Sudah sekitar dua puluh menit berlalu. Lisa mengunjungi rumahnya tapi malah Jennie yang merasa seperti pulang ke rumah. Lisa sibuk dengan kucingnya sedangkan Jennie berbincang dengan kedua orang tua Lisa di sofa sejak datang disana.
Jennie menatap anak gadis itu yang terduduk dilantai berada jauh darinya, Lisa terlihat benar-benar bahagia dengan kucing-kucingnya bahkan menempelkan kepala kecil kucingnya itu pada pipinya dan mengambil beberapa foto. Jennie ikut bahagia, namun ia tahu jika di dalam keluarga ini sepertinya ada rasa cangung yang menyeruak, bahkan saat mereka datang tadi Lisa hanya menyapa ibu sambungnya seolah menyapa orang asing.
"Aku tahu ini berat untuknya, dia datang berkunjung ke sini saja sudah membuatku senang." suara bariton pelan yang keluar dari pria dihadapan Jennie semakin membuatnya iba.
"Lisa anak yang ceria, dia juga sangat perhatian dengan orang-orang disekitarnya. Mungkin hanya butuh penyesuaian sedikit." ucap Jennie tersenyum kecil. Beruntung ia berasal dari New Zealand, jadi mereka bisa berkomunikasi dengan lancar menggunakan bahasa inggris.
Wanita paruh baya yang duduk bersama ayah Lisa itu tersenyum, "Dia sangat mencintai ayahnya, dia memilih untuk ikut bersama ayahnya dan berharap kedua orang tuanya bisa bersatu, namun inilah yang terjadi." wanita itu terkekeh miris, "Aku mengerti Lisa masih mencintai keluarga untuhnya yang dulu." sambung wanita itu sendu.
Jennie bisa menangkap itu semua, sesama wanita tentu perasaan itu lebih mudah hinggap dihatinya. Jennie tersenyum singkat, "Aku akan menghampirinya." kedua orang tua Lisa hanya mengangguk lantas Jennie bangkit dari sofa. Ia berjalan beberapa langkah dan menepuk bahu Lisa yang sedang asik melihat hasil jepretan fotonya.
"Eonnie, ingin pulang?"
Jennie menggeleng dengan senyumannya, "Ikut aku sebentar, kau harus mengobrol dengan orang tuamu, mereka merindukanmu, bukan merindukan ku." ucapnya lalu menarik tangan Lisa dengan pelan.
Sejujurnya Lisa sedikit ragu, tapi ia pasrah saja saat tangannya dibawa dan akhirnya mereka duduk berdampingan dihadapan orang tua Lisa.
"Lisa dan aku masuk di klub dance, dia benar-benar pandai sekali menggerakan tubuhnya. Ketika musik di putar maka wajahnya akan serius dan Lisa benar-benar seksi!" Jennie berbicara dengan ceria dan membuat suasana canggung di rumah ini memudar sekian persen.
"Benarkah? Lisa memang sedari kecil senang sekali dengan tarian dan senam." kata Tuan Manoban lalu terkekeh kecil, "Apa kau masih sering senam pagi?"
Lisa terkisap, "Yy-ya, jika hari minggu atau hari libur aku sering melakukannya di depan televisi."
Jennie tertawa, benar-benar lepas dan bukan sesuatu yang dibuat-buat, "Kau harus mengajakku sewaktu-waktu Lisa, berdua pasti menyenangkan."
Lisa terkekeh, "Baiklah, aku akan mengajakmu lain kali."
"Kalian pasti sering menghabiskan waktu bersama karena satu gedung apartemen." sang nyonya Manoban berbicara.
Jennie mengangguk antusias, "Aku sering bermain di apartemen Lisa atau Yeri. Kami terkadang membuat makanan dan mengotori dapur lalu menjadi sangat malas untuk membersihkannya karena kekenyangan."
"Eeiii aku tidak seperti itu, itu eonnie dengan Yerim, aku selalu membersihkan dapur dengan baik." Lisa mengelak dan keadaan menjadi sangat riang.
Tuan dan nyonya Manoban saling tatap dan tersenyum. Gadis bermata kucing ini sama dengan kucing-kucing disana yang memberikan energi positif.
____
Dugaan Seulgi rupanya terjadi juga. Irene akhirnya mabuk dan lupa akan dirinya sendiri. Gadisnya itu terus meracau tidak jelas dengan bahasa planetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] Loftily [Money, Lust, and Love] || SEULRENE [COMPLETE] ✔✔
FanfictionBae Jungnam terpaksa memberikan anaknya; Bae Joohyun, kepada seorang wanita kaya raya karena terlilit hutang yang cukup besar. Bae Joohyun a.k.a Irene masih duduk dibangku kelas tiga SMA dan sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Kim Taehyung...