43✨

444 51 0
                                    

Mungkin jika Sunghoon sedang tidak mengandung, orang-orang termasuk Jungkook dan Wonwoo akan melihat sepasang suami-istri yang bertarung menggunakan pedang. Saat ini pasangan Kaisar dan Permaisuri Joseon sedang bermain panah, tidak terlalu membahayakan untuk Sunghoon. Mereka juga bisa sembari mengobrolkan masalah yang ada.

"Solusi?" Sunghoon mengambil anak panah lagi tanpa melihat ke tempatnya. "Ada baiknya membuatkan sumur untuk mereka. Jarak desa dengan mata air cukup jauh, hujan juga belum ada tanda-tanda akan turun selama ini."

"Aku juga berpikir seperti itu, tapi menteri Hwang mengatakan jika akan sulit mendapatkan sumber air di desa itu."

Sunghoon berdecak kesal, pejabat pemerintahan sangat menyebalkan. "Itu tandanya, dia ingin Anda tidak membuatkan sumur untuk mereka. Pasti solusi yang dia berikan juga sangat tidak berguna."

"Dia menyuruh untuk memindahkan mereka ke desa lain." Jaeyoon melepaskan anak panahnya yang tepat mengenai sebuah kelapa, air keluar dari dalam buah berwarna hijau tersebut.

"Sepertinya ada sesuatu dari desa itu." Sunghoon menurunkan busurnya dan menatap sang suami, obrolan mereka sudah mulai serius.

Kyungjun menghampiri mereka saat mendapat tanda dari sang tuan untuk mendekat dan menjelaskan. "Tanah desa tersebut sangat subur, sayangnya hujan belum juga turun hingga mereka kekurangan air. Banyak yang menyarankan desa tersebut dibuatkan markas militer."

"Untuk apa? Aku tidak pernah dengar Abeonim berniat membuat markas militer ditempat seperti itu, jika tanah itu subur seharusnya dimanfaatkan untuk pertanian." Tanya Sunghoon yang tidak mengerti jalan pikir orang tua satu itu.

"Jika aku mengizinkan pembangunan markas militer, yang bertanggung jawab adalah menteri Hwang. Ada dua kemungkinan, pertama, dia akan menggunakan tempat tersebut untuknya sendiri. Kedua, dia bisa mengambil dana yang diberikan Kerajaan."

Sunghoon memutar bola matanya malas, dia berikan benda kayu yang bentuknya seperti bulan sabit pada seorang pengawal. "Ternyata masih ada orang seperti itu."

"Orang seperti Siyoon saja masih ada."

"Dari mana kau mendapatkan selir seperti dia?"

Jaeyoon juga memberikan busurnya dan mengambil mantelnya untuk dipakaikan pada Sunghoon. "Politik. Aku masih membutuhkan dukungan dari orang-orang, sekelompok pengkhianat tidak akan ada habisnya."

Sunghoon tidak marah, dia tahu hal tersebut. Dia bisa ada di istana juga karena politik, mendiang Halma mama membutuhkan dukungan keluarganya dan sang ayah yang sangat memegang janji leluhur tentu saja menerima setelah membicarakannya dahulu padanya.

"Dia tidak bisa nekat."

Alisnya terangkat dan tertawa kecil mendengarnya. "Jusang. Jika seseorang sudah memiliki keinginan yang harus terpenuhi, dia bisa melakukan apapun. Tapi, tenang saja, aku telah banyak belajar selama ini."

"Kandungan mu baik-baik saja, kan? Keadaan mu?"

"Semua baik."

"Junjeong mama, tuan Kim Sunoo dan tuan Yang Jungwon sudah menunggu."

"Akhirnya." Sunghoon mengecup bibir Jaeyoon sebelum menemui teman-teman nya itu. "Aku pergi, kita lanjutkan malam nanti."

"Berhati-hati...." Jaeyoon menatap arah kepergian sang istri dengan ekspresi khawatir, Sunghoon bukan berjalan santai, tapi berlari. Padahal kandungannya sangat rentan, tetapi bisa dikatakan kuat. Sudah berkali-kali Sunghoon merasakan sakit pada perutnya, tetapi kandungannya masih selamat.

 Sudah berkali-kali Sunghoon merasakan sakit pada perutnya, tetapi kandungannya masih selamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sungguh!? Bisa-bisanya dia mengatakan hal tersebut pada Permaisuri. Jika Kim Siyoon, aku sudah tidak heran, tapi seorang selir junior tingkat dua?" Sunoo menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.

Jungwon tertawa kecil, dia sudah dengar dari Jongseong jika para selir selalu menjelek-jelekkan Permaisuri, sedangkan kebanyakan dari mereka tidak tahu sosok Permaisuri karena pakaian yang berbeda dari Permaisuri biasanya.

"Begitulah, aku tidak masalah dengan pendapat mereka. Itupun jika mereka sudah melihatku, jika belum? Mereka berkata seperti itu seperti cantik saja. Mereka menjadi selir juga karena politik."

"Perlu diingatkan jika kau menjadi selir senior tingkat satu dan permaisuri juga karena politik." Ujar Jungwon malas.

"Tidak, karena takdir."

"Caranya dengan politik juga."

Sunghoon mendengus kesal. "Baiklah, aku akui itu."

Ditengah obrolan ketiga teman tersebut, datanglah seorang dayang. "Junjeong Mama, Sungyoon daegun dihukum." Nada bicaranya terdengar takut-takut. Meskipun anak-anak Kaisar dididik keras, Sunghoon tetap akan marah jika anak-anaknya terjadi sesuatu.

"Mworago!?" Sunghoon yang belum berganti pakaian segera mengikuti dayang tersebut, Jungwon dan Sunoo juga mengikuti dibelakangnya. Sunghoon melihat anak bungsu nya yang sedang berlutut. "Apa kalian ada hak untuk menghukum putraku!?" Tanya nya marah.

"Junjeong mama, Anda seharusnya mengajarkan soal sopan santun pada Sungyoon daegun. Ini istana, bukan tempat kumuh kalian tinggal." Ujar selir Kim, dia telah mengetahui siapa Permaisuri Joseon.

"Yang seharusnya belajar sopan santun itu kau. Aku membebaskan putraku dan dia tahu batasan, sopan santun apa yang dia langgar? Berlari-lari di istana? Aku mengizinkan nya. Yang mengurusi dayang, pangeran dan selir itu aku dan aku ibu dari Sungyoon. Aku yang lebih berhak memutuskan apapun untuk putra ku. Kau menyuruhku mengajarkan putraku, sedangkan kau sendiri tidak tahu bagaimana menjaga seorang anak."

"Anda sombong sekali, mama."

"Abeonim!!" Sungyoon yang awalnya bersama Gaeul segera berlari pada sosok dengan jubah merah nya. "Sakit." Dia menunjukkan telapak tangannya yang merah.

Jaeyoon terkejut melihat keadaan telapak tangan anak bungsunya saat ini dalam keadaan merah dan luka, kasim hanya memberitahu jika Sungyoon dihukum untuk berlutut. "Apa yang kau lakukan?" Tanya nya dengan lembut, sembari mengusap telapak tangan anak bungsunya tersebut.

"Aku sedang mengejar anak anjing, lalu tidak sengaja menyenggol selir Hwang. Aku sudah meminta maaf, abeonim. Aku sudah membungkuk berkali-kali sembari meminta maaf."

"Posisi mu turun menjadi dayang." Putus Sunghoon dengan tegas, ia hampiri Sungyoon yang mengadu pada ayahnya.

Benar-benar sakit melihat apa yang terjadi pada anak sulungnya, emosinya juga mudah berubah karena sedang mengandung. "Aku sebagai ibunya tidak pernah berbuat kasar senakal apapun anak-anakku." Ujar Sunghoon sembari mengusap telapak tangan Sungyoon dengan kain dingin yang dibawakan seorang dayang.

"Jeonha, hamba tahu, hamba tidak bisa memberi keturunan untuk kekaisaran. Tetapi—"

"Aku tahu, tapi Permaisuri juga mengizinkan kalian untuk berinteraksi dengan anak-anaknya dan mengizinkan untuk menganggap mereka seperti anak kalian. Dia paham dan mengerti, tapi kenapa kalian mengecewakannya? Kalian bersikap seolah paling tersakiti, sedangkan kalian ada setelah kepergiannya sebagai selir senior tingkat 1."

"Aku tidak tidur dengan kalian, agar saat kalian di pinang oleh seseorang masih dalam keadaan yang baik dan akan sia-sia juga akhirnya karena kutukan itu. Aku juga tidak terima putraku diperlakukan dengan kasar, bukan berarti dia akan menjadi lemah. Karena aku saat kecil pun lebih sering dimanjakan, meskipun yang melakukan itu hanya mendiang kakakku dan para dayang saat itu. Apa aku lemah? Tidak."

"Kalian semua tidak diizinkan keluar dari kamar selama 1 bulan." Ujar Jaeyoon sebelum kembali fokus pada Sungyoon.

Sunoo dan Jungwon menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka terlalu membanggakan diri menjadi seorang selir, padahal hidup seperti bangsawan biasa saja mereka sudah sangat menyenangkan.

To be continued....

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love In PoliticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang