- Sheet : 32. Balapan

6.8K 303 22
                                    

Sudah satu bulan berlalu, Kaiyca dan Leon berpisah dalam waktu yang cukup lama. Perpisahan ini menyisakan luka yang dalam bagi Leon, apalagi ditambah dengan rasa bersalah yang masih menghantuinya karena kesalahan yang belum ditebusnya kepada istrinya, Kaiyca.

Leon sangat kacau sekarang, mulai dari selalu turun ke area tawuran jika ada musuh dari Bruiser menantangnya untuk bertarung. Ia selalu menang, dan musuhnya selalu berakhir dirumah sakit karena mendapati luka yang cukup mengenaskan.

"Sampai kapan?"

"Shut up! do not speak." Ucap Leon dingin.

Marvez menggeleng kepala tak habis pikir dengan jalan pikiran cowok itu. Jika memang menyesal kenapa tidak mencari tahu kebenarannya agar kesalahpahaman itu tidak terus-menerus terjadi?

"Gue berdiri disini, Because I'm your friend. Jangan jadi tolol, bukannya cari tau, lo malah cari lawan sana-sini."

"Don't you miss your wife and son?" Lanjut Marvez sembari menatap datar Leon.

"ANJING!!! TANPA LO BILANG GITU, GUE KANGEN SAMA AI DAN ELNO." Geramnya memukul kepalanya sendiri frustasi.

"Ini ada apa an dah, teriak-teriak? Baru datang gue udah di sugahi suara gempar aja." Sahut Bevan yang baru datang bersama Bahvin.

Mata Bevan melotot saat menelusuri sudut demi sudut markas Bruiser. Ini sudah lebih dari kapal pecah, sampai keramik pecah karena amukan dari Leon. "Benar-benar udah gila," batinnya berucap.

"Gue... Gue mau Ai, el..."

"Ai, gue kangen,"

"Cil, gue juga kangen, tolong balik."

"Lo kaya gini ga bakalan merubah apapun, mending lo liat ini bos. Gue sama Bahvin udah dapet informasi lengkap tentang kematian Adelia dan kenapa Tyara sampai dibunuh."

Leon memejamkan matanya, ia menghela nafas berat. Setelah dirasa cukup tenang, Leon mengambil alih ponsel Bevan. Matanya bergerak membaca setiap kata yang ada disana, dan video-video yang menunjukkan bahwa Adelia tidak meninggal karena racun namun gadis itu jatuh pingsan terlebih dahulu sebelum menghembuskan nama terakhir. Kata-kata yang diucapkan untuk yang terakhir kalinya dari gadis itu juga terdengar jelas di telinga Leon, Marvez, Bevan dan Bahvin.

Leon menggeleng kuat, seolah tidak percaya dengan fakta-fakta yang baru saja terungkap bahwa meninggalnya Adelia bukan karena depresi, melainkan karena penyakit mematikan yang di derita oleh gadis itu. Selama ini gadis itu menyimpan rahasia ini sendirian, dan sialnya Adelia malah meminta kedua orang tuannya untuk menjodohkan Leon dengan Kaiyca dikarenakan umur Adelia tidak lama lagi.

"ARGHH SIALAN!"

'PRANKK!!'

"ANJING HP GUE," pekik Bevan histeris, ponsel itu baru saja ia beli beberapa hari yang lalu.

"Gimana, nyesel?" Tanya Marvez sambil menghisap rokoknya dengan santai.

"Nyesel lah masa engga, kalau ga nyesel berarti hatinya udah berubah jadi hati monyet." Sahut Bevan mencibir.

Leon sama sekali tidak menghiraukan ucapan yang tertuju untuknya, ia menyambar jaket dan kunci motor yang tergeletak di atas sofa kemudian berlalu pergi tanpa pamit.

"WOI BOS, MAU KEMANE?"

"Bacot."

***

Leon membawa motornya dengan ugal-ugalan sampai mendapatkan sumpah serapah dari pengendara lainnya. Tujuannya hanya satu, arena balapan.

LEONIDAS (PO TGL 3 DES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang