5⚔️

797 110 13
                                    

Sunghoon terbangun lebih dulu, yang ia lihat pertama kali adalah wajah tampan Jaeyoon yang tengah tertidur pulas. Sebenarnya matahari belum terbit, tapi sebuah mimpi membangunkannya.

"Ada apa?"

Sebuah suara mengejutkan nya. "Apa saya mengganggu tidur tuan muda?" Tanyanya berhati-hati.

Jaeyoon terbangun dan menggeleng. Tapi sejujurnya dia sudah bangun karena pergerakan gelisah dari Sunghoon, dirasa Sunghoon akan bangun jadi dia berpura-pura tidur kembali.

"Kau bermimpi buruk?"

Sunghoon mengangguk kecil. Entah itu mimpi buruk atau sebuah pertanda, baginya tidak terlalu menyeramkan tapi jika terjadi di masa depan itu sangat mengganggu pikiran nya.

Tangan sang Shim mengusap kepalanya dengan lembut. "Jangan terlalu di pikirkan, itu hanya bunga tidur." Ujarnya dengan nada menenangkan, kali ini dialah yang harus menenangkan Hoonsu.

"Ah iya." Jaeyoon bangkit dari tidurnya dan mengambil sesuatu dari jubahnya. Mereka hanya memakai hanbok bagian dalam berwarna putih dan milik Sunghoon sedikit menerawang.

Sunghoon ikut bangun dan melihat Jaeyoon yang mencari sesuatu.

Adik Kaisar tersebut berhasil menemukan apa yang dia bawa, sebuah kotak perhiasan. "Untuk mu."

Sunghoon dibuat bingung oleh si Shim, untuknya? Semalam dia sudah mendapatkan hadiah dari Permaisuri dan hadiah yang membingungkan dari seorang ahli astronomi dan ramalan.

Jaeyoon membuka kotaknya yang terdapat sebuah gelang, ia raih tangan Sunghoon dan memasangkan nya. "Agak kebesaran." Ujarnya kecewa.

Si Park tersenyum tipis. "Gwenchana-yo, mungkin nanti akan pas. Terima kasih."

"Aku yang seharusnya berterima kasih." Ia meraih tangan Sunghoon yang lain. "Kau mau menemaniku, mendengarkan aku bercerita, mau memainkan geomungo untuk menenangkan ku, dan mau melakukan hal intim bersamaku."

Batin Sunghoon meringis mendengar nya, perkataan Jaeyoon terdengar sangat tulus, berbeda dengan niatnya yang melakukan hal tersebut karena rencana yang ia jalani.

"Tolong jangan tinggalkan aku."

Perkataan itu membuat Sunghoon tersadar dari lamunannya, ia bisa melihat ketulusan dari Jaeyoon. Tidak, dia tidak boleh jatuh hati pada Jaeyoon, dia tidak boleh melakukan nya.

"Saya sudah dijual oleh keluarga saya pada Nyonya Lim, saya akan tetap berada di sana."

"Kecuali ada keluarga bangsawan menikahimu."

Sunghoon memainkan jari-jarinya dalam genggaman Jaeyoon. "Sepertinya tidak mungkin. Selama ini saya hanya bermain geomungo dan hanya anda yang mengetahui wajah saya."

"Aku akan berbicara dengan keluarga ku agar kita bisa menikah."

Sunghoon cukup terkejut mendengarnya, meskipun dalam rencana mau tidak mau dia memang akan menikah dengan Jaeyoon, tapi ini sangat mendadak.

"Saya dari kasta Cheonmin."

"Aku tidak peduli itu." Jaeyoon terlihat sangat bersungguh-sungguh. Dikecupnya kedua punggung tangan milik sosok yang ia kenal sebagai Song Hoonsu.

Sunghoon memperhatikan gelang yang berada di pergelangan tangan kanannya dengan tangan kiri memegangi dadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sunghoon memperhatikan gelang yang berada di pergelangan tangan kanannya dengan tangan kiri memegangi dadanya. "Tenang Park Sunghoon, sepertinya kau sakit jantung."

Ia menghela nafas frustasi, lalu membaringkan diri di kamarnya di rumah bordil. "Wae?! Aish, menyebalkan sekali."

"Aku tega... dia terlihat sangat tulus, tapi aku hanya bermain-main. Jika berhenti, ini sudah setengah jalan."

Tok tok

"Masuk saja noonim." Ujarnya dengan posisi yang masih sama.

Nyonya Lim dan keluarganya memang tidak tahu siapa Hoonsu sebenarnya, mereka hanya di bayar agar Sunghoon di perbolehkan tinggal di sana dan hanya boleh melayani seseorang yang Sunghoon iya-kan. Jika sampai melanggar, izin operasi tentu akan di cabut.

Seorang perempuan yang memiliki usia lebih tua darinya masuk membawakan sebuah nampan. "Ini makan siang mu." Ujarnya dengan lembut, ia memiliki nama Huh Yunjin.

Sunghoon bangun dan menghampiri makanannya, tapi tiba-tiba ia merasa tidak enak pada perutnya dan pergi ke sudut kamar yang terdapat guci untuk tempatnya muntah.

Guci itu sudah ada di kamarnya sejak 2 hari yang lalu, Yunjin yang menaruh agar Sunghoon tidak perlu repot-repot keluar.

"Kau sakit, seharusnya tidak melarang ku memanggil kan tabib."

Sunghoon menggeleng, ia berkumur dan mencuci sekitar mulutnya. "Aku hanya kelelahan saja dan mungkin terlalu sering minum."

Yunjin mendecih. "Tuan muda itu seharusnya berhenti untuk datang, dia selalu datang setiap malam dan melakukan nya." Ia berujar dengan kesal.

Yang lebih muda tersenyum kikuk, semoga Yunjin tidak akan terlena masalah nantinya.

"Terima kasih noonim, aku akan memakannya."

"Ne, apa perlu aku bawakan obatmu?"

"Boleh."

Yunjin mengangguk, ia pergi membawa nampan kosong dan kembali pergi ke dapur untuk membuatkan obat yang selalu Sunghoon minum setiap harinya. Dia tidak tahu obat apa itu.

Obat itu adalah obat pencegah kehamilan yang Sunghoon dapatkan dari keluarga sahabatnya, Yang Jungwon, yang merupakan seorang tabib di sana dan memiliki rumah sakit.

Saat Yunjin akan membuatkan obatnya, dia melihat jika guci penyimpanannya sudah kosong. "Sudah habis?"

"Nona, seseorang mengantarkan ini dan mengatakan milik tuan Song." Seorang pelayan laki-laki membawakan sesuatu.

Yunjin melihat nya, ternyata obat milik Sunghoon. "Ah iya, kau bisa pergi." Segera ia membuatkan obatnya.

Yunjin kembali ke kamar Sunghoon, pemuda itu sedang makan dengan pelan dan mungkin sembari menahan mualnya. "Setelah makan minum ini, aku akan meminta seorang pelayan mengambil alat makannya dan membawakan teh untukmu."

"Sekali lagi terima kasih noonim, maaf merepotkan mu."

"Gwenchana, kau dititipkan ke sini jadi aku harus menjagamu dengan baik." Yunjin mengusap kepala Sunghoon, ia merawat Sunghoon seperti merawat adiknya sendiri.

To be continued….

Love In PoliticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang