Walaupun Ezekiel masih clueless dengan apa yang terjadi tapi dia mengikuti saran mantan pacarnya itu. Dia akhirnya mengiyakan keinginan Mahesa untuk menggantikan laki-laki itu menjadi pemimpin kantor hingga seminggu kedepan.
Sebenarnya ini bukan hal yang sulit maupun asing bagi Ezekiel, dia sering menggantikan Mahesa kalau kakaknya itu lagi ke luar negeri misalnya tapi memang harus dengan alasan yang jelas. Karena gak bisa dipungkiri ya, Ezekiel juga orang sibuk. Sebagai pengacara kondang, dia punya banyak tumpukan berkas kasus yang harus dia baca dan selesaikan.
"Mahesa-"
"Knock first, Arina" kata Ezekiel tanpa menatap orang yang tengah terperangah melihat dirinya yang duduk di kursi direktur. Dia lagi membaca beberapa to do list yang harus dia lakuka hari ini.
"Mahesa kemana?" Tanya Arina dengan suara pelan. Arina gak terlalu mengenal dengan adik satu-satunya Mahesa ini. Dia terasa sulit untuk didekati.
Ezekiel mengalihkan matanya tepat ke arah Arinda dan memberikan tatapan dingin.
"Pertama, saya yang harusnya bertanya, kenapa kamu terlambat hampir dua jam? Kedua, memang ada urgensi apa kamu menanyakan Mahesa? Ketiga, saya rasa perusahaan ini punya standar kesopanan saat merekrut karyawan. Jadi dimana kesopanan kamu, Arina? Masuk tanpa permisi, memanggil atasan dengan nama depan?"
See?
Ezekiel memang selalu terasa menyebalkan bagi Arina. Dia bahkan gak segan-segan untuk memojokkan Arina.
"Mohon maaf pak, tidak akan saya ulangi lagi"
Ya memang jawaban apalagi yang harus Arina berikan selain permintaan maaf?
Yang dia hadapi bukan Mahesa yang hanya akan menepuk puncak kepalanya dan memaklumi semua tindakannya.
"Saya sampai mengobrak-abrik isi komputer kamu untuk tahu apa yang harus saya lakukan hari ini. Jadi, Arina, kamu bosan kerja ya disini?"
"Mohon maaf pak, atas keterlambatan saya-"
"Ini bukan pertama kali ya kamu seperti ini? Terlambat dan seenaknya?"
"...."
Satu hal yang membuat Ezekiel gak bisa menyukai Arina adalah kelakuan perempuan itu. Dia melakukan semua sesuka hatinya saat tahu dia memiliki Mahesa.
"Beda banget sama Yara" pikir Ezekiel.
Yara itu tipikal perempuan yang punya sopan santun tinggi. Namun gak serta merta Yara akan bisa ditindas atas nama kesopanan. Untuk Yara, respect is earned not given.
"Arina, saya harap saat saya menduduki kursi ini, kamu bisa mengembalikan attitude kamu yang sepertinya sudah lama hilang karena merasa ada kakak saya yang akan selalu melindungi kamu. Because, guess what now? Yang sekarang berkuasa bukan kakak saya, tapi saya. Dan saya gak akan segan-segan memecat kamu kalau perlu. Untuk sekarang surat peringatan saja. Sekarang kamu bisa kembali ke kubikel kamu"
....
Di lain tempat, atmosfer kurang nyaman melingkupi kantor Adysetia. Semua ini bersumber dari Noel yang lagi berubah job menjadi direktur sementara sama seperti Ezekiel. Kalau Ezekiel memakan satu korban maka korban amarah Noel sudah lebih dari dua orang.
"Ini apa? Bisa-bisanya kalian ngasih sampah seperti ini ke saya?!"
"Kamu beneran lulusan S1? Nulis macam anak TK"
"Revisi. Saya ini selesai sebelum makan siang"
Dan masih banyak lagi rentetan perkataan nyelekit yang keluar dari mulut Noel hingga ada staff yang menangis karenanya.
Noel tak pernah seperti ini sebelumnya. Dia begitu profesional dan selalu bisa membagi antara masalah pribadi juga pekerjaan. Namun kejadian tadi pagi sebelum dia ke kantor membuat mood nya hancur seketika.
Dirinya dan Yara baru saja ingin menyantap sarapan pagi saat Mahesa dengan senyum lembut terpatri berada tepat di tengah foyer rumah disebelahnya ada koper berukuran sedang.
"Mau kemana? Pagi begini?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Yara. Noel sih masa bodoh aja ya, karena lebih baik kan jika Mahesa pergi. Mereka lebih leluasa melakukan aktivitas.
"Katanya mau liburan. Ayo liburan"
Noel melirik Yara dan dapat melihat ekspresi heran muncul di air wajah perempuan itu.
"You said you're busy"
"Indeed, but not too busy to take my wife for vacation"
Noel membuang wajahnya saat mendengar kata istri yang ditekan oleh Mahesa. Noel muak tapi tak bisa melakukan hal yg lebih jauh atas rasa muaknya.
Mahesa lalu menatap jam tangannya. "Aku tunggu 30 menit untuk packing barang kamu soalnya kita perlu ke airport"
Yara lalu menatap Noel lalu kembali menatap Mahesa.
"Wait then. Noel, ayo temenin aku packing"
Noel menghela nafas saat mengingat kejadian tadi pagi apalagi mendengar apa yang dikatakan Yara.
"It's supposed to be just us. Aku mau ngelihat apa yang terjadi kalau cuman ada kami berdua. Jadi sementara kamu gantiin aku di kantor ya?"
"Fucking shit!" Kutuk Noel yang kini melirik jam yang ada di meja Yara.
Udah tiga jam dari kejadian itu dan emosi Noep belum bisa pulih.
Noel menutup matanya mencoba untuk berdamai dengan apa yang dia rasakan.Tak berapa lama terdengar ketukan dipintu ruangan Yara yang membuat Noel harus membuka matanya lagi.
"Masuk"
Dan mungkin sekarang hati Noel bisa sedikit lega.
Dia hampir melupakan sesuatu.
"Morning! Jadi, berkas yang gue minta udah siap?"
Senyum Noel akhirnya dapat merekah.
"Morning, Kalina. Sure, semuanya sudah lengkap. Jadi? Mau diskusi sekarang?"
Kalina membawa dirinya untuk duduk dihadapan Noel.
"Tunggu 20 menit dulu ya, Dhuha on the way kesini" balas Karina yang sudah membuka laptopnya.
Ya, Noel tak perlu terlalu khawatir kan ?
Karena gimanapun hasil dari liburan Yara dan Mahesa, mereka tetap akan berpisah.
"Seminggu. Iya, gue harus sabar. Seminggu lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Days Operation
Fanfiction"Ten days. Give him ten days to fix everything. Kalau memang tak bisa diselamatkan lagi, maka kamu bebas melakukan apa yang kamu mau" Photos Credit : Pinterest