30🖤

454 61 2
                                    

Bertahun-tahun telah berlalu, Jaesung tumbuh menjadi anak remaja yang aktif. Bagi beberapa penduduk di sana menganggap jika Jaesung aktif seperti ayahnya, tentu berbeda dengan Sunghoon.

Sunghoon mengenal Jaeyoon setelah sosok tersebut telah melewati masa remaja nya, sedangkan para penduduk menemani masa anak-anak dan remaja Jaeyoon sebagai Pangeran Agung.

"Kau harus bisa lebih lama di dalam air."

"Baba, aku bukan ikan." Ujar Jaesung yang masih berada di dalam sungai.

Sunghoon menghela nafas. "Kau harus bisa bertarung di berbagai keadaan atau kau akan mati dengan konyol." Ujar Sunghoon biasa saja, namun terdengar seperti tuntutan.

"Sungyoon dan Suyoon saja tidak berlatih seperti ini."

Sunghoon melirik ke arah dua anak kembar yang sedang bermain pedang pedangan. "Kau sudah berusia 14 tahun, bukan waktu mu bermain-main lagi."

"Memangnya apa yang dilakukan baba di usia seperti ku?" Tanya Jaesung yang masih di dalam air.

Sang ibu terdiam. Di usia 14 tahun? Dia sibuk mempersiapkan diri menjadi Hoonsu, belajar geomungo, berlatih senjata dengan militer dan sang Guru.

"Sama seperti mu. Keluarlah dari air dan ganti pakaian mu, lalu bergabunglah dengan yang lain." Ujar Sunghoon sebelum pergi meninggalkan putranya tersebut.

Jaesung perhatikan sang ibu sebelum akhirnya keluar dari sungai, ia diberikan kain untuk menutupi dirinya dahulu. "Di usia ku 2 tahun, aku ditinggal baba dan mereka tidak."

"Tuan Sunghoon memiliki alasannya." Ujar bibi Yoon dengan senyum hangatnya.

"Apa?"

"Karena Anda spesial."

"Tunggu! Apa aku bisa mengeluarkan sihir? Aku bisa terbang?" Tanya nya bersemangat.

Bibi Yoon menggeleng. "Anda akan tau nanti, yang dilakukan tuan Sunghoon juga ada benarnya. Karena bahaya bisa datang di mana saja, dalam keadaan apa saja dan bisa datang saat Anda kesakitan."

Jaesung bingung mendengarnya, apa yang disembunyikan sang ibu dan orang-orang di sini? Kenapa mereka juga harus keluar dari rumah pelatihan itu? Dia sudah cukup nyaman tinggal di sana.

Sang ibu bahkan selalu menutupi wajahnya saat keluar dari desa, selalu menghindari pengawal yang entah selalu datang dengan menanyakan seseorang. Dia juga sempat melihat lukisan sang ibu pada papan pengumuman, sayangnya kertas yang menjelaskan sosok dalam lukisan sudah rusak dan tidak bisa dibaca lagi.

"Sebaiknya Anda segera berganti pakaian dan bergabung dengan yang lain, tuan Sunghoon akan marah nanti jika tau Anda terlambat."

"Ah, baik." Jaesung mengambil pakaian dan senjatanya yang berada di atas batu, lalu berlari ke arah rumah nya untuk memakai pakaian.

Si kembar pun mengikuti, anak-anak berusia 8 tahun tersebut memilih duduk di teras rumah. Memperhatikan orang-orang yang sedang berlatih dengan kaki yang berayun-ayun.

Sungyoon dan Suyoon, si kembar yang juga lahir tanpa adanya sosok ayah. Untung saja sang ibu berada di sekeliling orang-orang baik, jadi mereka pun bisa hidup dengan aman.

Sunghoon terdiam di halaman belakang rumahnya. "Kau mencari Hoonsu, tapi kau masih tidak percaya akan kutukan itu. Sebenarnya apa yang kau inginkan dari Hoonsu?"

Meskipun sudah 10 tahun, Sunghoon masih belum benar-benar melupakan sosok Jaeyoon dalam kehidupannya. Apalagi dia memiliki 3 anak bersama Jaeyoon, meskipun seharusnya mungkin 4.

"Baba, sedang apa?" Tanya Jaesung yang baru saja selesai berganti pakaian.

Sunghoon menggeleng, ia berbalik dengan senyuman yang terbentuk di wajahnya. "Berlatihlah dengan benar. Karena baba tidak selalu bisa melindungimu, maka kau harus bisa melindungi dirimu sendiri."

Love In PoliticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang