Ekstra part 6

492 13 2
                                    

"Jangan di sini dong, El! aku mau nanam pohon punyaku di sini," protes seorang anak kecil seusia Elno. Wajahnya cemberut, tangannya bertolak pinggang dengan tegas. Anak itu, Kasar, tingginya hanya sebahu Elno, tapi suaranya terdengar lantang.

"Minggir dong, tempat ini aku yang pilih duluan!" lanjut Kasar, menatap Elno dengan alis yang berkerut tajam.

"Enggak bisa gitu dong! jelas-jelas aku duluan yang nanam pohon pisang di sini. Kok kamu malah ngaku-ngaku kalau kamu duluan yang pilih tempat ini, sih?!" sergah Elno dengan nada kesal, matanya menatap tajam ke arah Kasar yang terus mendesaknya tanpa henti.

Kasar memajukan langkahnya, wajahnya tidak kalah kesal. "Aku yang mau di sini! Kamu yang minggir!" balasnya keras, nadanya penuh emosi.

Tanpa peringatan,

Bruk!

Kasar mendorong tubuh Elno dengan kuat.

Elno yang tidak siap dengan serangan dadakan itu kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terjerembap ke tanah, dan sebelum ia sempat melindungi dirinya, keningnya menghantam sebuah batu kecil yang berserakan di sana.

"Aduh... mima..." lirihnya, suara kecilnya terdengar gemetar. Tangannya bergerak ke kening, dan ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir di sana. Saat Elno menurunkan tangan, terlihat darah segar di jari-jari miliknya.

Elno menatap tangannya dengan mata melebar, darah segar menodai jari-jarinya. Rasa perih di keningnya mulai menjalar, membuat seluruh tubuhnya terasa lemah. Pandangannya perlahan memudar, dunia di sekitarnya seakan mulai berputar.

“Elno!” suara samar terdengar. Tubuh kecil Elno terasa berat, napasnya tersengal sebentar sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap. Elno kehilangan kesadaran, terbaring diam di tengah suara yang berteriak memangil namanya.

****

UKS sekolah,

Di sinilah semua orang berkumpul, suasana di ruangan terasa hangat meski tegang. Kaiyca, yang berdiri di antara mereka, mencuri perhatian dengan caranya sendiri. Meski sudah menjadi ibu dari dua anak, kecantikannya tetap terpancar, terlihat jelas di bawah pencahayaan lembut ruangan.

Kaiyca berdiri di sudut ruangan, tatapannya fokus pada Elno yang terbaring dengan perban di keningnya. Meski mencoba tenang, raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam. Pikirannya sibuk berputar, mencoba memahami bagaimana kejadian sederhana bisa berakhir seperti ini.

Di sudut lain, Kasar berdiri dengan kepala tertunduk. Wajahnya pucat, matanya sesekali melirik ke arah Elno yang diam di kasur. Anak itu terlihat sangat bersalah, tetapi terlalu takut untuk mengatakan apa pun.

Seorang wanita yang berdiri di belakang Kasar, mungkin ibunya, memberanikan diri mendekati Kaiyca. "Bu Kaiyca, saya minta maaf. Anak saya nggak seharusnya main kasar seperti itu. Saya benar-benar nggak tahu harus berkata apa lagi," ucapnya dengan suara lirih, penuh penyesalan.

Kaiyca menoleh, tatapannya lembut menyapa. "Kita sama-sama orang tua, saya ngerti anak-anak suka ribut. Tapi kalau sampai melukai seperti ini, saya nggak bisa anggap remeh. Ini bukan cuma soal anak-anak lagi, Mbak," jawabnya, suaranya tegas namun berusaha tidak meledak.

Wanita itu mengangguk kecil, tangannya menggenggam erat lengan Kasar, seolah berharap anaknya akan meminta maaf. Tapi Kasar hanya menunduk semakin dalam, terlalu malu untuk berbicara.

Suara pelan dari arah kasur tiba-tiba memecah ketegangan. “Mima…” Elno memanggil, suaranya lemah namun cukup jelas untuk membuat semua orang menoleh.

Kaiyca segera menghampiri anaknya, berlutut di sisi ranjang. Tangannya yang hangat menggenggam tangan kecil Elno, sementara senyumnya yang penuh kasih mencoba menghilangkan rasa sakit anaknya. “Mima di sini, sayang. Gimana? Masih sakit?” tanyanya lembut.

LEONIDAS (PO TGL 3 DES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang