Seoul, sebuah kota besar dengan hingar bingar yang akan membawamu pada hiruk pikuk padatnya kegiatan masing-masing manusia. Malam dan siang hari tidak ada perbedaan yang signifikan, sebut saja kota sibuk. Namun akan berbeda jika datang badai atau cuaca buruk, mereka mungkin akan sibuk meringkuk di dalam rumah.
Di malam yang cerah ini lampu-lampu jalanan dan sorot dari gedung-gedung tinggi menghiasi kota. Di antara semua cahaya itu ada sebuah tempat yang penuh dengan lampu warna-warni, suara musik edm, dan bau alkohol yang menyeruak. Kingdom Hotel & Casino, atau orang-orang menyebutnya juga dengan casino in the air karena di puncak paling atas hotel tersebut adalah sebuah casino, tempat di mana orang-orang mencoba peruntungannya dengan bertaruh harta dan juga nama mereka.
"Permainan dimenangkan oleh Song Woosung!"
Pria yang di sebut namanya itu menyeringai dengan bangganya. Berbeda dengan orang-orang disekelilingnya yang kalah, termasuk Bae Jungnam, dia harus merelakan semua barang taruhannya di ambil oleh sang lawan.
Jungnam dengan langkah malasnya pergi dari meja perjudian itu menuju ke sebuah bar, kepalanya berdenyut pusing dan dia harus mengatasinya dengan alkohol agar semakin pusing.
"Sudah ku bilang berhenti, kenapa kau keras kepala sekali ingin lanjut."
Jungnam menghabiskan gelas kecilnya lalu menoleh malas pada seorang pria yang baru saja duduk di sampingnya.
"Minggu kemarin aku memenangkan permainan, tidak ada salahnya untuk kembali mencoba."
Sahabatnya itu terkekeh. "Kau tidak akan menjadi kaya dengan berjudi. Apa kau lupa kau sudah berhutang banyak dengan Tim Hwang?"
Jungnam menggeram lalu meminta sang bartender untuk membuatkan minumannya kembali.
"Jika aku lupa kepala ku tidak mungkin berdenyut seperti ini." dengus Jungnam.
Keduanya menoleh saat sebuah suara langkah sepatu mendekat pada mereka. Seketika kerongkongan Jungnam sulit untuk menelan ludahnya sendiri. Pria yang berdiri dihadapannya ini memberikan tatapan tajam dengan wajah dihiasi luka memanjang dari pelipis kanan atas sampai ke ujung rahangnya, tidak sulit untuk menyimpulkan kalau pria ini bukan pria sembarangan, Jungnam bisa saja mendapatkan bekas luka itu juga. Apalagi dibelakang pria itu terdapat tiga pria berbadan kekar yang siap mematahkan seluruh tulang yang ada ditubuhnya.
"Senang bisa melihatmu di sini, aku tidak perlu menyusahkan diri dengan pergi kekantormu untuk menagih semua janjimu." pria itu berucap dengan suara rendah nan tegasnya, tidak ada perubahan dari raut wajahnya, sangat datar.
"Aku baru saja mendapat kekalahan, tolong beri aku waktu untuk membayar semuanya." meskipun Jungnam memohon, rasanya tidak akan ada yang bisa merubah hati keras pria itu.
Tim Hwang menyeringai lalu duduk di samping Jungnam. Memberikan aura intimindasi yang menyeruak sampai membuat Jungnam hampir kehilangan denyut nadinya.
"Aku sudah terlalu sering mendengar ucapan itu dari banyak orang, dan sekarang tidak ada kata peduli untuk itu."
Jungnam mencoba menetralkan degub jantungnya, ini tidak aman. Ia bahkan bisa melihat ketiga pria kekar yang masih berdiri itu meregangkan otot di tangan mereka seperti bersiap untuk melayangkan tinjuan mautnya pada Jungnam.
"B-beri aku waktu tiga hari, aku berjanji akan melunasinya."
Tidak ada pilihan lain, Jungnam harus berbicara seperti itu agar ia lolos dari timpukan para algojo.
Tim Hwang menghilangkan seringainya dan menggantinya dengan wajah datar menyeramkannya kembali. Ia melirik tangan Jungnam kemudian melepaskan jam tangan mahal pria itu dengan paksa. Jungnam tidak ada nyali untuk mencengah perampokan halus tersebut.
"Akan ku pegang janjimu, tapi jika kau tidak menepatinya..., akan ku pastikan waktu mu berhenti saat itu juga." Tim Hwang memakai jam tersebut di tangan kanannya kemudian menunjuk kacanya, terlihat jelas pukul 23.09 tertera di sana.
"Tiga hari mulai dari sekarang, kau memiliki dua waktu siang untuk mencari pelunas hutang mu." gertak Tim Hwang lalu menepuk pundak Jungnam dengan tekanan sebelum akhirnya ia dan para anak buahnya itu pergi dari hadapan Jungnam.
Seketika oksigen kembali memenuhi pernapasan Jungnam, ia pikir ia sudah tidak akan menghirup udara lagi.
"Sial, seharusnya aku mengatakan empat hari lagi."
"Sudah ku bilang jangan pernah meminjam uang padanya." sahabatnya kembali bersuara.
"Diam kau sialan!"
Sahabatnya itu terkekeh karena melihat Jungnam sangat ketakutan dan lemas.
"Kau memiliki seorang putri, itu artinya kau sangat kaya raya."
Kedua alis Jungnam menukik.
"Jelaskan ucapanmu atau gelas ini akan mendarat di kepalamu."Temannya itu tertawa lalu menghela napasnya.
"Putri mu satu-satunya itu bisa kau jadikan pelunas semua hutangmu.""Kau gila! Aku tidak sudi Joohyun digerayangi oleh pria dengan luka cacat diwajahnya itu."
Temannya berdecak, "Ck, kau itu terlalu berpikiran rendah, ada orang lain yang bisa kau sodorkan dengan putrimu dan menggantinya dengan uang."
"Siapa?" tanya Jungnam dengan kekesalan di perkataannya.
"Pemilik King's group, dia sangat kaya raya dan aku yakin putrimu akan mencuri perhatiannya. Dia adalah seorang lesbian."
Kali ini perkataan temannya itu membuat kerutan di dahi Jungnam mengendur. Seperti ada secercah cahaya setelah ia terperangkap di gua terdalam.
"Jika kau menjualnya pada seorang pria, putrimu akan rusak. Tapi jika dengan seorang wanita, setidaknya putrimu tidak akan hamil." temannya kembali menghasut.
"Kau yakin dia seorang lesbian?"
Temannya mengangguk dengan sangat ekspresif. "Aku pernah melihatnya di hotel ini sedang berciuman dengan seorang wanita lalu mereka masuk ke dalam sebuah kamar."
Jungnam terdiam dengan tangan mencengram erat gelas kecilnya. "Ide yang tidak buruk."
.
.
Chapter 1 ➡
Dapet salam dari Seulrene meskipun mereka belum muncul di part ini 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] Loftily [Money, Lust, and Love] || SEULRENE [COMPLETE] ✔✔
FanfictionBae Jungnam terpaksa memberikan anaknya; Bae Joohyun, kepada seorang wanita kaya raya karena terlilit hutang yang cukup besar. Bae Joohyun a.k.a Irene masih duduk dibangku kelas tiga SMA dan sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Kim Taehyung...