu jugalah Angga tak boleh terlalu memikirkannya.

Bisa-bisa jatuh cinta sama orang punya anak, mungkin punya suami juga. Gaswat dong!

"Ah, iya—

Tuh, kan!

—tapi bukan anak saya. Saya mau jemput keponakan saya."

"Oh, begitu." Angga mengangguk-anggukkan kepala. Ternyata dia salah, guys!

Tapi, bagaimana kalau mbaknya sudah menikah?

Atau jika belum menikah pun, Angga juga tak bisa berbuat apa-apa. Lagian dia juga duda dengan tiga buntut, mana ada yang mau?

Karena itu, untuk saat ini Angga fokus saja pada triplets. Seperti kala dirinya fokus mengurus ketiga adiknya. Bahkan sampai tak sempat jatuh cinta dan menikah. Sebenarnya dirinya itu miris tidak sih, hmm?

****

Tbc.

Don't forget to vote and comment:)

Our Awesome Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang