📍JayWon; Jay x Jungwon
Yang Jungwon, anak dari seorang gubernur dan berasal dari keluarga bangsawan, menerima dengan terpaksa pernikahan nya dengan Putra Mahkota, Park Jongseong. Sampai akhirnya dia tahu rahasia keluarga nya dengan keluarga Kerajaa...
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Jongseong pada seorang tabib. Jungwon harus diperiksa karena dia tiba-tiba merasakan sakit pada perutnya.
"Keadaan Sejabin baik-baik saja, itu hal biasa dalam kehamilan. Tapi, hamba akan tetap memberikan obat pereda sakit untuk Sejabin."
"Terima kasih." Ujar Jungwon sebelum si tabib pergi. Ia menatap sang suami. "Anda tidak ada kegiatan, Seja?"
"Aku akan menemani mu."
Jungwon yang akan menolak pun tidak jadi saat melihat wajah Jongseong, dia mengalihkan pandangannya dan mencoba mencari cara untuk mengusir yang lebih tua.
Datanglah dayang membawakan makanan serta obat dari tabib.
"Cicipi." Titah Jongseong.
Dayang tersebut langsung menurut, ia mencicipi makanan dan obatnya di depan Jongseong dan Jungwon. Mereka diam untuk melihat reaksinya.
"Kau bisa pergi."
Jungwon mencoba mendudukkan dirinya, saat hendak mengambil mangkuknya Jongseong lebih dulu. "Hamba bisa sendiri."
"Tidak apa-apa."
Mau tidak mau Jungwon harus terima disuapi oleh suaminya tersebut, dia sedang malas berdebat. Perutnya sudah sakit dan juga lapar.
Pintu tertutup rapat, sebelumnya ada celah kecil untuk mengintip ke dalam. Dua orang pelaku tersebut berjalan meninggalkan kamar Jungwon.
"Dia sedang berpura-pura?"
"Entahlah hyung."
Heeseung mengangguk paham. "Masa berkabung mustahil akan dipercepat." Ujarnya dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Aku tau."
"Izinlah."
"Huh?"
Yang lebih tua menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau terlalu khawatir dengan keadaan Sunghoon hingga tidak fokus pada tugasmu, padahal kediaman keluarga mu lebih ketat keamanannya daripada istana."
"Musuh bisa dari dalam, aku juga tidak bisa meninggalkan Wangseja itu."
"Aku akan gantikan dirimu, paman pasti paham."
"Kau sudah ditugaskan untuk mengawasi perempuan itu, bagaimana—"
"Wangseja terus menemui perempuan itu, tentu bukan hal yang sulit. Dia hanya manis di depan saja, di belakang tetap sama." Ujar si Lee dengan malas.
"Jika abeonim mengizinkan. Lebih baik hyung mengawasi perempuan itu, jangan sampai dia berbuat hal bahaya untuk Sejabin." Ujar Jaeyoon dengan niat mengusir.
"Baiklah." Heeseung lebih dulu menepuk bahu sepupunya tersebut sebelum pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari sudah malam, tetapi Jongseong masih berada di ruang kerjanya bersama pelayan kepercayaannya. Padahal dia hanya duduk diam di sana.
"Wangseja, Anda harus istirahat." Ujar si pelayan.
"Aku baru sadar, aku sendirian."
"Apa maksud Anda?"
Jongseong tertawa hambar. "Eomma mama dan Halma mama serta keluarga Shim hanya fokus mempertahankan garis keturunan, Daebi Mama dengan pengikutnya fokus untuk mengambil alih Kekaisaran."
"Wangseja, Anda tidak akan sendirian jika Anda belajar dengan situasinya. Anda tidak akan sendirian jika memiliki seseorang yang Anda cintai dan orang tersebut mencintai Anda juga." Ujar si pelayan dengan baik.
"Anda tidak bisa mengharapkan orang lain Wangseja. Senjata yang senantiasa di depan Anda untuk melindungi bisa berbalik menyerang Anda." Lanjutnya.
Jongseong menatap kosong tinta dan kuas di mejanya. "Jika aku mencoba mencintai seseorang, dia akan dalam bahaya."
"Itu sudah resikonya, hanya menjadi menantu keluarga Shim saja bisa mengancam nyawa. Anda hanya perlu saling percaya satu sama lain dan memiliki tujuan yang sama."
Sang Putra Mahkota menyandarkan tubuhnya. "Itu tidak mudah. Bagaimana bisa Shim satu itu bisa mencintai seseorang sampai dia akan rela menaruhkan nyawanya sendiri?"
"Karena tuan termuda Shim mengerti arti cinta sesungguhnya. Bukan cinta yang hanya memberikan kepuasan dalam berhubungan intim."
"Kau menyindirku?" Jongseong menaikkan satu alisnya.
Pelayan tersebut langsung menggeleng. "Bukan seperti itu, karena banyak orang yang memiliki hubungan untuk mendapatkan kepuasan itu."
"Kenapa tidak mencoba pada Sejabin mama?"
"Dia berada di pihak eomma mama dan keluarga Shim." Ujar Jongseong dengan malas.
Pelayan tersebut tersenyum. "Akan tetap seperti itu, Wangseja? Kita tidak tau masa depan bagaimana, kita juga tidak tau perasaan orang lain yang sudah terbiasa menutup diri."
"Kebencian tuan termuda Shim sudah mereda, sebaiknya Anda tidak membuat kesalahan yang sama lagi. Demi kebaikan Anda."
Jongseong terdiam, dia memikirkan saran-saran dari pelayannya tersebut. Mencoba membayangkan jika dia memutuskan keputusannya satu persatu.
"Apa aku sebodoh itu soal percintaan?" Tanya Jongseong masih dengan ekspresi berpikir. "Atau memang takdir tidak mengizinkanku bahagia?"
"Apa Anda tidak bahagia akan menjadi seorang ayah?"
"Siapa bilang? Tentu aku bahagia. Hubunganku tidak baik dengan adikku dan saudaraku yang lain, jadi aku tidak bisa bermain dengan mereka saat kecil atau memanjakan adikku."
"Riki sejak kecil sudah menentangku dengan Daebi Mama, Riki seorang yang memilih memisahkan diri dari saudara-saudara tidak seibunya dan juga aku sebagai kakak kandungnya."
"Aku adalah anak yang tidak mendapat kasih sayang orang tua. Abeonim seorang Kaisar yang sibuk, Eomma mama seorang Permaisuri yang selalu berada di sisi Abeonim, Halma mama terus ingin mempertahankan garis keturunan."
"Aku memang mendapatkan kasih sayang dari keluarga Shim, tapi itu agar aku tidak menurut pada Daebi Mama. Aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang nyata."
"Dan aku tidak ingin hal itu terjadi pada anakku, apalagi jika dia seorang perempuan. Aku akan mencoba menjadi ayah yang baik."
Si pelayan hampir menangis mendengar nya. "Tapi, Anda juga harus bisa mencintai seseorang Wangseja. Menjadi ayah yang baik juga perlu ibu yang baik, seorang anak akan bahagia jika mendapatkan keduanya. Meskipun terkadang ada anak yang bahagia dengan satu peran orang tua."
"Kau membuatku bingung lagi." Jongseong bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruang kerjanya untuk kembali ke kamar.
To be continued….
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.