Taman Alfo,
"Auss, bi... auss."
Itu suara Abigail, anak kecil yang malang. Sudah dua jam dia terpisah dari ibunya, Kaiyca. Dua jam yang lalu, Kaiyca mengajak Abigail jalan-jalan ke taman yang tak jauh dari mansion.
Abigail tidak tahu bagaimana dia bisa kehilangan jejak ibunya. Padahal, tadi dia hanya mengejar seekor kelinci yang berlari ke dalam semak-semak.
Di lain sisi
Taman yang awalnya ramai dengan tawa anak-anak kini terasa sunyi di telinga Kaiyca. Matanya liar mencari ke sekeliling, napasnya tersengal, dan tubuhnya gemetar. "Abi! Abigail!" panggilnya dengan suara yang nyaris pecah, tapi tak ada jawaban. Ia berlari dari satu sisi taman ke sisi lain, mengintip di balik pohon, ayunan, dan perosotan, namun putrinya tetap tak terlihat.
Air mata mulai mengalir di pipinya. Panik merayap di dadanya, menyumbat pikirannya. Seharusnya ia tidak membiarkan Abigail bermain terlalu jauh. Seharusnya ia lebih waspada. "Abi... di mana kamu, sayang?" bisiknya, suaranya serak.
Ketika Kaiyca akhirnya melihat Leon bergegas datang, wajahnya yang biasanya menjadi tempat berlindung justru menambah rasa takutnya. Leon mendekat dengan langkah lebar, wajahnya tegang dan penuh amarah. "GIMANA SIH LO, JAGA ANAK GA BECUS BANGET!" serunya dengan nada yang tajam, bahkan tanpa mencoba meredam emosinya.
Kaiyca menatapnya dengan mata penuh air mata. "Aku... aku cuma sebentar nengok handphone. Dia tadi di sini, Le, aku sumpah aku nggak ninggalin dia—"
"Sebentar? lo ninggalin anak kita cuma buat handphone?!" Leon memotong dengan kasar. Suaranya semakin meninggi, seolah lupa bahwa istrinya butuh di tenangkan. "Lo nggak bisa jagain anak sendiri?! gue kerja mati-matian buat kalian, dan ini balasannya? Lo bahkan nggak bisa tanggung jawab buat Abigail!"
Kaiyca mundur selangkah, tubuhnya lemas seperti ditampar berkali-kali. Leon tidak berhenti, setiap kata yang keluar dari mulutnya menjadi belati yang menusuk hatinya.
"Aku... aku nggak tahu harus gimana lagi, Leon. Aku—" Kaiyca mencoba bicara, tapi suaranya tersendat oleh isakan-nya.
Namun, Leon sudah terlalu terbakar oleh emosinya untuk mendengar. "Lo cuma bikin semuanya lebih buruk. Ini salah lo, Kaiyca! salah lo!"
Hening menggantung di antara mereka. Hanya isakan Kaiyca yang terdengar, sementara Leon memalingkan wajah, dadanya naik turun karena marah. Orang-orang di taman mulai melirik ke arah mereka, tapi tidak ada yang cukup berani untuk mendekat.
Dengan lemas Kaiyca memberanikan diri membuka suara. "Maaf... a--aku lalai, aku ga becus jagain Abigail. Kamu boleh marah-marah sama aku sampai kamu puas, tapi aku mohon... cari Abigail dulu,"
"Ya?"
"Bacot! sekarang lo pulang! biarin gue cari anak gue!!" usir Leon.
Tidak ada pilihan lain, Kaiyca menurut. Walaupun hatinya berat untuk beranjak dari sana, ia juga ingin ikut mencari putrinya. Tapi, Kaiyca juga tidak ingin membuat Leon makin marah.
Leon seperti kehilangan akal, Abigail putri satu-satunya mana mungkin dia tidak khawatir dengan kondisi anak mungilnya itu? tapi, tanpa Leon sadari. Karena kekhwatirannya yang berlebihan dengan tidak sengaja ia telah membuat hati Kaiyca menjadi terluka.
****
Markas bruiser,
"ANJING!"
"BALIKIN DUIT GUE, VAN!"
"GUE MAU BELI ROKOK!"
Aksi kejar-kejaran antara Bahvin dan Bevan sudah terjadi selama beberapa menit. Tidak ada yang mau mengalah, semua orang yang berada di dalam markas-pun sudah lelah dengan kelakuan kedua kembar nakal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONIDAS (PO TGL 3 DES)
Novela JuvenilLeonidas Lion Strength, yang biasa disapa dengan Leon. Ia mempunyai sifat temperamental, biasa disebut dengan 'raja jalanan' dikarenakan geng motor bernama BRUISER yang diketuai olehnya memiliki akses ke seluruh kawasan Bandung. Bukan hanya itu saja...