33💔

398 67 4
                                    

Para prajurit muda di beri waktu untuk pulang terlebih dahulu. Jaesung yang memiliki tempat tinggal yang sangat dirahasiakan akhirnya tidak bisa menumpang pada kereta, bisa saja sebenarnya, tapi dia malas.

Saat sedang berjalan menyusuri pasar dengan kepala terus memikirkan pertanyaan yang harus dia berikan pada sang ibu, tiba-tiba ada yang menutup wajahnya dan menariknya.

"Yak!!"

"Ini kami, Jaesung-ah." Kain yang menutupi wajah Jaesung dilepas. "Kami diperintahkan ibu mu menjemput, dia sudah tahu lebih dulu masa libur mu." Ujar teman nya, Kim Donghyun.

Akhirnya Jaesung ikut dengan teman-teman nya, mereka menaiki kereta yang sering dipakai untuk pergi berjualan ke pasar.

Hingga mereka sampai saat malam telah tiba, tapi suasana di sana masih ramai. Para orang tua saling bercengkrama, anak-anak bermain-main.

Kemana ibunya?

"Baba…." Dia terdiam melihat sang ibu yang baru saja keluar, terlintas lukisan yang beberapa hari yang lalu dia lihat. Benar-benar mirip.

"Kau tidak merasa bersalah karena telah berbohong?"

Jaesung tersadar dari lamunannya dan segera menghampiri sang ibu. "Maaf baba… tapi, aku bisa melakukannya."

"Masuklah, lalu istirahat. Jika ingin makan, makanannya ada di dapur." Sunghoon menghampiri anak kembarnya yang sibuk sendiri.

Suyoon yang sangat aktif bermain dengan yang lain, sedangkan Sungyoon sibuk dengan mainan serta buku-bukunya.

Terlintas bagaimana Sunghoon dengan pakaian selirnya dalam benak Jaesung. Rambut sang ibu tidak pernah tergerai, kecuali di dalam rumah, dimana hanya ada dia dan adik-adiknya.

Sepertinya Sunghoon memang selir kesayangan Kaisar saat ini, tapi apa masalahnya hingga ibunya itu memilih pergi? Mustahil hanya karena dia alasannya.

"Park Jaesung."

"Ah ne." Jaesung segera masuk setelah di tegur oleh orang tua satu-satunya itu.

Dan saat malam sudah sangat larut, semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing. Suyoon sudah tidur dengan ibunya, Sungyoon yang sekamar dengan sang kakak masih terbangun.

"Hyung, hanya melamun sejak tadi." Ujar si kecil memulai pembicaraan.

"Kau sendiri belum bangun?"

"Baba menyebalkan. Aku bertanya, apakah istana menyeramkan? Baba tidak menjawab sama sekali, dia juga sangat sedih saat hyung pergi ke ibu kota."

Jaesung menatap sang adik yang sudah terduduk. "Baba tidak menjawab pertanyaan mu? Apa kau pernah dengar baba membicarakan Kaisar atau istana?"

"Emm…." Sungyoon berpikir cukup lama, hingga Jaesung mengantuk. "Ah! Baru-baru ini."

"Kecilkan suara mu, baba akan dengar nanti."

Sungyoon hanya tersenyum tanpa bersalah, dia benar-benar duplikat dari Jaeyoon remaja. "Bibi Yoon mengatakan agar hyung tidak mengirimkan surat langsung, jadi melalui paman Riki yang nanti diberikan pada paman Sunoo, baru diberikan pada Baba. Karena hyung bisa saja di awasi."

"Baba awalnya mengelak, untuk apa mengawasi pemuda berusia 14 tahun? Tapi, akhirnya terdiam saat bibi Yoon mengatakan, bagaimana jika ada yang tahu?"

"Memangnya ada yang mengenali hyung di istana?"

Kali ini si sulung lah yang berpikir. Mengingat-ingat orang yang mencurigakan baginya, Riki mana mungkin, Jongseong… dia lebih curiga itu kakak dari ibunya.

Siapa ya?

"Ada." Jaesung ingat pada seseorang yang selalu datang saat dia pergantian tugas dan waktu istirahatnya saat masa pelatihan. Dia pemimpin sebuah pasukan, Kim Mingyu.

Kim Mingyu….

"Jaesung, dia Kim Mingyu. Dia tidak akan melatih mu karena dia bekerja di istana, tapi jika ada waktu dia akan melatih mu."

Jaesung memperhatikan sang ibu yang sangat menyukai panahan, bahkan satu helai jerami bisa dia panah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaesung memperhatikan sang ibu yang sangat menyukai panahan, bahkan satu helai jerami bisa dia panah. Bukan berarti keahlian pedang dan senjata lain lemah, bahkan keahliannya seimbang dengan pemimpin pasukannya, Park Jongseong.

Kembali terbayang jika Sunghoon benar seorang selir. Bukan tatapan tajam, tapi tatapan lembut khas seorang istri Kaisar. Bukan pakaian yang jelek, tapi pakaian yang terbuat dari kain sutra. Karena bagaimanapun Gi Bin adalah selir kesayangan Kaisar, bahkan sebenarnya bisa mengambil posisi permaisuri.

"Jaesung, kau dengar baba?"

"Eee…." Jaesung panik. "Hehehe tidak, aku fokus melihat anak panah yang bergerak." Bohongnya, harap harap bisa di percaya.

"Jaesung."

Jantungnya berdetak lebih cepat, telapak tangannya sudah berkeringat. Cemas sang ibu bertanya hal yang sangat dia hindari.

"Apa tugas pertama mu?"

"Berpatroli saja, lalu berjaga."

"Kau… tidak berjaga di kediaman selir, kan?"

"Tidak, kami yang masih muda hanya di tempat-tempat yang tidak terlalu penting." Jaesung sekarang yakin ibunya adalah Gi Bin, selir kesayangan Kaisar.

Tapi, ayahnya siapa?

"Baba… siapa ayahku?"

Untuk pertama kalinya di hadapan Jaesung, anak panah tersebut melesat, tidak mengenai titik panah yang sudah hancur. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Aku hanya ingin tahu, apa tidak boleh?"

"Kau bertanya karena kau tahu sesuatu?"

"Tidak. Saat itu Kaisar bertanya, tentang orang tua ku. Aku hanya bisa menjawab siapa ibuku, tapi tidak dengan sosok ayah. Aku baru sadar jika selama ini aku, Sungyoon, atau Suyoon tidak pernah mengetahui ayah kami. Dia masih hidup atau tidak pun kami tidak pernah tau."

Sunghoon menurunkan busurnya, anak panah tersebut tepat mengenai seekor ikan di dalam sungai. "Jika kau masih ingin tahu, maka kau tidak akan bertemu dengan baba lagi."

Jaesung terkejut mendengar hal tersebut, apa maksudnya? Kenapa dia tidak akan bertemu dengan ibunya lagi?

"Jika seperti itu, jangan dijawab." Jaesung akhirnya memilih bergabung dengan teman-temannya.

Setetes air mata jatuh ke sungai setelah kepergian Jaesung, Sunghoon menggigit bibir bawahnya. "Tidak sekarang Jaesung-ah, baba belum bisa melepaskan mu."

To be continued….

To be continued…

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love In PoliticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang