"She always mad"
"She deserved to be mad. Lo abis ngapain sama Arina?"
"Huh?"
"Kissmark. You dumb ass! Lo cipokan inget waktu sama tempat dong!"
Mahesa berdecak sembari mengutuk. Dia gak tahu jika Arina kurang bisa menutupi bekas dari perbuatan mereka di mobil tadi. Arina sudah berjanji akan menutup semua itu dengan make up. Tapi jika mata Ezekiel saja bisa melihatnya maka mata tajam milik Yara apalagi.
"Lo... jangan keterlaluan sama Yara"
"...."
Untuk hal yang satu itu, Mahesa gak bisa menjawab.
"Gak selamanya Yara akan ada disisi lo-"
"Jangan ngomong sembarangan, Eji" potong Mahesa.
Entah kenapa bayangan mengenai Yara yang meninggalkan dirinya begitu membuatnya merasa-
Marah?
Mahesa gak paham. Tapi hatinya selalu panas dan juga terasa teremas saat mendengar hal itu.
Karena menurutnya, Yara akan selalu berada disampingnya.
"Gue gak ngomong sembarangan. People come and go, Bang. Dan itu termasuk Yara. Gak selamanya dia bisa menoleransi kelakuan lo ini. Gue yang bukan dia aja, kadang sakit hati ngelihat kelakuan brengsek lo"
"We have agreement, Eji"
"Yang cuman nguntungin lo kan? Lo tuh- gue sampai bingung mau ngejelasinnya gimana, pokoknya jangan keterlaluan." Ujar Ezekiel.
Dia beneran kasihan soalnya sama Yara, walaupun perempuan itu gak bilang apa-apa tapi dari sorot mata Yara, Ezekiel bisa mengambil kesimpulan jika perempuan itu tersiksa.
Dengan apa yang perempuan itu miliki dengan Mahesa.
Mahesa itu tipe pasangan yang posesif. Dia gak suka jika Yara memiliki kegiatan di luar rumah terlalu banyak apalagi jika harus ditemani banyak laki-laki. Big no pokoknya, Karena itu semua urusan kantor yang gak penting-penting amat akan didelegasikan. Kehadiran Yara di kantornya tuh paling banyak 10 kali dalam setahun belakangan ini
Sisanya? Semuanya akan dikerjakan dirumah.
Selama pernikahan mereka, Yara banyak merugi karena keposesifan Mahesa yang berlebihan.
"Soalnya kalau Nayarra pergi, Lo jadi apa tanpa dia?"
....
"Do you feel comfortable?"
"Hm"
Noel tersenyum lalu duduk dikursi yang ada disamping kasur Yara. Tangannya terulur untuk mengambil tangan Yara untuk mengelusnya pelan.
Rutinitas yang selalu Noel atau Citra lakukan untuk membuat bos mereka bisa tidur lebih tenang.
"Noel"
"Kenapa?"
"Menurut kamu, kapan semua ini bakal selesai?" Tanya Yara, Yara punya kecenderungan untuk memakai aku-kamu kalau cuman berdua dengan Noel.
"Semua ini?" Tanya Noel balik, dia bisa melihat kerutan terbentuk diantara kedua kening Yara membuat Noel mengelus lembut dahi Yara agar perempuan itu lebih rileks.
Tidur enak tuh adalah privilege bagi Yara.
Seenggaknya dalam dua tahun terakhir ini.
"Pernikahan aku dan Mahesa. Kapan akan selesai?"
Pertanyaan itu sudah hampir satu bulan dilemparkan oleh Yara padanya dan dirinya masih belum mendapatkan jawaban yang tepat.
"Kenapa kamu nanya begitu?"
"Karena aku penasaran? Penasaran kapan Mahesa akan bosan dengan keadaan kayak sekarang"
Yara dan Mahesa memang tidak tidur satu kamar. Yara yang memilih seperti itu, dia memilih kamar yang paling jauh letaknya dari kamar utama. Dia juga meminimalkan pertemuan dirinya dengan Mahesa.
Poinnya, Yara ogah ketemu dan berinteraksi dengan Mahesa kecuali untuk konsumsi publik.
Padahal dulu mereka tidak begitu.
"Aku gak selamanya akan seperti sekarang kan Noel?"
Noel cuman tersenyum terus menaikkan selimut Yara hingga leher.
"Tidur ya? Kamu hari ini kelihatan capek"
Lagi-lagi Noel memilih untuk tak menjawab.
....
Yara kebangun gara-gara banyakya teriakan yang terjadi di luar kamarnya. Dengan tergesa, Yara menyingkap selimutnya dan berlari cepat menuju pintu kamarnya.
"Tuan!!-"
Nafas Yara tersengal pas ngelihat apa yang terjadi di luar kamarnya. Ada Mahesa yang lagi mencengkram kerah baju Noel dan dengan telak meninju pipi Noel.
"Noel!" Teriak Yara, dia ingin menghentikan Mahesa namun dicegat oleh Citra.
"Bu, tenang ya bu. Jangan ikut, nanti ibu kena puku-"
"Gimana saya bisa tenang kalau Noel dipukul!" Potong Yara yang dapat melihat dengan jelas jika Citra ketakutan dengan apa yang sedang terjadi.
Mata gadis itu memerah dan tangannya bergetar. Yara dalam hati mengasihani keadaan Citra.
"Kamu tunggu dikamar saya, bawa kotak P3K untuk Noel" perintah Yara.
"Minggir!" Teriak Yara pada beberapa pelayan yang mencoba mencegat Yara untuk berusaha mendekat ke arah dua laki-laki yang kelihatannya gak ada keinginan untuk menghentikan apapun yang mereka lalukan sekarang.
"Mahesa"
"Oh? Sudah bangun?" Tanya Mahesa ringan, tangannya terangkat untuk kembali memberi tinju pada Noel namun terhenti saat tangan Yara dengan cepat menahan laki-laki itu.
"Jangan, gue mohon"
Perkataan itu entah mengapa membuat amarah Mahesa makin membumbung tinggi.
Kenapa harus memohon?
Untuk dia?
"Dia seharusnya ngebolehin gue ke kamar lo. I'm your husband" Ujar Mahesa sebelum kembali melesatkan pukulan ke wajah tampan Noel.
Perut Yara tiba-tiba menjadi tak bersahabat setelah menyaksikan apa yang dilakukan suaminya.
Yara mual.
"Maafin Noel. Lo mau ketemu gue kan? Gue udah bangun. Ayo kita lakuin apa yang lo mau"
Mahesa memberikan senyumnya terus mengelus rambut Yara. Tangan Mahesa dihiasi sedikit darah.
Darah Noel yang sudah babak belur.
"Kita udah lama gak sarapan bareng. Ayo sarapan"
Yara mengangguk pelan sembari melirik keadaan Noel yang jauh dari kata baik-baik saja.
"15 menit. Kasih gue 15 menit buat siap-siap. Lo tunggu di meja makan aja-"
"Jangan coba mikir untuk ngobatin dia, Yara. Gue bisa bikin dia lebih babak belur lagi"
Yara menutup matanya. Dia tak punya pilihan selain menuruti keinginan Mahesa yang kini udah menarik tangannya lembut untuk mengikutinya.
Mahesa. Laki-laki itu.
Iblis.
Sumber rasa sakitnya.
Kelemahannya.
Karena sebrengsek apapun Mahesa, Yara selalu mencintai laki-laki itu.
Tapi apa cinta harus sesakit ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Days Operation
Fanfiction"Ten days. Give him ten days to fix everything. Kalau memang tak bisa diselamatkan lagi, maka kamu bebas melakukan apa yang kamu mau" Photos Credit : Pinterest