Beberapa hari kemudian, Kaiyca akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter. Kabar baik itu disambut dengan sukacita oleh semua orang—gadis itu sembuh dan bisa kembali ke rumah dengan selamat.
"Hati-hati, Ai... sini gue pegangin," ujar Leon dengan lembut, memapah tubuh Kaiyca yang masih lemah.
Kaiyca tersenyum kecil, mata yang penuh syukur menatap suaminya. "Makasih, Kak. Udah rawat aku sampai sembuh," ujarnya, suaranya lembut.
Leon berdecak pelan, sedikit tersenyum dengan nada santai. "Ck, ini udah jadi tanggung jawab gue sebagai suami, nggak usah pake makasih segala," jawabnya, berusaha terdengar tegas meski hati kecilnya bangga.
Tiba-tiba, teriakan ceria dari seorang anak kecil membuat perhatian mereka teralihkan. "MIMAAAA!!" teriak Elno, yang berlari kearah mereka dengan wajah ceria. Di belakangnya, Abigail mengikutinya dengan langkah kecil, sementara Bahvin, Bevan, Meika, dan Marvez ikut datang.
"Eh, anak Mima," ujar Kaiyca sambil tersenyum hangat, melihat Elno dan Abigail yang datang dengan wajah penuh semangat. "Mas Nono sudah pulang sekolah, ya?"
"Sudah, Mima! tau gak, Mima? Mas tadi dapat nilai 100 loh di sekolah!" seru Elno penuh semangat, matanya berbinar bangga dengan pencapaiannya.
Kaiyca tertawa kecil, ekspresinya begitu antusias. "Wah, anak Mima pintar banget, ya," pujinya.
Leon, yang berdiri di samping mereka, menyeringai dengan bangga. "Anak gue juga itu, Kai. Biasalah, turunan bapaknya," katanya sambil menepuk bahu Elno, memamerkan rasa bangga seorang ayah.
Bevan yang mendengar itu langsung tertawa lebar. "Dih, pas SMA aja lo pernah dapat nilai gosong, bos," katanya dengan suara tinggi, mengolok-olok Leon sambil menggigit buah apel di tangannya.
Kaiyca tertawa mendengar candaan itu, sementara Leon hanya mencibir dengan ekspresi pura-pura kesal. Semua yang ada di situ merasa seakan waktu berhenti sejenak, merayakan kebahagiaan kecil yang terasa begitu besar setelah kejadian beberapa hari yang lalu.
Leon hanya mendengus pelan, matanya melirik Bevan dengan tajam. "Mau mulut lo gue robek, hah!" ucapnya sambil menatap tajam Bevan.
Nyali Bevan langsung menciut, ia memilih diam, daripada mulutnya yang menjadi korban kegilaan cowok itu.
Kaiyca tertawa, lalu menoleh pada Abigail yang masih memegang tangan Marvez, matanya mengembun lembut. "Abi, sayang, kamu gak mau peluk Mima?" Kaiyca bertanya dengan suara manja, ingin mencairkan suasana di antara mereka.
Abigail menatapnya, lalu dengan sedikit ragu menghampiri. Namun, saat dia hendak melangkah, tiba-tiba dia berhenti dan melirik Leon. Wajah kecil Abigail tampak cemas, matanya berkaca-kaca seakan menunggu sesuatu.
Leon, yang melihat itu, merasa sesak di dadanya. Ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya, dan tanpa disadari, ia berjongkok di depan Abigail. "Cil... jangan takut," ucapnya pelan, mencoba menenangkan gadis kecil itu. "Gue ga akan marahin lo," tambahnya.
Memang, setelah kejadian di taman beberapa hari yang lalu, membuat Abigail takut pada Leon. Meski ia selalu berusaha terlihat biasa saja, sorot mata Abigail yang menghindar setiap kali Leon mendekat, begitu jelas terlihat. Bahkan ketika Leon mengulurkan tangan untuk memeluknya, Abigail hanya diam menerima.
Kaiyca melihat perubahan itu dengan hati yang berat. Ia tahu bahwa ketakutan Abigail bukan tanpa alasan. Semua yang terjadi, kata-kata Leon yang keras, kemarahan yang tak terkendali, telah meninggalkan bekas di hati anak kecil itu. Meskipun mereka sudah berusaha menyembuhkan semuanya, luka itu tetap ada, tersembunyi di balik senyum Abigail yang tampak biasa, tapi sering kali tidak pernah sampai di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONIDAS (PO TGL 3 DES)
Novela JuvenilLeonidas Lion Strength, yang biasa disapa dengan Leon. Ia mempunyai sifat temperamental, biasa disebut dengan 'raja jalanan' dikarenakan geng motor bernama BRUISER yang diketuai olehnya memiliki akses ke seluruh kawasan Bandung. Bukan hanya itu saja...