Satu minggu berlalu begitu cepat. Tapi kehidupan seperti sudah berhenti bagi Irene. Tidak ada raut diwajahnya selain sendu dan datar. Senyumannya seolah hilang direnggut kenangan yang kini menjadi pahit.
Liburan musim dingin yang ia tunggu-tunggu nyatanya hanya hari dingin tak berujung bagi hatinya. Sosok yang ingin dia ajak habiskan waktu bersama pada kenyataannya tidak pernah muncul lagi di kehidupannya. Gadis itu telah beku, kemudian hancur seperti kepingan salju yang turun disepanjang hari. Tidak ada yang dia lakukan selain ikut dengan ibunya ke toko kemudian mengabiskan waktunya di sana. Nyatanya tidak hanya dia yang sedih, sosok wanita renta yang sedang memperhatikannya pun ikut bersedih melihatnya seperti ini. Irene yang biasanya ceria dan cerewet berubah menjadi gadis pendiam. Dia bahkan hampir terlihat seperti orang bisu.
"Tidak baik jika dia terus seperti ini." bisik Halmoni pada Taehee.
"Dia hanya masih belum melupakannya, dia akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu." ucap Taehee yakin.
"Tidakkah sebaiknya kita beri Seulgi kesempatan?"
Taehee mendengus, "Kesempatan apa lagi? Dia telah memiliki anak. Biarkan dia hidup bersama keluarganya dan biarkan Irene menemukan hidupnya yang baru."
Halmoni menghela napas kasarnya, dia sangat kecewa sekali dengan Seulgi yang sebelumnya dia bangga-banggakan.
Tiba-tiba lonceng berbunyi, Jennie datang ditengah dinginnya malam.
"Selamat malam!!" sapanya dengan senyuman manis khasnya.
"Hai Jennie. Bibi pikir kau sudah pergi menemui ayahmu." ucap Taehee.
Jennie menggeleng, "Ayah masih banyak pekerjaan disana, aku tidak ingin menjadi patung karena menunggunya, lebih baik aku disini lebih dulu untuk beberapa hari." ucapnya membuat dua wanita yang jauh lebih tua terkekeh.
"Aku tahu maksud lainmu. Sana, temanilah kelinci betina itu." titah Halmoni. Jennie terkekeh malu karena ternyata kepeduliannya itu terlihat jelas. Dia lantas mengangguk kemudian menghampiri Irene yang duduk merenung.
"Yha, belilah ponsel. Aku jadi sulit untuk menghubungimu." eluh Jennie.
Irene menatap Jennie tanpa ekspresi kemudian kembali menatap kue-kue yang dipajang. "Aku tidak butuh itu untuk saat ini. Kau bisa menghubungi ibuku, atau melalui telepon toko." ucapnya tak bergairah.
Jennie mendengus, "Sangat tidak menyenangkan. Aku masih tidak habis pikir denganmu, bisa-bisanya kau membuat ponsel dengan harga fantastis itu berubah menjadi kepingan kecil tak bernilai."
"Yha.. Bisakah kau diam." kesal Irene datar.
Jennie terkekeh geli. "Mian. Kau bisa cepat tua jika terus bersedih seperti ini. Aku juga sama patah hatinya sepertimu. Lebih baik kita habiskan waktu bersama."
Untuk pertamakalinya setelah hatinya hancur, Irene kembali menatap sahabatnya dengan lekat. Gummy smile yang tidak lepas di bibir dengan mata yang mengembang penuh harap membuatnya tersadar, disini bukan hanya dia yang sedang patah hati, Jennie juga mengalaminya. Mulai dari mantannya yang di penjara sampai, sahabat karibnya yang kini hilang kabar. Jennie juga pasti merasakan sakit karena itu.
"Apa kau mengajakku berkencan?" tanya Irene setelah terdiam selama 5 detik.
Senyum Jennie berubah, "Yaishh jalang ini. Maksudku bukan seperti itu, kau tentu bukan tipeku. Yang ku maksud kita bisa melakukan banyak hal bersama untuk menyembuhkan hati kita."
Kening Irene mengerut, "Dengan cara?"
"Ikut aku ke Australia. Ayahku sudah membelikan tiket untukmu." dia tersenyum iblis sementara Irene terkejut bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] Loftily [Money, Lust, and Love] || SEULRENE [COMPLETE] ✔✔
FanfictionBae Jungnam terpaksa memberikan anaknya; Bae Joohyun, kepada seorang wanita kaya raya karena terlilit hutang yang cukup besar. Bae Joohyun a.k.a Irene masih duduk dibangku kelas tiga SMA dan sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Kim Taehyung...