19🔒

1.1K 132 8
                                    

Jongseong berjalan dibelakang Jaeyoon pergi ke aula utama, di mana Yeonjun sedang menunggu. Belum dirinya membuka suara, Yeonjun langsung memintanya untuk mengikuti.

Di malam yang dingin saat itu, ketiga nya diikuti beberapa pengawal pergi ke tempat pemakaman dan berhenti di depan sebuah makam baru.

"Berlutut." Titah Yeonjun dengan dingin.

"Apa maksudmu, hyung—"

Perkataan nya langsung dipotong saat Yeonjun memaksanya untuk berlutut. "Tetaplah seperti ini hingga besok sore."

Jaeyoon menatap tak percaya sang kakak. "Tapi, hyung—"

"Lihatlah makam ayahmu, Seja. Tanahnya bahkan belum kering, tetapi kau melakukan hal hina seperti itu. Apa kau tidak melihat ibu mu yang masih berduka atas kematian ayahmu?"

"Anak macam apa kau? Bersyukurlah jika aku ataupun Jaeyoon tidak melaporkan hal ini pada Jungjeon Mama. Jika dia tau, pelayan itu akan dihukum penggal."

"Kenapa hanya dia?" Tanya Jongseong tanpa rasa takut.

"Ah, kau bisa digulungkan dari posisimu dan digantikan Pangeran Agung kedua. Tapi, ibumu tidak akan tega melakukan itu. Cobalah mengerti perasaan orang lain—"

"Bahkan orang lain tidak mengerti perasaan ku."

Yeonjun ikut berlutut. "Kenapa kau sangat bodoh membaca situasi? Apa kau benar dididik untuk menjadi seorang pemimpin? Kau lupa di istana ini orang-orang bisa mengkhianati mu."

"Termasuk kalian."

Jaeyoon mencegah sang kakak yang akan marah. "Hyung kembali saja, biar aku yang berjaga di sini." Ujarnya mencoba menenangkan.

Yeonjun pun pergi diikuti pasukannya untuk kembali berjaga di Aula utama. Jaeyoon mendudukkan dirinya sembari mengacungkan pedang.

"Jangan berani untuk duduk." Ditatapnya sang sepupu yang terlihat masih kesal. "Keluarga ku hanya ingin melindungi kalian." Ujarnya dengan nada normal.

Jongseong menatap sosok Shim yang terlihat bersedih. "Apa harus dengan mengorbankan perasaan ku?"

"Mau tak mau kau harus melakukan itu." Jaeyoon memberi kode untuk Kyungjun memerintahkan pengawal yang berjaga untuk sedikit memberi jarak. "Jangankan perasaan, bahkan kau bisa saja mengorbankan nyawa mu sendiri."

"Kita sepupu, tapi kau tidak pernah tau apa yang terjadi dahulu. Kakek buyut ku adalah kakak dari kakek buyut mu. Kakekku menolak untuk meneruskan Kekaisaran karena satu hal, dia tidak ingin menyakiti hati istrinya karena harus memiliki selir."

"Ayah mereka kita tidak menyetujuinya dan hanya memberikan waktu untuknya berpikir lagi, tapi sayang takdir berkata lain. Dia meninggal karena terbunuh saat perjalanan pulang setelah berperang."

"Anaknya tidak bisa menggantikan posisinya karena dia perempuan, lalu tahta pun jatuh pada kakek buyut mu."

Jaeyoon membaringkan dirinya dan melihat langit. "Putrinya menikah dengan anak dari seorang Jenderal dan lahirlah ayahku. Kakekku hanya ingin melindungi Kerajaan nya tanpa harus menjadi Kaisar, kami penerusnya tentu mempertahankan itu."

"Jadi, jangan khawatir kami akan mengambil posisimu atau tidak. Seharusnya kau mencurigai orang lain. Mustahil ada orang yang tidak merasa sakit hati jika perjuangannya tidak dihargai."

"Kami memiliki kuasa setara dengan kalian karena mendiang Raja ingin memberi penghormatan pada anak sulungnya, anak yang dia harapkan bisa menggantikan nya."

"Terserah padamu akan percaya atau tidak. Tapi, cinta juga terkadang bisa membunuhmu, Seja. Kau tau, kesempatan itu terkadang tidak datang dua kali. Jika kau mengabaikan Sejabin, sama saja kau memberikan kesempatan pada musuhmu untuk mencelakai nya."

"Kau berhak untuk mencintai dia atau tidak, tapi jangan lupakan tugasmu sebagai suaminya. Dia yang mungkin akan melahirkan penerus mu, anak yang dia lahirkan itu berada dalam garis keturunan."

Jongseong terdiam, ia menatap makam sang ayah. Untuk pertama kalinya setelah keduanya sama sama menikah, mereka bisa mengobrol seperti ini lagi.

"Kembalilah ke kamar mu, biar aku yang bicarakan ini pada kakaku." Ujar si Shim sembari membersihkan pakaiannya.

"Tidak, setidaknya aku berada di sini sampai matahari terbit." Tolak Jongseong dengan posisi yang tidak berubah.

" Tolak Jongseong dengan posisi yang tidak berubah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari pun terbit. Di bantu oleh beberapa pengawal, Jongseong pergi ke kamar nya. Orang-orang tampak bingung, tetapi dengan adanya Jaeyoon sudah bisa mereka tebak.

Sosok penasehat Kaisar saja tidak akan bisa melawan kuasa keluarga Shim, apalagi para keturunan Kaisar pengganti. Panggilan untuk mereka.

"Kemana Sejabin?" Tanya nya pada seorang dayang.

"Sejabin tidak kembali ke kamar, Sejabin tidur di kamarnya." Jawab dayang tersebut dengan takut-takut.

Jongseong perhatikan sekitar kamar, tampak seperti semula, saat dirinya belum menikah. "Kenapa semuanya di singkirkan?" Tanya nya tak percaya.

"Sejabin memutuskan untuk tidur di kamarnya."

Jaeyoon tersenyum meledek. "Percuma kau menyesal. Bersihkan dirimu, lalu pergi ke tempat Jungjeon Mama." Titahnya sebelum pergi untuk pulang.

To be continued….

To be continued…

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Family SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang