Keesokan harinya..
Seulgi sama sekali tidak bicara apapun pada Irene. Irene bahkan menyantap sarapannya sendirian karena Seulgi tidak kunjung turun dari kamarnya meski hari sudah siang. Irene ingin pergi ke kamar Seulgi untuk mengajaknya makan bersama tapi Bibi Shim mengatakan jika Seulgi sudah makan.
"Bibi, apa dia sakit?" Irene bertanya lalu mulutnya kembali sibuk mengunyah.
Wanita paruh baya yang sedang membereskan kekacauan yang Irene lakukan kemarin itu menoleh, "Tidak nona, master hanya sedang mengecek sesuatu di ruang kerjanya."
Irene mengangguk-angguk, "Penggila kerja." gumamnya kecil.
Tak lama dari itu Seulgi turun, dia dengan pakaian rapinya itu berjalan begitu saja melewati Irene seperti tidak menganggapnya ada.
"Hei tunggu!" seru gadis itu lalu minum dengan kecepatan tinggi kemudian berlari menyusul Seulgi yang sudah masuk kedalam mobil.
Mulai dari masuk sampai mobil itu berjalan, tidak ada satupun percakapan yang keluar dari ketiga orang yang ada disana. Pildo fokus dengan jalanan, Seulgi tidak berhenti mengecek tabletnya, sedangkan Irene tidak berhenti memperhatikan Seulgi.
"Kau baru saja pulang, tidak bisakah istirahat untuk sebentar?" Irene akhirnya berbicara.
Seulgi berdehem kecil tanpa menoleh sedikitpun.
Irene mendesis, "Kau masih marah? Setidaknya jawab pertanyaan ku."
"Tidak bisa, banyak yang harus aku cek." kata Seulgi masih tidak mau menatap Irene.
Irene menutup layar tablet itu dengan tangannya lalu menarik dagu Seulgi untuk menoleh ke arahnya.
"Apa?" tanya Seulgi malas.
"Kita sudah berbaikan tadi malam 'kan?" tanya Irene dengan alis menurun serta wajah sendunya, ia berbicara dengan nada pelan dan itu membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Tapi hal itu tidak mempengaruhi Seulgi lebih jauh, dia hanya menatap sang gadis dengan datar.
"Kau yang menganggapnya seperti itu, aku belum memaafkanmu." ketus Seulgi lalu menyingkirkan tangan Irene dari dagunya.
"Apa yang harus aku lakukan?" decak Irene.
Seulgi menatap kedepan pada spion, ia bertatapan dengan Pildo, "Hentikan mobilnya."
Pildo mengangguk kemudian mobil itu semakin menepi. Perasaan Irene jadi tidak enak.
"Keluar." ucap Seulgi dingin saat kembali menatap Irene.
"Apa?" alis Irene mengerut tak mengerti.
"Keluar sekarang juga." tegas Seulgi dengan nada yang meninggi.
Irene sering mendapatkan hentakan dari ayahnya, tapi ia tidak pernah menganggapnya, sedangkan suara Seulgi kali ini membuatnya hampir menggigil dan kedua matanya memanas.
"Kau..mengusirku?" lirih Irene terdengar seperti menahan tangisnya.
"Ya. Keluar." Seulgi menunjuk jendela dengan dagunya. Wajahnya terlihat sangat angkuh dan mahal.
Irene mendengus marah kemudian segera keluar dari mobil tersebut. Ia membiarkan mobil itu kembali melaju dan meninggalkan dirinya. Gadis itu tidak menyangka jika perhatian yang ia berikan membuat Seulgi sangat terganggu. Atau memang Seulgi benar-benar sangat marah padanya?
Irene terpaksa harus melanjutkan perjalanannya menggunakan taksi. Ia menatap jendela dan merasa sangat tidak karuan. Seulgi membuat perasaannya campur aduk. Ia bertanya-tanya apa yang harus ia lakukan saat ini. Di satu sisi ia masih memiliki perasaan pada Taehyung, tapi perasaannya yang timbul pada Seulgi membuatnya bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] Loftily [Money, Lust, and Love] || SEULRENE [COMPLETE] ✔✔
FanfictionBae Jungnam terpaksa memberikan anaknya; Bae Joohyun, kepada seorang wanita kaya raya karena terlilit hutang yang cukup besar. Bae Joohyun a.k.a Irene masih duduk dibangku kelas tiga SMA dan sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Kim Taehyung...